Ada kekhawatiran di dalam benaknya jika saja ada tetangga yang melihat kedatangan seorang laki-laki asing di depan rumahnya. Meski memang jarak antara rumah Ratih dengan tetangga sekitar cukup berjauhan. Tapi tetap saja dia tidak ingin ada desas-desus kurang sedap yang sampai ke telinga suaminya.
Ratih memutar kepalanya untuk memastikan tidak ada orang lain yang melihat ketika dia sedang berbicara dengan laki-laki itu. Dia berjalan dengan lamban, menghampiri Rusli yang nampak tersenyum, namun seolah dilapisi oleh kebohongan.
"Kamu? Apa yang kamu... aku tidak akan membukakan pagar ini untukmu," Ratih membuka suara dengan agak sesak. Matanya sedikit memerah.
"Aku tidak akan memintamu untuk menerimaku sebagai tamu di rumahmu." Rusli tersenyum. "Suamimu ada di rumah?"
Ratih menggeleng.
"Tentu. Pertanyaan itu hanya basa-basi untuk mencairkan suasana yang beku ini," terang Rusli. "Beberapa saat yang lalu aku melihat suamimu keluar."
"Untuk apa kamu datang ke sini?" suara Ratih agak meninggi, namun semakin terdengar ada sesuatu yang tengah dia tahan untuk tidak tumpah.
Rusli mengembuskan nafas lebih kencang.
"Aku dengar kamu sudah melahirkan dua bulan yang lalu."
"Lalu?"
"Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."
"Aku baik..." suara Ratih terhenti. "Baik saja. Aku baik-baik saja."