Somalia: struktur sosial seluruh perekonomian tradisional yang berbasis pada pertanian pedesaan serta peternakan nomaden perlahan “dihancurkan” dan diganti dengan adanya daging sapi serta produk susu dari Uni Eropa. Hal ini menyebabkan penggembala nomaden di Somalia menjadi kelaparan. Program IMF dan Bank Dunia yang telah menyebabkan ekonomi masyarakat Somalia masuk ke dalam lingkaran setan. Sehingga akhirnya pemerintah Somalia memiliki hutang yang cukup besar.
Rwanda: restrukturisasi sistem pertanian yang dilakukan dibawah pengawasan IMF dan Bank Dunia menyebabkan penduduk Rwanda menjadi miskin. Jatuhnya harga kopi menimbulkan kerusakan ekonomi yang sangat parah sehingga memicu ketegangan antar etnis suku Hutu dan Tutsi yang mengarah pada genosida atau pembunuhan etnis.
Sub-Sahara Afrika: ekspor apartheid dilakukan sepanjang bagian selatan benua Afrika mulai dari Angola sampai Mozambique melalui penguasaan atas lahan oleh The Boers (tuan tanah kulit putih) yang dijadikan lahan pertanian komersil dan eko-wisata, dalam hal ini mendapat dukungan dari Bank Dunia dan WTO. Akibatnya masyarakat lokal justru kehilangan atas kepemilikan lahan dan menjadi buruh tani diatas tanahnya sendiri.
Ethiopia: program penyesuaian struktural SAP (Structural Adjustment Programme) dari IMF dan Bank Dunia yang memotong anggaran sosial telah menaburkan benih-benih kelaparan di Ethiopia.
India: pencabutan upah minimum dan dukungan dari eksploitasi kasta yang dilakukan oleh IMF dan Bank Dunia pada akhirnya menciptakan kesenjangan sosial yang sangat tinggi.
Bangladesh: Devaluasi dan liberalisasi harga yang diperparah dengan kelaparan dan deregulasi pasar melalui kebijakan dumping gandum Amerika membuat masyarakat Bangladesh tidak lepas dari jerat hutang setiap tahunnya.
Brazil: Pada saat itu negara Brazil mengalami peralihan dari negara Otoritarian (negara yang dipimpin oleh militer) menjadi negara demokratis. Pemimpin negara yang dipilih secara demokratis ternyata tidak membawa dampak perekonomian yang baik bagi masyarakat Brazil. Banyak skandal yang terjadi pada saat itu, hutang yang dilakukan pada rejim itu melalui program yang ditawarkan oleh donor adalah anti inflasi justru peningkatan suku bunga yang membuat program tersebut gagal. Akhirnya negara Brazil meminjam hutang sebesar 100 miliar dollar. Pada tahun 80-an bunga yang harus dibayarkan saja sebesar 90 millar dollar sedangkan hutang pokok hanya 120 miliiar dollar (hampir mendekati hutang pokok itu sendiri). IMF menawarkan sesuatu yang baru untuk memperbaiki ekonomi melalui upah buruh yang ditekan, eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan dengan memprivatisasi BUMN kepada asing malah semakin membuat perekonomian memburuk di Brazil. Kemiskinan semakin nyata dengan perjanjian ini. Untuk mengatasi kemiskinan secara makro ekonomi, maka pemerintah membuat buruh tani yang ada di desa menjadi pekerja pasar dan peningkatan polarisasi sosial dengan mendukung kelas pemilik tanah. Akan tetapi justru ini membuat tingkat pengangguran dan kemiskinan di kota semakin tinggi. Pada akhirnya negara donor mengontrol birokrasi pemerintah dan politisi negara menjadi bangkrut dan asetnya dijual melalui program privatisasi.
Peru: Setelah adanya liberalisasi, harga roti di Peru meningkat menjadi lebih dari 12 kali lipat.
Rusia: Akibat produk globalisasi membuat sistem pemrintahan membantu oligarki dari kebijakan IMF dan Bank Dunia.
Yugoslavia: Melayani kepentingan strategis Jerman dan Amerika serikat dengan memotong arteri keuangan antara Beograd dan Republik, yang dampaknya membuat kesejahteraan sosial masyarakat kurang diperhatikan.
Korea, Thailand, Indonesia: Merupakan negara “macan asia” yang telah kehilangan taringnya. Dana dari bank sentral (US $ 100 Milyar) telah dijarah oleh spekulan internasional. Bentuk jaminan negara-negara tersebut ditanggung dan dijamin oleh bank yang sama dimana Wall Street terlibat dalam serangan spekulatif ini. Akibatnya tingkat kemiskinan dan pengangguran di negara tersebut sangat tinggi.