Harian Kompas edisi Jumat, 26/6/2015 terbit 100 halaman (Dokumentasi Nurhasanah)
Â
28 Juni 2015 adalah hari yang spesial bagi Harian Kompas. Tahun ini Kompas memasuki usia ke-50 tahun. Usia yang cukup matang, bahkan jika ia adalah manusia, di usia tersebut mestinya ia sudah menikmati kesuksesan secara finansial atau kesuksesan hidup yang jauh lebih baik. Bahkan bagi sebagian kalangan usia tersebut adalah saatnya menikmati hidup dengan karier yang bersinar dan kehidupan keluarga yang sudah mapan.
Di usia ini biasanya orang juga sekaligus bersiap menyambut masa pensiun dari dunia kerja. Leyeh-leyeh bersama anak cucu dan mengurangi aktivitas.
Lalu bagaimana memandang usia ke-50 bagi sebuah media cetak nasional terbesar di Indonesia atau mungkin di Asia Tenggara ini? Apakah benar Kompas sedang memasuki masa 'pensiun', mundur teratur dari jagad media cetak nasional?
50 Tahun Kompas Makin MudaÂ
Tahun ini berbagai kegiatan menyambut hari lahir Kompas ke-50 digelar sepanjang tahun. Bahkan hari ini, Jum'at (26/6) harian Kompas tampil spesial dengan jumlah halaman mencapai 100 halaman. Sebuah pencapaian dan kenekatan 'melawan arus'. Sebab Kompas edisi spesial ini hadir di saat publik makin terbiasa dengan yang 'serba online'. Bahkan di hari Minggu lusa akan ada banyak keriaan menyambut HUT Kompas, mulai dari nonton film di bioskop dengan harga tiket Rp.50,- hingga gelaran festival musik Ramadhan dan food festival di Plaza Selatan Gelora Bung Karno Jakarta.Â
Namun Kompas di usianya yang ke-50 agaknya masih cukup pede dengan posisinya sebagai market leader dan "Amanat Hati Nurani Rakyat". Kompas jalan terus, menyapa pembacanya dengan satu keyakinan negeri ini butuh pencerahan tidak hanya dari dunia maya namun juga dari dunia nyata.Â
Memasuki usia ke-50 bagi Kompas pastinya berbeda dengan saat memasuki usia ke 25 tahun atau usia lainnya. Tantangan bisnis media yang makin maju, dengan persaingan tajam tidak hanya dari media sejenis namun juga 'ancaman' media multi platform yang siap melibas siapapun yang tidak siap mengantisipasi perubahan.
Melihat beberapa media massa cetak nasional dan internasional yang berguguran akhir-akhir ini, terus terang sebagai pembaca setia Kompas saya sempat meramalkan Kompas cepat atau lambat akan bernasib serupa: tergerus perkembangan zaman yang menggila. Di mana harga kertas makin meroket dan ongkos cetak yang juga makin mahal membuat media sejenis Kompas akan mencari kuburnya sendiri.
Tapi Kompas ternyata tidak. Di usia ke-50 Kompas tidak terlihat uzur, masih cukup seksi tampilannya. Jika sampai penghujung 80-an Kompas weekday masih tampil konvensional tanpa warna-warni, kini sejak beberapa tahun silam Kompas sudah berbenah. Lebih metropolis, kinyis-kinyis dan mengikuti tren pembaca yang terus berubah.Â