Sistem politik dan kelembagaan juga mempengaruhi kebijakan fiskal dan moneter. Negara dengan sistem politik yang stabil dan lembaga yang kuat cenderung dapat menerapkan kebijakan secara lebih konsisten dan efektif. Sebaliknya, negara dengan kelembagaan yang lemah mungkin menghadapi tantangan dalam melaksanakan kebijakan yang konsisten (Acemoglu & Robinson, 2012).
Di negara-negara dengan pemerintahan yang tidak stabil, seperti Venezuela, perubahan kebijakan sering kali tergantung pada kekuatan politik sementara dan dapat menyebabkan ketidakpastian ekonomi. Dalam situasi seperti ini, kebijakan fiskal dan moneter mungkin tidak cukup efektif dalam mengatasi masalah ekonomi yang mendalam (Hausmann & Rigobon, 2003).
- Keterkaitan Internasional dan Globalisasi
Globalisasi dan keterkaitan ekonomi internasional juga mempengaruhi kebijakan fiskal dan moneter. Negara yang lebih terintegrasi dalam ekonomi global mungkin menghadapi tekanan untuk mengikuti standar internasional atau beradaptasi dengan perubahan kondisi global. Hal ini dapat memengaruhi cara mereka merumuskan dan melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter (Rodrik & Subramanian, 2004).
Negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor, seperti Korea Selatan, sering kali harus menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dan permintaan global. Negara-negara dengan ekonomi yang lebih terisolasi mungkin memiliki lebih banyak fleksibilitas dalam mengatur kebijakan mereka sesuai dengan kebutuhan domestik (Frankel, 2010).
Studi Kasus: Pendekatan Berbeda dalam Kebijakan Fiskal dan Moneter
- Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki pendekatan yang cukup fleksibel terhadap kebijakan fiskal dan moneter. Federal Reserve, sebagai bank sentral, sering kali menggunakan suku bunga dan operasi pasar terbuka untuk mengatur likuiditas dan inflasi. Di sisi fiskal, AS sering kali mengadopsi kebijakan fiskal ekspansif, terutama selama resesi, seperti yang terlihat dalam respons terhadap krisis keuangan global 2008 (Gautirrez & Zettelmeyer, 2016).
- Jepang
Jepang menghadapi tantangan berbeda dengan ekonomi yang stagnan dan deflasi kronis. Kebijakan moneter Jepang sangat akomodatif, termasuk suku bunga negatif dan pelonggaran kuantitatif, untuk merangsang inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal Jepang juga relatif ekspansif, meskipun negara ini menghadapi tingkat utang publik yang sangat tinggi (Yoshino & Matsuura, 2015).
- Brazil
Brasil menunjukkan bagaimana kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mengatasi ketidakstabilan ekonomi. Selama krisis ekonomi, Brasil sering kali mengimplementasikan kebijakan fiskal ekspansif untuk merangsang pertumbuhan. Namun, krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi efektivitas kebijakan ini dan menyoroti tantangan dalam mengelola kebijakan fiskal di tengah ketidakstabilan politik (Bonomo & Braga, 2017).
Pendekatan terhadap kebijakan fiskal dan moneter sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk struktur ekonomi, kondisi makroekonomi, sistem politik, dan keterkaitan internasional. Perbedaan dalam konteks ini menjelaskan mengapa setiap negara menerapkan kebijakan yang berbeda untuk mencapai tujuan ekonomi mereka. Memahami faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan penting tentang bagaimana kebijakan fiskal dan moneter dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari masing-masing negara dan situasi ekonomi mereka.
Kasus Indonesia
Kebijakan fiskal dan moneter merupakan dua instrumen kunci dalam manajemen ekonomi suatu negara. Meskipun kedua kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan, setiap negara menerapkan pendekatan yang berbeda berdasarkan kebutuhan dan tantangan spesifik mereka. Artikel ini akan membahas mengapa pendekatan kebijakan fiskal dan moneter bervariasi antar negara dengan fokus pada kasus Indonesia, serta membandingkannya dengan pendekatan negara lain untuk memberikan gambaran yang lebih jelas.