Pukul 17.45
Pada situasi seperti ini aku tidak boleh panik. Aku yakin suara peluit tadi berasal dari Fred. Sebelum aku menjemputnya aku harus mengecek keadaan semua orang yang ada di dalam minibus.
"Bagaimana keadaan jantungmu, pak?" tanyaku pada Her.
"Semoga tidak mengacau" jawabnya singkat
"Kau boleh beristirahat kapanpun kau mau," kataku, sambil menepuk bahunya "jangan paksakan jantungmu"
"Maafkan aku," katanya dengan wajah yang menampakkan perasaan sangat menyesal.
"tidak... tidak.." kataku, mencoba menguatkan Her. "ini bencana, bukan salahmu. Tidak ada yang menginginkan hal seperti ini terjadi."
Bagaimanapun aku tahu ia pasti merasa bersalah. Tapi jika aku membiarkannya terus diselimuti perasaan, khawatir, penyakit jantung yang di derita olehnya kambuh.
"Aku percaya kepadamu, pak" kataku. "boleh aku minta tolong padamu"
Ia menatap mataku dengan pandangan kurang yakin
"Hanya kau yang bisa kupercaya," kataku lagi
"Apapun, untuk menebus kesalahanku." Katanya dengan suara gemetar
"Sudah hampir 15 menit, Fred belum kembali" jelasku "barusan aku mendengar suara peluit, aku sangat yakin itu adalah peluit yang dimiliki oleh Fred"
Mendadak peluit itu berbunyi lagi.
"kau dengar itu?" tanyaku.
"Iya" Her menghentikan gerakkannya. Pandangannya menelusuri setiap sudut semak yang mengitari mobil kami.
"Jadi, aku minta tolong, jangan biarkan ada seorangpun yang keluar dari minibus sampai aku kembali," pintaku "aku sudah menghubungi rekanku dan rumah penjaga hutan konservasi. Mereka akan segera datang."
"Tapi..."
Belum sempat ia meneruskan perkataannya, aku menimpali "aku percaya padamu pak." Kataku lagi "aku akan berbicara dengan pak Lukman agar ia mau membantum"
Setelah meyakinkan Her, aku kembali kedalam minibus untuk menerangkan apa yang sedang terjadi. Aku menjelaskan bahwa Fred mungkin sedang butuh pertolongan. Meskipun ia membawa semua perlengkapan, ia hanyalah seorang pria tua. Semua orang nampak khawatir, tapi aku terus menjelaskan agar jangan panik.
Pertama aku meminta agar Prita membuka sedikit jendela yang ada di dekatnya agar Kevin tetap mendapatkan udara. Kemudian, aku meminta  Lukman membagikan obat nyamuk yang tersisa di tas pinggangnya kepada semua orang.
"Anggi, matikan kameramu" pintaku, "flash di kameramu akan lebih berguna jika dijadikan sebagai sumber penerangan."
Syukur, Anggi langsung menuruti perintahku. Ia langsung mematikan memasukkan kembali kameranya.
"Kanaya, apa kau membawa kuncir rambut?" tanyaku.
Kanaya mengeluarkan sebuah kuncir rambut beludru berwarna hitam dari kantong jaketnya. Aku melepaskan ikat pinggangku, mengikatkan ikat rambut milik Kanaya di bagian tengahnya. Kemudian kedua ujungnya aku selipkan pada jendela mobil.
"Kanaya, letakkan ponselmu pada ikatan kuncir rambut ini, sebagai pengganti penerangan. Posisi ini cukup tinggi untuk menerangi sebagian kabin mobil. Jika nanti baterainya habis, ganti dengan ponsel milik pak Lukman." Pandanganku langsung beralih pada pak Lukman. Semua orang setuju dengan pendapatku dan mematikan setiap senter yang masih menyala
"pak, bisa kita bicara sebentar?" pintaku pada Lukman.
Aku memang sedikit kesulitan untuk menghadapi Lukman. sejak berangkat tadi, Ia selalu ingin diprioritaskan.
"pak," kataku. Sebelum aku pergi menyusul Fred "sebelumnya aku meminta maaf atas kejadian membuat perjalananmu menjadi tidak nyaman. Tapi ini semua diluar rencana"
Awalnya Lukman sedikit ngotot, tapi aku berhasil meredakan emosinya.
"Disini peranmu bukan hanya seorang ayah dari Kevin ataupun suami dari mbak Prita" tuturku. Pak Lukman mencerna dengan baik setiap perkataan yang keluar dari mulutku.
"kau adalah lelaki. Aku adalah lelaki," lanjutku, seraya mencengkram pundak Lukman sedikit keras, sebagai isyarat bahwa aku mempercayainya. "aku minta tolong agar kita berperan sebagaimana mestinya seorang laki-laki. Sebagai pemimpin dan pelindung."
Tatapan Pak Lukman semakin mantap. Ia setuju.
"Hati-hati, nak" katanya "tugas utamamu adalah membawa kami kerumah dengan selamat."
"pasti pak." Jawabku mantap.
-
Fred terlihat meringis kesakitan. Betisnya sobek, tergores batang kayu. Karena ia cukup berpengalaman menghadapi alam liar, ia tahu apa yang harus ia lakukan saat mendapati kejadian seperti ini.
Saat aku sampai disana, terlihat ia sedang membersihkan darahnya dengan alkohol yang ia bawa. Â
"are you okay, sir?" tanyaku.
Tanpa menunggu jawaban. Aku langsung megambil perban, kapas dan obat merah yang dibawa Fred.
Setelah semuanya beres, aku langsung mengambil alih tasnya dan membantunya berjalan karena lukanya cukup parah, membuatnya tidak mampu berjalan.
Lebatnya pepohonan membuat aku dan Fred sedikit kesulitan. Tapi, dengan sedikit usaha, akhirnya kami berdua bisa kembali  pada rombongan.
Melihat aku dan Fred, Her langsung berlari menghampiri dan membantu Fred ke dalam mobil.
"bagaimana keadaanya pak?" tanyaku pada pak Lukman
"masih terkendali," jawabnya "beberapa menit yang lalu, Kevin tertidur sambil dikipasi ibunya."
Aku sedikit lega mendengar Kevin dapat tertidur pada situasi seperti ini. setidaknya tidak perlu khawatir jika  asmanya mendadak kambuh.
Her kembali memeriksa keadaan mesin. Namun ia sedikit kesulitan melihat kedalam kap mesin sebab keadaan terlalu gelap. Aku terdiam sejenak untuk mencari solusi.
"you have a matches, Fred?" tanyaku pada Fred.
Tanpa bertanya dua kali, Fred mengeluarkan sebuah korek dari tas carier biru miliknya.
Aku meminta bantuan Lukman dan Her untuk mencari kayu bakar untuk membuat api unggun.
Selain untuk penerangan, api unggun juga bisa mengusir hewan liar. batinku
Aku berinisiatif membuat empat  titik api uggun di bagian depan, belakang dan samping.
Setelah keempat api itu menyala, Kanaya langsung mematikan ponsel yang masih menggantung dan turun dari mobil. Her melanjutkan memeriksa keadaan mesinnya. Pak Lukman kembali kedalam untuk melihat anaknya.
Saat aku masih sibuk dengan mesin mobil. Tiba-tiba Kanaya yang dari tadi berdiri di belakang aku dan Her berseru
"bantuan datang!" sambil menunjuk sebuah cahaya di kejauhan.
Dengan gerakan yang hampir bersamaan, semua orang yang mendengar seruan kanaya melihat kearah yang ditunjuk oleh Kanaya.
"Apa penjaga itu mengerti masalah mesin?" tanya Kanaya
"Semoga saja," kataku "saat kuhubungi, aku meminta agar yang datang kesini adalah seorang maintanance."
Sesuai permintaanku. Ia datang membawa peralatan dan beberapa botol air minum serta roti. Kanaya langsung menyambut semua perbekalan yang dibawa dan membagikannya pada semua rombongan tanpa diminta.
Penjaga itu langsung memeriksa mesin mobil. Katanya kabel pada switcher stater-nya aus. Logam kontaktor plus-minus untuk menyambungkan arus listriknya renggang.
"Ini harus diganti." Kata penjaga hutan
Mendengar perkataan penjaga hutan, air muka Her langsung berubah.
"Kita atasi ini berasama" kataku pada Her
Aku langsung bergegas untuk meminjam ponsel yang memiliki akses internet.
"ini pakai saja," kata Prita, sambil menyodorkan ponselnya dari dalam mobil "tapi di dalam hutan begini jaringannya lambat."
Aku langsung mengetikkan sebuah keyword untuk mencari solusi untuk mengatasi rusaknya Switcher starter. Namun ponsel ini tidak mendapat jaringan sama sekali.
Aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi, sesekali menggoyangkan untuk mendapatkan sinyal.
"Siapa yang akan kuangkut menuju penginapan lebih dulu?" tanya penjaga hutan tidak sabaran.
Mendengar pertanyaan penjaga hutan, aku menyerahkan posel itu ke pemiliknya.
Lukman menyarankan untuk membawa Fred terlebih dahulu. Tapi saat kutanya kepadanya, ia menolak.
"it's a richer experience, boy." katanya, sambil tersenyum
Ia tetap bersikeras untuk bertahan, meskipun aku berkali-kali membujuknya.
Tiba-tiba Prita memanggilku, seraya menyerahkan ponselnya yang sudah menampilkan sebuah artikel tutorial untuk mengatasi kerusakan mobil kami.
"ridiculous!"Â seruku girang. Aku langsung memberitahu Her cara mengatasinya.
Tanpa menunggu lama, Her yang dibantu oleh penjaga hutan langsung mencoba memperbaikinya lagi sesuai dengan yang tertulis pada artikel tersebut.
"coba nyalakan." Pinta penjaga hutan
Beberapa percobaan pertama gagal. Tapi akhirnya minibus kami bisa kembali hidup. Semua orang termasuk aku mengela nafas lega.
Penjaga hutan membereskan peralatannya. Sementara dengan dibantu oleh Pak Lukman dan Kanaya, Her, mengembalikan muatan mobil pada tempatnya. Sementara aku mematikan semua api unggun dengan air yang ada.
Mobil kami siap untuk menuju penginapan. Kami berjalan membuntuti penjaga hutan yang berjalan di depan kami.
Untuk kedua kalinya aku meminjam ponsel Prita untuk menghubungi rekanku yang masih dalam perjalanan agar ia membatalkan penjemputan kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H