Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money

Sistem Ekonomi Indonesia (135) : Mengapa Berbeda dengan Eropa?

10 September 2024   05:46 Diperbarui: 10 September 2024   08:23 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mengapa Negara-Negara di Asia Memilih Sistem Ekonomi yang Berbeda dari Eropa?

Ketika kita membandingkan perkembangan ekonomi di Asia dan Eropa, perbedaan signifikan dalam pendekatan sistem ekonomi antara dua kawasan tersebut menjadi jelas. Asia dan Eropa, meskipun memiliki sejarah panjang interaksi ekonomi, telah mengambil jalan yang berbeda dalam menentukan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sejarah, budaya, geopolitik, dan tingkat pembangunan ekonomi.

Di Eropa, sistem ekonomi yang dominan cenderung kapitalis dengan campuran pendekatan sosial-demokratis di beberapa negara. Di sisi lain, Asia memperlihatkan spektrum yang lebih beragam, dengan beberapa negara yang lebih memihak kapitalisme seperti Jepang dan Korea Selatan, sementara yang lain, seperti Cina dan Vietnam, mempraktikkan bentuk ekonomi terencana dengan pengaruh besar dari pemerintah. Di Indonesia sendiri, sistem ekonomi Pancasila berusaha menggabungkan antara ekonomi pasar dengan keadilan sosial. Mengapa perbedaan ini ada? Dan apa yang mendorong negara-negara di Asia untuk memilih jalur ekonomi yang berbeda dari Eropa?

Faktor Sejarah: Warisan Kolonial dan Revolusi Industri

Salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi perbedaan pilihan sistem ekonomi antara Asia dan Eropa adalah sejarah panjang kolonialisme dan revolusi industri yang berbeda antara dua kawasan tersebut. Eropa menjadi pelopor revolusi industri pada abad ke-18 dan 19, yang memungkinkan munculnya kapitalisme modern. Negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Perancis berkembang pesat karena memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang berasal dari wilayah-wilayah jajahan mereka di Asia, Afrika, dan Amerika. Kapitalisme yang tumbuh dari revolusi industri memungkinkan Eropa menjadi kekuatan ekonomi global yang mengandalkan ekspansi, investasi, dan eksploitasi sumber daya alam.

Sebaliknya, banyak negara di Asia mengalami eksploitasi ekonomi di bawah kolonialisme Eropa, seperti India di bawah Inggris, Indonesia di bawah Belanda, dan Filipina di bawah Spanyol. Pengalaman kolonialisme ini meninggalkan bekas yang mendalam terhadap pandangan ekonomi negara-negara Asia setelah kemerdekaan. Mereka menyadari bahwa sistem ekonomi yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan sosial dapat memperdalam ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Akibatnya, beberapa negara Asia memilih untuk mengadopsi model yang lebih terencana dan terfokus pada pembangunan nasional yang inklusif. Seperti yang terlihat pada kasus Cina dan Vietnam, mereka menerapkan sistem ekonomi dengan peran dominan pemerintah yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing dan mengutamakan pembangunan domestik.

Budaya dan Nilai: Kesejahteraan Sosial dan Solidaritas Kolektif

Budaya dan nilai sosial juga memainkan peran penting dalam perbedaan pilihan sistem ekonomi antara Asia dan Eropa. Di banyak negara Asia, seperti Cina, Jepang, dan Korea Selatan, ada tradisi panjang yang mengutamakan harmoni sosial, solidaritas kolektif, dan kewajiban moral untuk memajukan kesejahteraan bersama. Nilai-nilai Konfusianisme yang menekankan keseimbangan, kerja keras, dan tanggung jawab sosial, sangat memengaruhi cara negara-negara di Asia mengelola ekonominya.

Sebagai contoh, Jepang dan Korea Selatan, meskipun kapitalis, memiliki struktur ekonomi yang sangat terorganisir, dengan peran besar pemerintah dalam mengatur industri dan pasar tenaga kerja. Dalam kedua negara tersebut, perusahaan-perusahaan besar seperti Toyota di Jepang atau Samsung di Korea Selatan tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga diharapkan untuk memikul tanggung jawab sosial. Konsep "keiretsu" di Jepang, yang merupakan jaringan perusahaan yang saling terhubung dan saling mendukung, menunjukkan bagaimana ekonomi Asia sering kali lebih kolektif dalam pendekatan mereka dibandingkan dengan individualisme yang lebih umum di Eropa Barat.

Di sisi lain, negara-negara Eropa, khususnya di kawasan barat, lebih terpengaruh oleh filsafat liberalisme dan individualisme yang tumbuh sejak era Pencerahan. Sistem ekonomi di Eropa, terutama di negara-negara kapitalis seperti Inggris dan Amerika Serikat, sangat dipengaruhi oleh pandangan bahwa pasar bebas dan kompetisi adalah kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Ini menjadi dasar bagi kapitalisme yang diterapkan di Eropa, di mana intervensi pemerintah di pasar sering kali diminimalkan.

Geopolitik: Ancaman dan Pengaruh Eksternal

Kawasan Asia telah lama menjadi arena persaingan geopolitik, mulai dari Perang Dingin hingga era globalisasi. Geopolitik memiliki dampak besar dalam pembentukan sistem ekonomi di Asia, dengan negara-negara seperti Cina dan Vietnam mengadopsi model ekonomi sosialis sebagai respons terhadap ancaman imperialisme dan dominasi ekonomi Barat. Cina, misalnya, dengan model ekonomi "sosialisme dengan karakteristik Cina," berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa sambil tetap mempertahankan kendali negara atas sektor-sektor strategis.

Sebaliknya, Eropa, terutama setelah Perang Dunia II, lebih fokus pada kerja sama regional melalui institusi-institusi seperti Uni Eropa. Negara-negara Eropa Barat, melalui Marshall Plan, didorong untuk membangun kembali ekonomi mereka dengan bantuan dari Amerika Serikat, yang pada akhirnya mempromosikan kapitalisme liberal sebagai dasar ekonomi mereka. Sementara Eropa Timur, di bawah pengaruh Uni Soviet, mengadopsi ekonomi terencana hingga runtuhnya Tembok Berlin pada 1989.

Perbedaan geopolitik ini menciptakan pendekatan yang berbeda dalam hal bagaimana negara-negara mengelola ekonomi mereka. Di Asia, ancaman eksternal sering kali memotivasi negara untuk membangun ekonomi yang lebih terkontrol dan berorientasi pada kemandirian nasional. Di Eropa, kerja sama regional dan aliansi dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat membantu memperkuat model kapitalisme liberal.

Tahap Pembangunan Ekonomi: Negara Maju vs. Negara Berkembang

Perbedaan lainnya antara Asia dan Eropa dalam memilih sistem ekonomi adalah tahap pembangunan ekonomi yang berbeda. Sebagian besar negara-negara Eropa Barat telah lama mencapai status negara maju dengan tingkat pendapatan yang tinggi, infrastruktur yang baik, dan standar hidup yang relatif tinggi. Di sisi lain, banyak negara Asia, meskipun telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan, masih berada dalam fase pembangunan dengan tantangan besar dalam hal kemiskinan, infrastruktur, dan akses ke layanan dasar.

Negara-negara berkembang di Asia, seperti Indonesia, India, dan Filipina, cenderung lebih fokus pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Mereka sering kali mengadopsi pendekatan campuran antara kapitalisme dan intervensi negara, mengingat tantangan besar yang mereka hadapi dalam hal ketimpangan sosial dan akses terhadap layanan dasar. Indonesia, misalnya, dengan sistem ekonomi Pancasila, berupaya untuk menggabungkan elemen pasar bebas dengan prinsip keadilan sosial, di mana pemerintah memainkan peran penting dalam memastikan redistribusi kekayaan dan kesejahteraan sosial.

Sebaliknya, negara-negara maju di Eropa cenderung memiliki sistem ekonomi yang lebih liberal, dengan sedikit intervensi pemerintah dalam ekonomi pasar. Fokus mereka adalah pada peningkatan efisiensi pasar dan inovasi teknologi, yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, beberapa negara seperti Swedia dan Denmark telah berhasil menggabungkan kapitalisme dengan sistem kesejahteraan sosial yang kuat, yang memberikan perlindungan sosial kepada seluruh warga negaranya.

Kebutuhan Lokal yang Berbeda, Pilihan Sistem Ekonomi yang Berbeda

Kesimpulannya, pilihan sistem ekonomi yang berbeda antara negara-negara di Asia dan Eropa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sejarah, budaya, geopolitik, dan tahap pembangunan ekonomi. Negara-negara di Asia, dengan warisan kolonial mereka, nilai-nilai sosial yang lebih kolektif, dan tantangan pembangunan yang besar, cenderung memilih sistem ekonomi yang lebih campuran, dengan peran signifikan pemerintah dalam mengatur pasar dan redistribusi kekayaan. Di sisi lain, negara-negara Eropa, terutama di Barat, cenderung menganut kapitalisme liberal yang lebih mengutamakan kebebasan pasar dan individualisme.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak ada satu sistem ekonomi yang dapat dianggap sebagai solusi universal. Setiap negara memiliki kebutuhan dan tantangan uniknya sendiri, dan sistem ekonomi yang dipilih harus disesuaikan dengan kondisi lokal. Dengan demikian, keragaman sistem ekonomi di dunia, baik di Asia maupun Eropa, mencerminkan upaya negara-negara untuk menemukan keseimbangan terbaik antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Kasus Indonesia

Dunia saat ini diwarnai oleh beragam sistem ekonomi yang diterapkan di berbagai negara. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah antara sistem ekonomi di Asia dan Eropa. Meski globalisasi telah membawa interkoneksi yang kuat antara kedua benua, pilihan sistem ekonomi di Asia dan Eropa tetap bervariasi. Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di Asia Tenggara memilih jalur yang berbeda dalam membangun ekonominya, menggabungkan nilai-nilai lokal dan prinsip-prinsip yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya negara.

Sejarah dan Pengalaman Kolonial

Perbedaan mendasar antara sistem ekonomi di Asia dan Eropa dapat ditelusuri dari sejarah panjang kolonialisme. Negara-negara di Eropa Barat, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman, memiliki sejarah revolusi industri yang membawa kapitalisme sebagai sistem ekonomi dominan. Sistem ini kemudian menyebar ke seluruh dunia, sebagian besar melalui kolonialisme. Di sisi lain, banyak negara di Asia, termasuk Indonesia, menjadi korban kolonialisme Eropa, yang mempengaruhi cara pandang mereka terhadap ekonomi dan pembangunan. Pengalaman pahit masa penjajahan mendorong banyak negara Asia untuk lebih berhati-hati dalam mengadopsi kapitalisme murni seperti yang diterapkan di negara-negara Eropa.

Indonesia, misalnya, setelah memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945, tidak serta-merta mengadopsi sistem kapitalisme atau sosialisme yang murni. Sebaliknya, Indonesia memilih jalan tengah melalui sistem ekonomi Pancasila, yang di dalamnya terkandung prinsip ekonomi pasar yang dipadukan dengan intervensi pemerintah untuk memastikan keadilan sosial (Asvi Warman Adam, 2021). Ini berbeda dari pendekatan di Eropa yang cenderung mengutamakan ekonomi pasar bebas atau kapitalisme dengan sedikit intervensi pemerintah.

Budaya dan Nilai Sosial yang Berbeda

Budaya juga memainkan peran penting dalam membentuk sistem ekonomi di Asia dan Eropa. Di banyak negara Asia, termasuk Indonesia, budaya kolektivisme dan harmoni sosial sangat mendalam. Nilai-nilai ini menekankan pentingnya kerja sama, tanggung jawab sosial, dan solidaritas antarwarga. Hal ini kontras dengan negara-negara di Eropa Barat, yang lebih mengutamakan individualisme dan persaingan pasar.

Indonesia menerapkan prinsip ekonomi gotong royong yang sangat dipengaruhi oleh budaya lokal. Gotong royong, yang berarti kerja sama untuk kebaikan bersama, merupakan inti dari sistem ekonomi Indonesia. Ini terlihat dari peran koperasi yang diakui sebagai pilar ekonomi rakyat oleh pemerintah Indonesia. Koperasi adalah bentuk ekonomi kolektif yang sejalan dengan semangat Pancasila, di mana anggotanya memiliki saham dan keputusan dibuat berdasarkan konsensus, bukan hanya keuntungan. Hal ini berbeda dari kapitalisme Eropa yang cenderung fokus pada keuntungan individu atau pemegang saham utama.

Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan juga mempraktikkan kolektivisme dalam ekonomi mereka, meski dalam bentuk yang lebih terstruktur dan industrialis. Mereka memiliki hubungan kuat antara pemerintah dan sektor swasta, yang mencerminkan pentingnya kerja sama dalam mencapai kesejahteraan nasional. Berbeda dengan negara-negara Eropa yang cenderung membiarkan pasar bekerja sendiri tanpa campur tangan pemerintah yang signifikan, negara-negara Asia cenderung mengambil pendekatan lebih intervensional.

Peran Pemerintah yang Berbeda

Salah satu perbedaan paling mencolok antara sistem ekonomi Asia dan Eropa adalah peran pemerintah. Di Eropa Barat, pemerintah cenderung memainkan peran yang lebih terbatas dalam ekonomi, menyerahkan sebagian besar aktivitas ekonomi kepada pasar. Sistem kapitalisme liberal yang mendominasi di Eropa Barat menekankan pada kebebasan pasar dan pengurangan intervensi negara. Model ini dianggap efektif dalam menciptakan efisiensi dan inovasi yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.

Di Indonesia dan sebagian besar negara Asia, pemerintah memiliki peran yang jauh lebih besar dalam ekonomi. Ini tidak terlepas dari sejarah kolonialisme dan kebutuhan untuk mempercepat pembangunan nasional setelah kemerdekaan. Indonesia, melalui kebijakan ekonomi berbasis Pancasila, memastikan bahwa peran pemerintah tetap signifikan dalam mengendalikan aset-aset strategis negara, seperti minyak, gas, dan sumber daya alam lainnya (Basri, 2019). Pendekatan ini berbeda dengan Eropa Barat yang lebih mengandalkan privatisasi sektor-sektor strategis.

Di Cina, misalnya, pemerintah memainkan peran dominan dalam mengarahkan ekonomi. Meskipun Cina telah membuka diri terhadap pasar bebas, banyak sektor strategis seperti energi, telekomunikasi, dan perbankan tetap di bawah kendali negara. Ini adalah bentuk ekonomi terencana yang diadaptasi dengan unsur kapitalisme, yang sering disebut sebagai "sosialisme dengan karakteristik Cina". Di negara-negara seperti Jerman dan Inggris, model seperti ini hampir tidak ada karena kapitalisme yang diterapkan sangat meminimalisir intervensi negara.

Kondisi Ekonomi dan Tahap Pembangunan

Perbedaan dalam tahap pembangunan ekonomi antara negara-negara di Asia dan Eropa juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi perbedaan sistem ekonomi. Sebagian besar negara di Eropa Barat sudah mencapai status negara maju dengan infrastruktur yang baik, pendapatan per kapita tinggi, dan sistem kesejahteraan sosial yang mapan. Di sisi lain, banyak negara di Asia, termasuk Indonesia, masih berada dalam tahap pembangunan dengan tantangan besar seperti kemiskinan, infrastruktur yang kurang memadai, dan kesenjangan sosial.

Kondisi ini mempengaruhi cara negara-negara Asia mendesain sistem ekonomi mereka. Karena masih berada dalam fase pembangunan, pemerintah di negara-negara Asia seperti Indonesia merasa perlu untuk campur tangan lebih banyak dalam mengarahkan ekonomi agar pembangunan dapat berjalan dengan lebih terencana dan merata. Pemerintah Indonesia, misalnya, secara aktif mendorong pertumbuhan sektor-sektor tertentu, seperti industri manufaktur dan pertanian, melalui kebijakan yang proaktif seperti pemberian subsidi dan insentif pajak (Tulus T.H. Tambunan, 2022). Di Eropa, karena infrastrukturnya sudah mapan dan pasar sudah lebih matang, intervensi semacam ini jarang dilakukan.

Globalisasi dan Pengaruh Eksternal

Satu lagi faktor yang tak kalah penting dalam membedakan sistem ekonomi Asia dan Eropa adalah pengaruh globalisasi dan hubungan internasional. Di era globalisasi, baik Asia maupun Eropa terhubung dalam perdagangan global dan saling bergantung satu sama lain. Namun, tanggapan terhadap globalisasi berbeda di masing-masing kawasan.

Eropa telah lama menjadi pendukung globalisasi ekonomi dengan menerapkan kebijakan perdagangan bebas, khususnya melalui Uni Eropa. Di sini, kebijakan ekonomi sangat terintegrasi, memungkinkan pasar bebas antarnegara anggota. Indonesia, di sisi lain, lebih berhati-hati dalam menghadapi globalisasi. Meskipun Indonesia telah membuka diri terhadap perdagangan global dan investasi asing, negara ini tetap menjaga kontrol atas sektor-sektor kunci ekonomi. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi industri lokal dari persaingan yang tidak sehat di pasar global (Basri, 2020).

Pilihan Sistem Ekonomi yang Kontekstual

Pilihan sistem ekonomi yang berbeda antara Asia dan Eropa bukanlah sesuatu yang kebetulan. Faktor sejarah, budaya, peran pemerintah, tahap pembangunan, dan pengaruh globalisasi semuanya berperan dalam menentukan jalur yang dipilih masing-masing negara. Dalam konteks Indonesia, pilihan sistem ekonomi Pancasila adalah refleksi dari kebutuhan untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, serta memastikan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga memberikan manfaat bagi seluruh rakyat.

Meski sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia berbeda dari yang berlaku di Eropa, hal ini bukan berarti satu sistem lebih baik dari yang lain. Setiap negara harus menyesuaikan sistem ekonomi mereka dengan konteks lokalnya, baik itu dalam hal sejarah, budaya, maupun tantangan ekonomi. Sistem ekonomi yang diterapkan di Asia dan Eropa mencerminkan upaya negara-negara untuk mencari keseimbangan yang tepat antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun