Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eid Mubarak 125: Kohesi Sosial Pasca Idul Fitri

4 Mei 2024   08:57 Diperbarui: 4 Mei 2024   09:02 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konsep utilitas altruis merupakan salah satu konsep yang penting dalam ilmu ekonomi perilaku. Altruisme merujuk pada kecenderungan individu untuk memberikan prioritas kepada kesejahteraan orang lain di atas kesejahteraan pribadi mereka sendiri. Dalam konteks utilitas, konsep ini menyiratkan bahwa individu merasakan kepuasan atau utilitas tambahan dari memberikan kepada orang lain, bahkan jika itu melibatkan pengorbanan atau biaya pribadi.

Dalam teori utilitas altruis, konsep utilitas diperluas untuk mencakup utilitas yang diperoleh dari membantu orang lain. Ini bertentangan dengan teori utilitas egois, di mana individu hanya mempertimbangkan kepuasan pribadi mereka sendiri. Utilitas altruis menunjukkan bahwa individu juga dapat memperoleh kepuasan atau manfaat psikologis dari membantu orang lain, terlepas dari manfaat material langsung yang mereka terima.

Konsep utilitas altruis memiliki implikasi yang luas dalam ekonomi perilaku dan kebijakan publik. Beberapa di antaranya meliputi:

  1. Donasi dan Sumbangan: Utilitas altruis dapat menjelaskan mengapa individu cenderung memberikan sumbangan atau melakukan aksi sukarela, meskipun hal itu mungkin mengorbankan sumber daya pribadi mereka. Mereka merasa mendapatkan kepuasan emosional atau moral dari membantu orang lain.
  2. Kooperasi dan Kerjasama: Dalam interaksi sosial, konsep utilitas altruis dapat mendorong individu untuk bertindak secara kooperatif dan berbagi sumber daya dengan orang lain. Mereka memperoleh utilitas tambahan dari mempromosikan kesejahteraan kolektif, bahkan jika itu tidak secara langsung menguntungkan mereka secara individual.
  3. Pembangunan Sosial dan Solidaritas: Utilitas altruis dapat menjadi faktor penting dalam membangun kohesi sosial dan solidaritas masyarakat. Ketika individu merasa bahwa mereka dapat memperoleh utilitas dari membantu anggota masyarakat lainnya, mereka cenderung lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan yang memperkuat ikatan sosial.
  4. Kebijakan Publik: Pemahaman tentang konsep utilitas altruis dapat membantu merancang kebijakan publik yang lebih efektif dalam menggalang dukungan masyarakat untuk program-program kesejahteraan, pendidikan, atau bantuan sosial. Memahami bahwa individu dapat merasakan kepuasan dari memberikan kontribusi kepada masyarakat secara keseluruhan dapat menjadi dasar bagi insentif dan motivasi yang lebih kuat dalam pembangunan sosial dan ekonomi.

Dengan demikian, konsep utilitas altruis memberikan wawasan yang berharga tentang perilaku sosial dan ekonomi manusia, serta dapat membantu dalam merancang kebijakan dan strategi untuk mempromosikan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Konsep utilitas altruis, kohesi sosial, dan solidaritas masyarakat memiliki hubungan yang erat dalam konteks ekonomi perilaku dan dinamika sosial. Mari kita bahas bagaimana ketiganya saling terkait:

  1. Utilitas Altruis dalam Mendorong Kohesi Sosial: Utilitas altruis, yang merupakan kepuasan yang diperoleh individu dari membantu orang lain, dapat menjadi faktor penting dalam memperkuat kohesi sosial dalam masyarakat. Ketika individu merasa bahwa tindakan mereka dapat memberikan manfaat kepada orang lain, mereka cenderung lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan membentuk ikatan yang lebih kuat dengan anggota masyarakat lainnya. Misalnya, dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh utilitas altruis, individu lebih mungkin untuk terlibat dalam kegiatan gotong royong, memberikan sumbangan untuk membantu mereka yang membutuhkan, atau menyumbangkan waktu mereka untuk tujuan kemanusiaan. Ini semua membantu memperkuat kohesi sosial dengan meningkatkan rasa saling ketergantungan dan dukungan antarindividu.
  2. Kohesi Sosial dan Solidaritas dalam Mendorong Utilitas Altruis: Di sisi lain, kohesi sosial yang kuat dan solidaritas dalam masyarakat juga dapat menjadi pendorong bagi terciptanya utilitas altruis. Ketika individu merasa bahwa mereka merupakan bagian dari komunitas yang saling mendukung dan terhubung, mereka cenderung lebih termotivasi untuk berperilaku secara altruistik karena mereka menyadari bahwa tindakan mereka dapat berkontribusi pada kesejahteraan kolektif. Solidaritas yang tinggi dalam masyarakat, di mana orang-orang saling membantu dan mendukung satu sama lain, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya sikap altruistik dan perilaku pro-sosial.
  3. Dampak Solidaritas Masyarakat terhadap Utilitas Altruis dalam Ekonomi: Dalam konteks ekonomi, solidaritas masyarakat yang tinggi juga dapat memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian. Ketika solidaritas masyarakat tinggi, individu cenderung lebih terbuka untuk berbagi sumber daya, mempromosikan kolaborasi, dan berinvestasi dalam kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi didorong oleh kerjasama dan kepedulian kolektif.

Dengan demikian, konsep utilitas altruis, kohesi sosial, dan solidaritas masyarakat saling terkait dan saling mempengaruhi dalam membentuk dinamika sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Memahami hubungan antara ketiganya dapat membantu dalam merancang kebijakan dan strategi yang mempromosikan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang lebih luas serta memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.

Penguatan kohesi sosial juga tercermin melalui praktik saling mengunjungi antar tetangga, kerabat, dan teman-teman. Dalam hal ini, konsep ekonomi perilaku teori game dapat memberikan wawasan yang berharga. Teori ini menunjukkan bahwa dalam interaksi sosial, individu cenderung bertindak secara kooperatif ketika mereka percaya bahwa tindakan tersebut akan menghasilkan manfaat jangka panjang bagi mereka dan komunitas mereka.

Namun, tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan kohesi sosial dan solidaritas pasca-Idul Fitri adalah risiko kembalinya pada pola perilaku konsumtif yang tidak berkelanjutan. Pasca-lebaran, seringkali terjadi penurunan drastis dalam praktik ibadah dan solidaritas sosial. Dalam perspektif ekonomi, hal ini dapat dijelaskan melalui konsep "effet substution" di mana individu menggantikan kegiatan sosial dan religius dengan konsumsi barang dan jasa yang lebih hedonistik.

Konsep "efek substitusi" (substitution effect) dalam konteks pasca Idul Fitri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, terutama dalam ekonomi perilaku dan pola konsumsi masyarakat. Mari kita bahas bagaimana konsep ini dapat diterapkan pasca Idul Fitri:

  1. Pengeluaran Konsumsi: Pasca Idul Fitri, banyak individu dan keluarga yang telah mengalami peningkatan pengeluaran untuk membeli kebutuhan khusus selama bulan Ramadan dan hari raya. Setelah periode ini berakhir, konsep efek substitusi dapat muncul saat mereka kembali ke pola konsumsi normal mereka. Mereka mungkin cenderung mengurangi pengeluaran mereka pada jenis barang atau layanan tertentu untuk mengimbangi pengeluaran yang meningkat selama bulan suci.
  2. Perubahan Prioritas Pengeluaran: Efek substitusi juga dapat tercermin dalam perubahan prioritas pengeluaran individu dan rumah tangga. Misalnya, setelah menghabiskan lebih banyak uang untuk persiapan Idul Fitri seperti makanan, pakaian, atau perjalanan, mereka mungkin memilih untuk mengurangi pengeluaran pada hal-hal lain seperti hiburan, perjalanan, atau barang-barang mewah.
  3. Polanya Konsumsi: Pasca Idul Fitri, masyarakat seringkali kembali ke pola konsumsi rutin mereka. Ini dapat mencakup pengurangan konsumsi makanan khusus Idul Fitri dan kembali ke pola makan sehari-hari yang lebih biasa. Konsep efek substitusi mungkin muncul di sini karena individu beralih kembali ke preferensi konsumsi sebelumnya setelah periode perayaan selesai.
  4. Pertimbangan Keuangan: Efek substitusi juga dapat terlihat dalam pertimbangan keuangan individu dan keluarga. Setelah menghabiskan sejumlah besar uang untuk keperluan Idul Fitri, mereka mungkin cenderung mengurangi pengeluaran mereka pada barang-barang atau layanan lain yang dianggap sebagai substitusi yang dapat ditukar dengan pengeluaran Idul Fitri tersebut.

Dengan demikian, konsep efek substitusi pasca Idul Fitri mencerminkan dinamika konsumsi dan pengeluaran masyarakat setelah periode perayaan selesai. Ini menggambarkan bagaimana individu dan rumah tangga dapat mengubah pola konsumsi mereka untuk mengakomodasi perubahan dalam pengeluaran selama periode tersebut.

Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat kohesi sosial dan solidaritas masyarakat pasca-Idul Fitri memerlukan pendekatan yang holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga keagamaan, pemerintah, dan masyarakat sipil. Program-program yang mendorong partisipasi aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan, serta edukasi tentang pentingnya mempertahankan nilai-nilai solidaritas dan saling peduli, perlu didorong dan ditingkatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun