Mohon tunggu...
Syaifudin UNJ
Syaifudin UNJ Mohon Tunggu... -

Bagian dari rakyat yang berusaha menjadi pengamat kebijakan dan pelayan publik di negeri ini...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Globalisasi: Perkembangan dan Implikasinya*

14 September 2012   17:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:27 11401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dilematis tapi optimis

Berkembangnya globalisasi pada akhirnya memunculkan konsep “ might is right ” atau yang kuat yang menentukan.  Istilah “ might is right”, pada awalnya dapat dilihat pada zaman kolonisasi oleh negara Barat. Dimana mereka mendominasi perdagangan dan perekonomian dari negara jajahannya. Yang kuat yang menentukan adalah sebuah simbol kekuasaan pada saat itu dan menjadi beban yang amat berat bagi bangsa yang dijajah, karena eksploitasi habis-habisan terhadap hak hidupnya.

Istilah ini sangatlah mengusung sebuah beban tersendiri bagi negara yang telah terjerat dalam jaring globalisasi Barat. Hutang finansial, hutang politik dan juga telah mempertaruhkan nilai-nilai kemanusiaan serta budayanya sendiri. Proses ini menurut Shireen T. Hunter yang pada intinya mengatakan bahwa pihak barat hanya tertarik kepada kebutuhannya sendiri, seperti dalam konteks mempromosikan demokrasi. Tidak jarang pihak Barat ikut campur dalam berbagai hal seperti politik suatu negara yang dibalik semua itu terdapat kepentingan barat itu sendiri. Barat masuk melalui kebudayaan dan telah banyak mengambil alih pemikiran-pemikiran kritis pada cendikiawan yang telah terpengaruh ideologi barat.

Terdapat dimensi-dimensi tertentu dalam perihal “might is right”, yaitu dimensi ekonomi dan budaya. Mengapa 2 hal tersebut? Karena kedua hal tersebut merupakan fondasi awal suatu bangsa. Bangsa yang telah di eksplotasi ekonomi dan kebudayaannya maka secara mudah dapat dihancurkan karena bangsa tersebut menjadi lemah karena tidak lagi memiliki nilai-nilai luhur dalam berbangsa.

Karena sudah menguatnya dan mengakarnya globalisasi di dunia, pada akhirnya negara-negera berkembang tidak bisa lepas dari cengkramannya. Jikapun ada solusi kiranya itu sangat sulit dilakukan selama tidak ada resistensi secara struktural dan massif oleh negara-negara berkembang tersebut. Namun bukan berarti lantas pesimis, sebab globalisasi merupakan keniscayaan. Kepesimisan itu dapat dilawan dengan melakukan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat oleh negara melalui jalan kemandirian dan meminimalisir pinjaman hutang ke IMF dan Bank Dunia, bahkan menghentikan pinjaman hutang kalau perlu. Sebuah simpul, globalisasi ibarat pohon yang rimbun, ia membuat teduh dibawah tetapi belum tentu berbuah manis.

Jakarta, 14 September 2012

* Sebuah tulisan ringkas

*Lebih lengkap mengenai tema di atas dapat dibaca dari 3 buku yang penulis tulis di paragraf awal..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun