Preman itu meletakkan gelas kopinya agak keras hingga membuat suara benturan yang terdengar sekitar beberapa meter. Berdiri dia menatap orang itu dari rambutnya yang tidak pernah menggunakan shampoo bertahun-tahun hingga kuku kakinya yang panjang dan bau.
Dia kepalkan tangannya, lalu dia angkat lengan bajunya sampai kelihatan tato bergambar naga. Dengan bergaya seolah sedang mengangkat barbel dia bilang, "Hidup adalah rasa sakit."
Laki-laki itu melihat otot dan tato preman itu. Dan dia tertawa dengan agak memamerkan giginya yang sudah tidak digosok sejak lama.
"Ulat?" tanya dia sambil mengunyah kuaci dan menunjuk gambar naga pada lengan preman itu.
Kemudian dia ditendang preman itu sampai terbirit-birit sambil menangis. Laki-laki itu sedih sekali karena tidak ada yang mau memberitahu pada dia tentang hidup; apa itu hidup atau di mana ia bisa menemukan hidup.
***
"Apa itu hidup?" tanya dia pada jajaran pohon, gedung, dan sebidang langit luas sambil menangis di sepanjang trotoar yang di pijaknya setelah dia berjalan terlalu jauh tapi dia merasa tidak pernah pergi ke mana-mana selain kepada ingatan akan kematian istrinya.
Hingga beberapa saat kemudian dia akan tertawa lagi dan kembali bertanya di dalam kepalanya sendiri, sambil mengunyah kuaci seribuan yang dia beli di warung tadi, "Apa itu hidup?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H