Mohon tunggu...
Syahtila Rajabi
Syahtila Rajabi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Biasa.

Tak Akan Ada Rasa Cukup Dalam Menulis. Terus Berusaha Membuat Tulisan Yang Bagus Dan Enak Dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Maheswara: Dendam Ratu Siluman (Chap 2)

21 November 2023   12:00 Diperbarui: 21 November 2023   12:02 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Chapter 2: Misi Balas Dendam.


Maheswara berlari dengan cepat menuju tabib kenalan nya, "Bertahanlah Nyai kita akan segera sampai!" Maheswara menambah kecepatan lari nya.

Nampak sebuah gubuk tua dari kejauhan, "Nah itu dia! Ki Arya! Aku butuh pertolongan!" Teriak Maheswara dari kejauhan. Ki Arya yang sedang santai menikmati minuman sehatnya dibuat hampir tersedak ketika melihat objek tidak diketahui dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya, "Woi berhenti!!!" Teriak Ki Arya.

Maheswara yang mendengar teriakan Ki Arya langsung berhenti berlari namun dia tidak bisa langsung berhenti sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan, "Bisa bahaya kalau aku jatuh, nanti sakit Nyai bisa tambah parah," batin Maheswara. Di sepersekian detik Maheswara mendapatkan sebuah ide, "Ki Arya tolong tangkap wanita ini! Kumohon!" Maheswara menyiapkan kuda-kuda nya untuk melempar Dyah Asih agar tidak ikut jatuh bersama nya.

"Anak gila!!" Umpat Ki Arya. Maheswara dengan sisa kekuatan nya melempar tubuh Dyah Asih yang sedang sakit ke arah Ki Arya. "Weits hoop." Dengan sigap Ki Arya menangkap tubuh Dyah Asih sementara Maheswara jatuh guling-gulingan menabrak batu besar. "Wanita ini, ada yang aneh dengan dia. Harus segera diobati." Ki Arya dengan sigap membawa masuk Dyah Asih lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang rotan, tempat dia biasa mengobati pasiennya.

"Bagaimana kondisinya Ki?" Tanya Maheswara resah.

"Setidaknya pergi bersih-bersih dulu dan ganti pakaian mu sana. Sudah berapa lama kau belum mandi hah? Bau sekali!" Usir Ki Arya.

"Ah baiklah..." Maheswara pasrah sambil berjalan menjauh.

Sekarang di gubuk tua itu hanya tinggal Ki Arya dan Dyah Asih yang tak sadarkan diri. Ki Arya merapalkan bacaan yang biasa dia gunakan untuk memeriksa pasiennya, "Ada yang aneh, sesuatu yang tak biasa. Sepertinya dia bukan orang biasa. Aliran energi nya berbeda dari manusia biasa. Ada sesuatu yang menyumbat energi ny- huh?!" Ki Arya terkejut tatkala Dyah Asih membuka mata nya dan segera menyerang nya, beruntung Ki Arya dapat menghindar.

"Tunggu dulu, aku berusaha mengobati mu disini! Jangan salah paham!" Ki Arya berusaha menjelaskan. Namun Dyah Asih yang sudah terlanjur salah paham mengartikan dengan hal lain, "Berani nya kau manusia tua jelek! Membusuk lah kau di neraka!" Dyah Asih menyerang dengan membabi buta lebih dari yang gubuk tua itu bisa tahan.

Pertarungan terjadi di dalam gubuk tua itu, "Sial lama lama rumahku bisa hancur. Aku harus mengalihkan nya keluar." Ki Arya melompat keluar gubuk untuk mengalihkan pertarungan. Dyah Asih masih terus menyerang dengan membabi buta, ia sangat sehat seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. "Tenanglah dulu dan dengarkan aku anak muda! Aku tidak bermaksud buruk kepadamu!" Di sela-sela pertarungan Ki Arya masih berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun Dyah Asih sudah dibutakan olah kesalahpahaman.

Pertarungan adu tinju dan berbagai jurus dikeluarkan dari kedua pihak. Ki Arya masih terus menahan serangan dari Dyah Asih yang semakin menggila. 

"Ish kenapa jadi seperti ini?! Aku harus menyelesaikan ini," Ki Arya mengumpulkan kekuatannya dan mencari celah agar serangannya bisa langsung mengenai titik inti Dyah Asih, "Serangan ini seharusnya bisa menenangkan nya, hyah!!" Ki Arya memusatkan kekuatannya di dua jari tangannya dan menusukkan ke titik inti Dyah Asih yang berhasil membuatnya pingsan.

"Huhh yang seperti ini memang sering terjadi. Baiklah ayo kembali ke gubu-- Aduuhhh! Pinggangku! Sial!" Ki Arya yang hendak membawa Dyah Asih kembali ke gubuk justru takluk oleh sakit pinggang nya. 

"Loh Ki kenapa ada diluar? Loh kok Nyai juga diluar?! Apa yang terjadi selama aku pergi?! Ki--" Maheswara yang baru saja datang langsung bertanya-tanya membuat Ki Arya kesal dan langsung menutup mulutnya.

"Bawa dia masuk, aku akan menyusul. Sial." Suruh Ki Arya.

***

Ki Arya melanjutkan pengobatan nya yang tadi berhenti sementara karena Dyah Asih yang mengamuk. "Apa yang sebenarnya terjadi Ki?" Tanya Maheswara. Ki Arya yang sudah selesai dengan pengobatannya pun berdiri dari duduknya dan berjalan menuju Maheswara, "Ada penyumbatan pada aliran energi nya. Karena itu dia sirkulasi energinya jadi terhambat dan membuatnya lemas tak sadarkan diri. Seharusnya kondisinya sudah lebih baikan sekarang, dah aku akan beristirahat dulu, kau jaga dia." Perintah Ki Arya sambil meninggalkan Maheswara.

Walaupun baru satu hari bertemu tetapi Maheswara terlihat sangat peduli pada Dyah Asih, namun dia masih memikirkan apa yang telah terjadi di Hutan Agrasura terlebih lagi di Kerajaan Siluman. Kenapa para siluman itu menyerang Ratu mereka dan kemana perginya Raja Siluman. Satu persatu pertanyaan muncul di kepala Maheswara yang kecil.

"Uhh.. dimana aku?" Dyah Asih perlahan mendapatkan kesadarannya kembali.

"Nyai! Sebaiknya jangan banyak bergerak dulu." Maheswara berusaha mengembalikan Dyah Asih ke pembaringan nya.

"Oh ternyata kau manusia bodoh, aku merasa aku lebih kuat dari sebelumnya tetapi kekuatan ku belum pulih sepenuhnya. Hebat juga manusia tua bodoh itu." Terang Dyah Asih.

"Namanya Ki Arya, dia adalah tabib paling hebat di negeri ini tapi dia memang suka menyendiri."

"Oh, yah tidak terlalu penting juga mengingat namanya. Yang lebih penting lagi, siapa namamu manusia bodoh?" Tanya Dyah Asih.

"Nama saya Maheswara nyai!" Maheswara memperkenalkan dirinya dengan sopan.

"Oh Maheswara ya. Maheswara, jadilah bawahan ku." Pinta Dyah Asih.

"Soal itu lagi? Aku tidak mau. Titik." Tolak Maheswara.

"Cih sombong sekali kau manusia bodoh. Aku melihat potensi mu untuk menjadi bawahan ku, kau seharusnya merasa terhormat bisa menjadi bawahan langsung seorang Ratu Siluman." Terang Dyah Asih.

"Aku tidak mau jadi bawahan orang lain, cita-cita ku adalah menjadi burung yang terbang bebas di angkasa. Aku tidak mau hidup terkekang!" Maheswara membara.
"Jadi selanjutnya kau akan kemana? Tersesat di hutan lagi?" Dyah Asih berusaha menurunkan ego nya.

"Eh itu... Eh... Aku tidak tahu." Maheswara kebingungan.

Mendengar jawaban Maheswara membuat Dyah Asih tertawa terbahak-bahak sambil sesekali mengusap air mata yang keluar karena tertawa. Namun tak berlangsung lama Dyah Asih kembali dalam mode serius nya. "Dengarkan aku Maheswara. Sekarang aku memiliki sebuah Misi, sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh ku sebelumnya." Ucap Dyah Asih sambil menatap mata Maheswara dalam-dalam.

Maheswara hanya bisa diam membisu sambil sesekali mengalihkan pandangannya, "Aku akan memberitahu kepadamu apa Misi ku saat ini. Aku akan balas dendam kepada mereka yang sudah berani menentang kekuasaan ku. Pasti dia yang sudah merencanakan ini semua." Lanjut Dyah Asih geram. "Merencanakan ini semua? Siapa orang itu Nyai?" Tanya Maheswara.

"Tak perlu menduga-duga lagi aku sudah tahu siapa orangnya. Dia adalah Ajisana Mahardika. Dia adalah orang kepercayaan suami ku tapi semenjak suami ku pergi, dia mulai berani menunjukkan taringnya. Dia adalah siluman busuk! Seandainya saja aku bisa memanggil Warugeni, akan ku habisi dia saat itu juga. Aku bersumpah akan menghabisi nya dengan tangan ku sendiri." Tutur Dyah Asih dengan tangan yang mengepal kencang.

"Permasalahan yang sulit sekali, kenapa aku selalu terlibat dalam masalah ya?" Keluh Maheswara.

"Kalau kau tidak mau membantuku ya sudah! Aku akan pergi sendiri. Lagipula saat ini kekuatan ku sudah pulih, dasar manusia bodoh!" Dyah Asih merajuk kesal sambil keluar meninggalkan gubuk tua itu.

"Hei Nyai mau kemana?!" Tanya Maheswara.

"Kemana saja boleh lah!" Balas Dyah Asih ketus.

"Ah sial. Tunggu dulu Nyai!" Maheswara lari mengejar Dyah Asih.

Nampak Dyah Asih berjalan kesal sambil kakinya sesekali menendang angin, raut wajahnya mengisyaratkan kekesalan dan kekecewaan. Dia sangat haus akan balas dendam namun dia juga tak bisa bertindak gegabah mengingat lawannya ada satu kerajaan iblis, sebenarnya satu kerajaan iblis adalah jumlah kecil jikalau dia bisa memanggil Warugeni. Namun Warugeni tak bisa dia panggil saat ini, untuk sebab yang ia pun tak tahu.

Semakin lama Dyah Asih berjalan semakin dalam ia memasuki hutan. Dyah Asih tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang sedari tadi memperhatikan nya, bergerak secara cepat di balik semak semak. Bersiap untuk menyergap kapan saja. "Hm?" Dyah Asih mendengar suara semak bergerak, dan pada saat itu juga dia langsung memasuki mode siaga. "Sudah sampai sini ya." Gumam Dyah Asih. Dyah Asih tetap melanjutkan jalan-jalan nya seperti tidak menyadari bahaya yang akan datang.

'syut kling'

Sebuah pisau melesat kearah Dyah Asih dengan cepat dan langsung di tepis oleh nya. "Keluarlah kalian kalau berani!" Tantang Dyah Asih. Dyah Asih mengumpulkan kekuatannya sembari memperluas jangkauan indera nya untuk melacak keberadaan musuh. 

"Disitu ya." Dyah Asih langsung melepaskan serangannya, melumpuhkan seseorang dibalik semak. "Hmm? Siluman. Keparat kau Ajisana!" Ternyata yang sedari tadi mengincar Dyah Asih adalah kelompok siluman pengintai yang dikirim oleh Ajisana.

"Masih ada yang lain?" Dyah Asih menyadari energi yang sama dengan yang ia kalahkan barusan, bukan hanya satu tapi sepuluh. "Hmph. Yang seperti ini hanyalah hal kecil. Hyat!" Dyah Asih mengibaskan tangannya, menebang pohon-pohon yang ada di sekelilingnya sekaligus memotong tubuh dari sepuluh siluman pengintai.

"Cih dasar, mengotori tangan ku saja. Haahh sekarang hati ku menjadi semakin kacau! Membusuk lah di neraka kau Ajisana sialan!!" Dyah Asih geram sembari menginjak-injak tanah.

Dyah Asih kembali berjalan menyusuri hutan, barangkali ada sesuatu yang dapat menyenangkan hati nya, namun dia tidak menemukan apa-apa selain pohon-pohon dan binatang hutan hingga sampai lah dia di inti hutan, sebuah danau besar menyambut Dyah Asih. "Sebuah danau ditengah hutan. Hm? Seperti ada seseorang di sana." Dyah Asih menangkap penampakan seorang lelaki tua yang sedang bersemedi di tengah danau.

Semakin ia perhatikan semakin jelas rupa nya, dia tak lain adalah Ki Arya yang sedang bersemedi. "Oh si manusia tua bodoh itu ternyata." Dyah Asih tidak ambil pusing dan berjalan menuju pohon paling rindang disana dan membaringkan tubuhnya. "Suasananya yang tenang ini, aku harap kau bisa menikmatinya bersamaku, suami ku." Dyah Asih memejamkan mata nya dan terhanyut dalam mimpi nya sembari melupakan misi balas dendam nya.

Sementara itu, Maheswara yang mengejar Dyah Asih malah tersesat di hutan. "Sial!! Kenapa tersesat lagi?!" Teriak Maheswara. Maheswara pun berjalan menyusuri hutan, mengikuti aliran air barangkali dia menemukan jalan keluar dari hutan, "Hmm ternyata hutan ini besar juga ya, Ki Arya sering masuk ke dalam hutan tapi tidak pernah membawa ku bersama nya. Katanya hutan terlalu berbahaya untuk dimasuki. Sebegitu berbahaya nya ka--" Langkah Maheswara berhenti ketika dia mendengar suara raungan yang memekikan telinga.

"Suara apa itu? Lebih baik aku pergi dari sini--" Maheswara bergegas pergi namun langkah nya terhenti karena ada sesuatu yang berdiri tepat di depannya. Sesosok makhluk tinggi berbulu lebat, hitam legam dengan mata merah menyala, taring yang menyeruak keluar dari mulutnya, makhluk itu menatap dalam-dalam Maheswara, bagaikan hama yang sudah mengganggu wilayahnya. 

"Sial!" Maheswara segera melompat mundur.

"Siapa kau sudah seenaknya memasuki wilayah ku?! Hutan Kertasura ini adalah wilayah kekuasaan ku, Gandharva, enyahlah kau manusia!!" Teriak makhluk itu sambil melayangkan gada besar ke arah Maheswara. Dengan cepat Maheswara menghindar tetapi makhluk itu tetap menyerangnya dengan membabi buta. 

"Kalau begini terus aku akan mati ditimpa pohon pohon ini. Aaahh tidak ada gunanya menahan diri, langsung saja, Golok Naga!" Maheswara memanggil Golok Naga, angin kencang serta guntur turut menyertai panggilan nya, menggetarkan seisi hutan dan menerbangkan pohon pohon di sekitarnya.

"Maju kau sini! Hyaah!"

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun