Di sisi lain, merger antara Daimler-Benz dan Chrysler pada tahun 1998 dianggap sebagai contoh timing yang buruk. Meskipun Daimler melihat peluang untuk memperluas pangsa pasarnya di Amerika Serikat, perbedaan budaya perusahaan dan kondisi pasar otomotif yang bergejolak membuat merger ini gagal. Daimler akhirnya menjual Chrysler pada 2007 dengan kerugian besar. Kesalahan dalam memperkirakan kesiapan integrasi, serta situasi industri yang tidak kondusif, membuat merger ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya memilih waktu yang tepat.
Memutuskan kapan waktu yang tepat untuk merger adalah tantangan besar yang memerlukan analisis mendalam dan strategi yang matang. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi makro, dinamika pasar, kondisi internal perusahaan, serta regulasi harus diperhitungkan secara cermat sebelum mengambil keputusan. Timing yang tepat dapat membuka peluang besar untuk pertumbuhan, tetapi timing yang salah dapat menghancurkan nilai perusahaan dan mengakibatkan kegagalan merger. Bagi perusahaan, penting untuk selalu bersikap proaktif dalam mengidentifikasi momen-momen strategis di pasar dan mempertimbangkan merger sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan dan ekspansi bisnis mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H