Dalam membandingkan ekonomi syariah dengan sistem ekonomi konvensional, ada beberapa aspek kunci yang menonjol:
1. Bunga vs. Bagi Hasil
Dalam sistem ekonomi kapitalis, bunga atau riba adalah salah satu elemen utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, bunga sering kali dianggap sebagai sumber ketidakadilan karena memaksakan beban keuangan yang berat pada mereka yang meminjam uang, sementara pemilik modal hampir selalu mendapatkan keuntungan tanpa mengambil risiko nyata.
Sebaliknya, dalam ekonomi syariah, transaksi keuangan berbasis pada prinsip bagi hasil, yang lebih adil karena kedua belah pihak berbagi risiko dan keuntungan sesuai dengan kontribusi masing-masing. Dengan demikian, ekonomi syariah meminimalkan ketidakadilan dan mendorong kerjasama yang lebih sehat antara investor dan pengusaha (Khan, 2016).
2. Spekulasi dan Ketidakpastian
Salah satu kelemahan utama dalam sistem ekonomi konvensional adalah ketergantungannya pada spekulasi. Pasar saham, misalnya, sering kali dipengaruhi oleh spekulasi yang dapat menciptakan volatilitas yang merugikan. Dalam ekonomi syariah, spekulasi berlebihan (gharar) dilarang karena dianggap tidak adil dan berisiko.
Dengan menghindari transaksi yang penuh dengan ketidakpastian, ekonomi syariah berfokus pada investasi di sektor-sektor produktif yang nyata, seperti manufaktur, pertanian, dan infrastruktur, yang memberikan kontribusi langsung terhadap perekonomian riil (El-Gamal, 2010).
Kasus Indonesia: Penerapan Ekonomi Syariah
Indonesia adalah salah satu contoh negara yang menunjukkan potensi besar dari sistem ekonomi syariah. Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah menjadikan ekonomi syariah sebagai salah satu pilar utama pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia bahkan meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah global.
Sektor keuangan syariah di Indonesia mencakup perbankan syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah, yang semuanya tumbuh pesat setiap tahunnya. Pada tahun 2020, aset perbankan syariah di Indonesia mencapai lebih dari Rp500 triliun, yang menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (OJK, 2020). Selain itu, sektor industri halal, seperti makanan, fashion, dan pariwisata, juga berkembang pesat, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.
Namun, tantangan tetap ada. Salah satu hambatan terbesar dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia adalah kurangnya literasi keuangan syariah di kalangan masyarakat. Meskipun Indonesia memiliki populasi Muslim yang besar, banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami produk dan layanan keuangan syariah. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah perlu terus ditingkatkan agar ekonomi syariah dapat berkembang lebih baik di Indonesia.