Mohon tunggu...
Syaifud Adidharta 2
Syaifud Adidharta 2 Mohon Tunggu... Kompasianer -

Hidup Ini Hanya Satu Kali. Bisakah Kita Hidup Berbuat Indah Untuk Semua ?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Setya Novanto "Badut" Aktor Pelanggaran Etika DPR RI

4 Desember 2015   22:09 Diperbarui: 4 Desember 2015   23:53 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kiprah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bisa menjadi sensasi politik tatkala aktivitas ataupun perkataannya di hadapan publik bertentangan dengan norma-norma umum dan kapasitas jabatannya sebagai wakil rakyat. Bukan cerita baru bagi rakyat di negara ini tentang tindak tanduk ataupun anggota Dewan yang kerap menyalahi kode etik institusinya sebagai Dewan yang terhormat di negeri ini, Republik Indonesia.

Kali ini berbagai pelanggaran etik yang menjadi sensasi potitik sepanjang kariernya di kancah perpolitikan nasional, dan sepertinya kkita semua perlu mengetahui juga sebagai bahan orientase pembelajaran yang positif untuk tidak terjadi kembali citra perpolitikan nasional menjadi negatif sepanjang sejarahnya. Setya Novanto kali ini adalah tokkoh utama dalam pemburukan citra perpolitikan nasional kita.

Drs. Setya Novanto, Ak. lahir di Bandung, 12 November 1954, dan lebih akrabnya di dengan panggilan Setya Novanto. Setya Novanto adalah politikus asal Jawa Barat, yang diusung oleh Partai Golkar. Dan saat ini dirinya menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2014 - 2019 dan telah menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 (tanpa putus) sebagai perwakilan Golkar dari dapil Nusa Tenggara Timur Dua, yang meliputi wilayah Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Sumba. Dirinya juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2009-2014 silam.

Tetapi sangat di sayangkan sepanjang kariernya di dunia politik nasional di negeri ini Setya Novanto justru lebih banyak dalam problema-problema hitam yang sesungguhnya sudah tidak pantas lagi dirinya menyandang seorang tokoh potitikus sejati maupun negarawan sejati di republik ini. Justru Setya Novanto sepanjang sejarah perjalanannya sebagai politikus sudah banyak membuat kegaduhan yang membuat citra politik nasional menjadi negatif di tingkat nasional bahkan internasional.

Mungkin kita semua masih ingat atas semua kasus-kasus dirinya yang sehingga membuat semua mata tertuju padanya dalam semua kasus-kasusnya. Di sini penulis akan mencoba kembali menggali dan mengingatkan sepak terjang Setya Novanto dalam meniti karier di dunia politk hingga pada akhirnya dirinya juga dengan pandainya bermain dalam berbagai kasus yang menyedihkan bangsa ini. Di sini penulis tidak bermaksud untuk membuat cemar nama baik yang bersangkutan, akan tetapi penulis berusaha untuk memberikan informasi positif dalam rangka pembelajaran bersama untuk pencitraan positif dunia potik nasional kita.

Penulis dalam penggalian data tentang sepak terjang Setya Novanto ini juga berdasarkan data-data yang berhasil penulis telusuri sebelumnya.

"Daftar hitam" yang membelit Setya Novanto bermunculan di jagat politik nasional di Indonesia setelah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar, dirinya ditetapkan sebagai calon ketua DPR oleh Partai Golkar yang mengusungnya. Dan hal itu sebelum terbentuknya penetapan, Koalisi Merah Putih (KMP), dan pada akhirnya sosok Setya Novanto sepakat bahwa kursi ketua DPR milik Partai Golkar tahun 2014 lalu.

Karena ada “daftar hitam” dalam rekam jejak Setya Novanto itu pula ada facebooker yang sampai mempelesetkan nama Setya Novanto jadi S(y)eta(n) Novanto. Mengapa?

Hmm hal tersebut untuk di ingat saja, dia adalah salah satu anggota DPR periode 2009-2014 yang “akrab” dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia bolak-balik ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan sejumlah kasus korupsi.

Meskipun kerap diperiksa KPK, Setya Novanto kembali lolos ke Senayan dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur II.

Kasus-kasus menyangkut Setya Novanto

Menurut catatan Kompas.com, Setya beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kasus ini menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.

KPK juga pernah menggeledah ruangan Setya Novanto di lantai 12, Nusantara I DPR, terkait penyidikan kasus yang sama. Dugaan keterlibatan dirinya dan anggota DPR Kahar Muzakir dalam kasus PON Riau terungkap melalui kesaksian mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau.

Saat itu, Lukman mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dollar AS (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar. Penyerahan uang merupakan langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp 290 miliar.

Lebih jauh, Lukman mengungkapkan, awal Februari 2012, Setya Novanto menemani Rusli Zainal untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar.

Proposal itu disampaikan Rusli kepada Setya Novanto yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar ketika itu. Untuk memuluskan langkah itu, harus disediakan dana 1.050.000 dollar AS. Dan alhasil pertemuan di ruangannya tersebut pernah diakui Setya Novanto. Namun, menurut Setya, pertemuan itu bukan membicarakan masalah PON, melainkan acara di DPP Partai Golkar.

Setya Novanto juga membantah terlibat dalam kasus dugaan suap PON Riau dalam beberapa kesempatan. Dirinya membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau, atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun.

Kasus Akil Mochtar dan Setya Novanto Ikut Bermain

Selain kasus suap PON Riau, Setya Novanto juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar, yang juga mantan politikus Partai Golkar.

Pada 24 April 2014 lalu, Setya Novanto bersaksi dalam persidangan kasus Akil bersama dengan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Dalam persidangan itu terungkap adanya pesan BlackBerry (BBM) antara Akil dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.

Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin.

Ya cepatlah, pusing saya menghadapi sekjenmu itu, kita dikibulin melulu aja. Katanya yang biayai Nov sama Nirwan B? menurut sekjenmu, krna (karena) ada kepentingan bisnis disana. Jd (jadi)sama aku kecil2 aja, wah.. gak mau saya saya bilang besok atw(atau) lusa saya batalin tuh hasil pilkada Jatim. Emangnya aku anggota fpg (Fraksi Golkar di DPR)?”

Demikian bunyi pesan BBM yang dikirimkan Akil yang diperlihatkan jaksa KPK sebagai barang bukti dalam persidangan.

Sementara itu Menurut transkrip BBM yang diperoleh jaksa KPK, Akil Mochtar juga merasa dibohongi oleh Idrus karena awalnya bersedia menyiapkan dana melalui Setya Novanto dan Nirwan B. Sayangnya, sebelum kesepakatan tersebut tidak terlaksana, penyidik KPK menangkap Akil Mochtar bersama dengan politisi Golkar lainnya, Chariun Nisa, bersama pengusaha Cornelis Nalau yang datang ke rumah dinas Akil untuk mengantarkan uang suap terkait Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini dalam persidangan, baik SetyaNovanto maupun Idrus membantah adanya permintaan uang dari Akil. Setya Novanto mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim.

Dia juga mengakui bahwa hubungan Akil Mochtar dengan Golkar tidak baik karena banyak perkara sengketa pilkada di MK yang tidak dimenangi Golkar.

Kasus E-KTP

Nama Setya Novanto juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya Novanto membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.

Setya juga disebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Terkait proyek e-KTP, Setya membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu menahu soal proyek e-KTP.

Terkait pengadaan e-KTP, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka.

Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek tersebut. Sejauh ini, KPK belum pernah memeriksa Setya Novanto sebagai saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Sugiharto, demikian dirilis Kompas.com.

Pelanggaran Etik Setya Novanto jilid I

Berita sebelum mencuat kasus pelanggaran etik dalam soal perpanjangan kontrak Pt Freeport Indonesia oleh pemerintah RI, Setya Novanto membuat manuver dasyatnya yang cukup mengentak publik adalah kehadiran Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam kampanye calon presiden Partai Republik Donald Trump untuk pemilu Amerika Serikat tahun 2016. Padahal, agenda resmi pimpinan Dewan beserta rombongan di AS pada 31 Agustus-2 September 2015 lalu adalah menghadiri Forum Ketua Parlemen Sedunia di New York.

Meski Setya Novanto dan Fadli Zon membalut pertemuan dengan Trump ini dengan alasan mempromosikan peluang investasi di Indonesia, kehadiran mereka dalam momen kampanye tersebut tetap menuai kontroversi. Sebab, apa yang dikatakan oleh kedua unsur pimpinan Dewan ini tidak sesuai dengan kapasitas mereka. DPR bukanlah lembaga yang berwenang untuk mengambil keputusan negara terkait membangun kerja sama investasi dengan negara lain. Sementara Fadli Zon dalam aksi foto bersamanya dengan Trump juga mendapat sorotan publik karena tindakan itu dianggap mencoreng wibawa DPR sebagai lembaga negara yang berdaulat di Indonesia.

Meski Setya Novanto dan Fadli Zon membalut pertemuan dengan Trump ini dengan alasan mempromosikan peluang investasi di Indonesia, kehadiran mereka dalam momen kampanye tersebut tetap menuai kontroversi. Sebab, apa yang dikatakan oleh kedua unsur pimpinan Dewan ini tidak sesuai dengan kapasitas mereka. DPR RI bukanlah lembaga yang berwenang untuk mengambil keputusan negara terkait membangun kerja sama investasi dengan negara lain. Sementara Fadli Zon dalam aksi foto bersamanya dengan Trump juga mendapat sorotan publik karena tindakan itu dianggap mencoreng wibawa DPR RI sebagai lembaga negara yang berdaulat di Indonesia.

Pelanggaran Etik Setya Novanto jilid II Pencatutan Nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam soal Freeport Indonesia Lengkap Dengan Istilah “Papa Minta Saham”

Mahmud Syaltout, dosen pascasarjana Universitas Indonesia, menyatakan pembuktian Setya Novanto sebagai aktor besar itu melalui perhitungan algoritma berbentuk bintang lima. Yang dia maksudkan adalah terkait pembicaraan dalam pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, M Riza Chalid, dan Presiden Direktur Utama Pt Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin.

Auditor hukum masuk lewat (ketua DPR RI) Setya Novanto selanjutnya (pengusaha) Riza Chalid, (dirut Freeport) Maroef Syamsoedin, (deputi I staf kepresidenan) Dharmawan Prasojo (Darmo), dan Luhut Binsar Panjaitan, yang bisa mengungkap kasus Papa Minta Saham,” ujarnya disela-sela seminar bertema Urgensi Auditor Hukum menghadapi Masyarakat Ekonomu Asean di Jakarta Design Center (JDC) Slipi, Jakarta, Jumat (harian Poskota 4 Desember 2015).

Dijelaskannya, lima nama tersebut ternyata terkait dengan banyak nama-nama besar yang dikenal Indonesia. Mulai pejabat tinggi pemerintahan dan legislatif hingga petinggi partai politik pendukung pemerintahan.

Namun begitu, Prof Qomaruddin SH MH CLa mengisyaratkan kesulitan bakal dialami auditor hukum memasuki ranah kinerja legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

“Mereka sangat resistensi dengan pihak luar. Apalagi yudisial, seperti kehakiman yang mengatasnamakan teknis yudisial walaupun terhadap komisi yudisial,” ujar presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (Asahi) itu didampingi Ketua Ikadin Jakarta, Petrus Leatomu SH MH CLa.

Akan tetapi Setya Novanto sudah jelas merupakan aktor besar dibalik kasus “Papa Minta Saham” yang bisa dibuktikan melalui audit hukum, yang mungkin memang sulit dibuktikan melalui prosesi sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Dan benarn adanya ternyata pagelaran terbuka panggung pengadilan pelanggaran Etik yang melibatkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI dan sekaligus sebagai anggota DPR RI, ternyata sebagian banyak anggota sidang MKD DPR RI lebih banyak menyudutkan saksi dari kasus tersebut. Terutama dari para anggota MKD dari Partai Golkar lebih mengupayakan untuk pembelaan Setya Novanto.

Pengadilan MKD DPR RI yang sudah tergulir kemaren selama dua hari tersebut (2 – 3 Desember 2015) ternyata tak ubahnya hanya suguhan panggung Stand Up Komedian MKD DPR RI kasus Setya Novanto jilid dua Pencatutan Nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam soal Freeport Indonesia Lengkap Dengan Istilah “Papa Minta Saham”

Sepertinya Setya Novanto akan kembali lulus terbebas dari kasusnya ini, pasalnya sebagian banyak anggota MKD DPR RI lebih senang bolak balikan persidangan tersebut diatas menjadi rancuh, tidak ada kesepakkatan untuk menetapkan vonis terhadap Setya Novanto yang jelas-jelas terbukti telah melanggar Etika sebagai Dewan terhormat, apalagi dirinya menyandang orang nomor satu diDPR RI saat ini periode 2014 – 2019.

Untuk lebih lengkapnya pembaca dapat menyimak artikel yang berjudul :

"Stand Up Komedian MKD" di Sidang Pelanggaran Etik Setya Novanto

 

*****

Penulis :

Syaifud Adidharta

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun