Laga final nantinya sungguh jadi perang dendam dan saling adu peluru. Dendam dan daya juang berpilin jadi satu. Khianat dan mengkhianati menjadi keniscayaan.
 Oh yah, para pembunuh bayaran akan beredar. Siap-siaplah menjadi saksi perhelatan paling menakutkan ini. Siapakah pelurunya yang melesak duluan? Siapa yang akan limbung? Tumbang?
 Oh tidak, pembunuh itu sudah siap-siap ke Cardiff. Mereka sudah latihan menembak yang jitu.
 Paulo dari tanah Amerika Latin, Argentina. Ia datang bersama pembunuh lainnya, Gonzalo, sebangsanya. Mereka berdua memaklumatkan lagi mitos negeri mafia.
 Ada nama menakutkan, Alvaro si klimis dari Spanyol. Eh, seorang Prancis berdarah Aljazair bernama Karim, siap memamerkan kebolehan tangan dinginnya yang dipadu cambang khas Aljazair. Pembunuh paling mengerikan berinisial CR atau Cristiano sebangsa Mourinho, siap mencari tumbal.
 Sebagai tempat perhelatan akbar ini, Wales disibukkan dengan satu nama, si kijang atau si belut, Gareth. Syahdan, pelurunya pernah menggetarkan Britania Raya yang kali ini sebagai penonton manis.
 Para pembunuh itu bermandikan uang. Mereka dibayar melewati akal sehat negeri miskin, untuk membunuh. Lagi lagi uang, kata sebuah lagu, saya lupa pelantunnya.
 Untuk menghibur diri saya sebagai pendukung Barcelona yang hanya duduk sebagai penonton, saya mengutip sebuah lagu yang dipolulerkan Om Ona Sutra, "Barcelonaaaaaaa, dengarlah suara hatiku ini".
 Foto: Millenium Stadium, Cardiff, Wales.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H