Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kompas 50 tahun dan Saya

26 Juni 2015   06:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:54 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Harian Kompas edisi Jumat, 26/6/2015 terbit 100 halaman (Dokumentasi Nurhasanah)

 

28 Juni 2015 adalah hari yang spesial bagi Harian Kompas. Tahun ini Kompas memasuki usia ke-50 tahun. Usia yang cukup matang, bahkan jika ia adalah manusia, di usia tersebut mestinya ia sudah menikmati kesuksesan secara finansial atau kesuksesan hidup yang jauh lebih baik. Bahkan bagi sebagian kalangan usia tersebut adalah saatnya menikmati hidup dengan karier yang bersinar dan kehidupan keluarga yang sudah mapan.

Di usia ini biasanya orang juga sekaligus bersiap menyambut masa pensiun dari dunia kerja. Leyeh-leyeh bersama anak cucu dan mengurangi aktivitas.

Lalu bagaimana memandang usia ke-50 bagi sebuah media cetak nasional terbesar di Indonesia atau mungkin di Asia Tenggara ini? Apakah benar Kompas sedang memasuki masa 'pensiun', mundur teratur dari jagad media cetak nasional?

50 Tahun Kompas Makin Muda 

Tahun ini berbagai kegiatan menyambut hari lahir Kompas ke-50 digelar sepanjang tahun. Bahkan hari ini, Jum'at (26/6) harian Kompas tampil spesial dengan jumlah halaman mencapai 100 halaman. Sebuah pencapaian dan kenekatan 'melawan arus'. Sebab Kompas edisi spesial ini hadir di saat publik makin terbiasa dengan yang 'serba online'. Bahkan di hari Minggu lusa akan ada banyak keriaan menyambut HUT Kompas, mulai dari nonton film di bioskop dengan harga tiket Rp.50,- hingga gelaran festival musik Ramadhan dan food festival di Plaza Selatan Gelora Bung Karno Jakarta. 

Namun Kompas di usianya yang ke-50 agaknya masih cukup pede dengan posisinya sebagai market leader dan "Amanat Hati Nurani Rakyat". Kompas jalan terus, menyapa pembacanya dengan satu keyakinan negeri ini butuh pencerahan tidak hanya dari dunia maya namun juga dari dunia nyata. 

Memasuki usia ke-50 bagi Kompas pastinya berbeda dengan saat memasuki usia ke 25 tahun atau usia lainnya. Tantangan bisnis media yang makin maju, dengan persaingan tajam tidak hanya dari media sejenis namun juga 'ancaman' media multi platform yang siap melibas siapapun yang tidak siap mengantisipasi perubahan.

Melihat beberapa media massa cetak nasional dan internasional yang berguguran akhir-akhir ini, terus terang sebagai pembaca setia Kompas saya sempat meramalkan Kompas cepat atau lambat akan bernasib serupa: tergerus perkembangan zaman yang menggila. Di mana harga kertas makin meroket dan ongkos cetak yang juga makin mahal membuat media sejenis Kompas akan mencari kuburnya sendiri.

Tapi Kompas ternyata tidak. Di usia ke-50 Kompas tidak terlihat uzur, masih cukup seksi tampilannya. Jika sampai penghujung 80-an Kompas weekday masih tampil konvensional tanpa warna-warni, kini sejak beberapa tahun silam Kompas sudah berbenah. Lebih metropolis, kinyis-kinyis dan mengikuti tren pembaca yang terus berubah. 

Secara konten pun Kompas kini lebih 'light'. Dulu pembaca kerap dijejali analisis ekonomi yang bikin 'keriting', kini sajian analisis ekonominya yang masih ada disajikan dengan lebih 'light', lebih renyah dikunyah. 

Dulu sebuah berita bisa disajikan panjang-panjang, bersambung ke halaman dalam dan disajikan dengan 'kedalaman' yang luar biasa. Kini hard news Kompas jauh lebih mudah diikuti tanpa meninggalkan ke-khasan Kompas yang tetap menjaga keberimbangan sumber.

Saya kira apa yang dilakukan Kompas dalam beberapa tahun terakhir adalah sebuah usaha untuk 'tetap muda' dan 'menolak tua'. Tua adalah pencapaian yang tak bisa ditolak, namun muda adalah tuntutan agar tetap eksis di bisnis media cetak yang makin sengit ini. 

Bagi generasi sekarang yang memiliki banyak tuntutan berbeda dengan generasi 70-an, menurut saya Kompas harus terus melakukan perubahan yang inovatif kepada pembacanya. Sampai kapan? Jika bisa seterusnya, jangan sampai Kompas hanya bisa dikenang nantinya dan menjadi prasasti yang hanya bisa dilihat di museum oleh generasi mendatang.

Selamat ulang tahun Kompas, ingin rasanya bisa terus bersama Kompas dan menjadi saksi hidup hingga di usia ke-100-nya nanti. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun