Seisi bumi sudah menendang dan menolak keberadaanku ketika sariawan di bibirku semakin bertambah parah. Tetapi aku tak butuh waktu yang lama untuk menemukan planet yang baru.Â
Pertama-tama aku bertemu makhluk aneh berbibir tebal yang  mengaku tak pernah panas dalam dan sariawan, dengan kepalanya yang lonjong, dan hidung yang pesek, mirip penampakan alien seperti yang ada di film-film Hollywood.  Tapi aku bingung  harus memanggilnya Mbak atau Mas.
Aku mulai memikirkan sesuatu yang aneh, mungkin karena tekanan udara serta gravitasi yang tak biasa. Aku kira, jika alien itu berjenis kelamin perempuan, mungkin aku bisa jatuh cinta dan menikah dengannya. Aku ingin membuat keturunan di luar angkasa.
Tetapi jika dia laki-laki, aku akan menjadikannya kawan, mengisahkan apa yang telah terjadi di bumi, serta alasan kenapa aku diasingkan hingga terdampar sampai ke planet ini.
Aku ingin bertahan hidup tanpa manusia lain. Mematahkan teori terlalu sosialnya seorang manusia hingga membutuhkan manusia lain untuk hidup. Aku pikir aku mampu bertahan  dari gelombang badai debu di Mars, atau pun dari hiderogen dan helium yang memenuhi atmosfer Saturnus. Aku bisa hidup di mana saja.
Hari-hari berjalan dengan baik-baik saja. Satu bulan, satu tahun, bahkan lebih dari seperempat abad. Meski hari-hari di luar bumi cuaca dan keadaannya memang tidak pernah sama. Tapi aku tidak kesepian. Aku telah bertemu alien betina dan kawin dengannya. Tanpa buku nikah, tanpa penghulu.
Kami punya seorang anak dengan rupa yang aneh, berkepala lonjong namun dengan tubuh manusia yang berwarna merah muda. Hidungnya tetap pesek karena hidungku dan istri alienku juga pesek. Tidak ada yang berubah. Aku menamai anak itu jauh-jauh dari nama-nama manusia di bumi. Aku sudah terlanjur membenci bumi.
Barangkali Bldhsjqau adalah nama yang cocok. Ini adalah nama yang terpikirkan saat aku mengacak tut keyboard yang pernah aku gunakan di bumi sewaktu mengetik disertasi untuk kelulusan S3.
Setelah besar, Bldhsjqau mulai menggunakan akalnya untuk berpikir dan semakin penasaran tentang asal-usulku karena perwujudanku yang menurutnya berbeda dengan rasnya dan ibunya. Baginya aku ini terlalu jelek. Dia semakin sering mempertanyaan bentukku yang baginya sangat aneh. Ya, ini hal manusiawi yang perlahan dimiliki olehnya.
Kemudian kukatakan padanya bahwa aku berasal dari  tempat asing indah yang bernama bumi, sambil menunjukkan gambar bumi yang pernah kucetak dari google. Planet memesona yang menjadi idaman seluruh makhluk hidup di semesta, dengan padang rumput, hutan hijau dan air yang cair. Tidak seperti planet aneh yang gersang dan cokelat tua ini.
Â
Bldhsjqau kian penasaran dengan ceritaku, tentang bumi. Dia ingin mengajakku berkunjung ke bumi. Katanya, dia ingin mencicipi rumput, mengunyah pohon dan minum banyak air. Tapi aku menolak karena aku sudah berjanji  pada diriku sendiri untuk meninggalkan dan menjauhi segala hal tentang bumi.
Namun Bldhsjqau tidak menyerah. Ia menculikku sewaktu tidur. Oh ya, Anakku, Bldhsjqau  tidak perlu tidur. Dia sejenis alien pengidap insomnia yang terjaga sepanjang waktu. Kukira semua alien memang seperti itu. Mereka semua tak perlu istirahat karena memiliki energi kehidupan yang tak terbatas.Â
Bldhsjqau membawaku ke kapal ruang angkasanya dan menghidupkan mesin penyalin pikiran untuk menemukan letak koordinat bumi. Setelah berhasil melacaknya, ia segera menjalankan mesin pesawatnya yang melebihi kecepatan cahaya.
Ketika aku bangun, kami tengah melayang di dekat orbit suatu planet. Bldhsjqau menunjuk sebuah planet sesuai dengan titik koordinat yang sudah dia dapatkan dari dalam kepalaku. Tetapi bagiku itu tidak menyerupai bumi.
"Tolol! Ini bukan bumi! Sia-sia aku mengajarimu melacak planet menggunakan titik koordinat." Aku memakinya.
Dia mendekatkan tablet berisi peta semesta yang sudah kami lalui. Ini mengingatkanku pada peta permainan GTA yang pernah kumainkan di bumi berpuluh-puluh tahun lalu.
Koordinat sudah sesuai. Rupanya aku yang terlambat menyadari bahwa planet ini memang bumi. Aku dan Bldhsjqau mendarat di satu titik, yang mana seharusnya di situ adalah hutan rindang pulau Kalimantan. Tapi tak ada yang tersisa selain kegersangan.Â
Aku melacak keberadaan manusia dengan sebuah alat mata-mata yang diciptakan oleh istri alienku. Namun tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kami mengelilingi bumi lima belas menit.Â
Dan ternyata memang sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Bumi menjadi tempat yang sangat asing bagi ingatanku. Lebih seperti planet yang sudah mati, tak punya apa-apa untuk dibanggakan lagi. Gersang dan hampa.
Bldhsjqau marah padaku. Dia beranggapan bahwa aku pembohong. Aku menjelaskan banyak hal padanya dalam perjalanan pulang. Termasuk alasan yang masuk akal kenapa bumi berubah, gersang dan keberadaan manusianya yang kini sudah punah. Â
Kukatakan padanya bahwa ini karena kesalahan manusia itu sendiri yang terlalu mendewakan nafsu, mengutamakan jabatan, dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekayaan.Â
Termasuk mencemari lautan dan menebangi seluruh hutan. Inilah dampak buruk yang pernah aku katakan, yang para petinggi dunia itu abaikan, dan yang kini harus mereka rasakan.
Juga kujelaskan padanya tentang diriku, seorang manusia  yang berbeda dari manusia kebanyakan, aku orang baik yang  sialnya malah di usir dari buminya sendiri karena ingin melindungi kehidupan yang ada di dalamnya. Kini, aku satu-satunya manusia yang tersisa.
Betapa pun aku membenci mereka, aku tetaplah bagian dari mereka; seorang manusia yang mudah meneteskan air mata ketika kehilangan segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H