Pagi hari tadi sekitar pukul enam, saya sedang membuka dan menaik-turunkan beranda Instagram. Saya mengernyitkan dahi kala menemukan sebuah foto berlatar biru dengan kutipan inti 'Time to Say Goodbye' dari akun bercentang biru milik Kanal BlackBerry Messenger yang saya ikuti.
Saya memang tidak terlalu terkejut kalau pada akhirnya layanan ini berhenti. Tapi saya tidak menyangka bahwa akan secepat ini.
"Hari ini kami mengumumkan bahwa BBM akan berhenti beroperasi pada 31 Mei 2019."
Kalau boleh jujur, hati saya seperti tertusuk atau semacamnya, ada perasaan sedikit berat ketika harus menjadi saksi kepamitan BlackBerry Messenger. Saya cukup dekat dengan layanan dan aplikasi pesan instan ini, dan saya sudah menggunakannya selama empat tahunan sebelum meng-uninstall-nya secara permanen tahun lalu.
Rilis pertama kali pada tahun 2005, tepatnya tanggal 1 Agustus, BlackBerry Messenger atau biasa disebut dan disingkat BBM pernah menjadi salah satu layanan pesan instan yang berjaya di Indonesia. Kendati dulunya merupakan salah satu layanan eksklusif bagi pengguna telepon genggam BalackBerry, BBM akhirnya bisa dinikmati oleh khalayak setelah pihak BlackBerry Limited merilis versi stabil untuk plattform IOS dan Android pada tahun 2013.
Simpel, praktis, keren dan efisien. Itulah kesan pertama yang saya temukan pada aplikasi BBM ketika menggunakannya pertama kali di smartphone saya, Samsung Galaxy Young. Banyak sekali kenangan dan kesan-kesan yang mendalam bagi saya dengan layanan aplikasi ini.Â
Semisal kode-kodean dengan doi di status, ancaman dari pesan broadcast (siaran), tes kontak biar doi peka kalau saya sedang aktif, awal mula kata 'PING!' atau hal paling keren di waktu itu; adanya opsi untuk menampilkan sedang mendengarkan sebuah lagu. Lalu di beranda notifikasi akan muncul pemberitahuan: Si Kampret sedang mendengarkan Avenged Sevenfold - Dear God.
Berada di bawah naungan perusahaan perangkat lunak BlackBerry Limited, dan sempat mengalami pasang surut hingga disebut hidup kembali semenjak dikembangkan oleh EMTEK Group pada akhir 2016, namun nyatanya bagi saya BBM di tangan mereka malah semakin ngeyel.
Mereka sering merilis pembaharuan, alih-alih semakin stabil, BBM justru tambah berat, memakan banyak RAM dan penyimpanan storage pada smartphone. Seingat saya, pada awalnya ukuran BBM hanya berkisar 10 sampai 16 megabyte, tapi semakin ke sini ukurannya semakin besar.
Terakhir kali saya menggunakan aplikasi ini pada bulan Maret tahun 2018, ukurannya sekitar 30 megabyte lebih. Itu pun belum termasuk data tambahan ketika saya memakainya.
Jika dihitung dengan data tambahan tersebut, mungkin besaran ukurannya berkisar 200 megabyte lebih. Ditambah kian banyaknya  iklan-iklan gaje yang bermunculan pada kolom pembaharuan status yang membuat saya merasa sangat ilfil.
Entah mungkin cuma saya yang merasa, atau orang lain juga. Setidaknya itulah kesimpulan yang bisa saya sampaikan dari cinta saya yang berubah menjadi benci pada sebuah layanan aplikasi  pesan instan yang akan menutup diri pada 31 Mei 2019 mendatang.
EMTEK Group pun mengakui bahwa mereka kesulitan untuk mendapatkan user baru sementara user lama mereka perlahan mulai melirik platform lain yang lebih ramah dan ringan seperti WhatsApp, Line, WeChat dan lain-lain.
"Walaupun kami telah mengerahkan berbagai upaya, banyak pengguna memilih beranjak ke platform lain, sementara pengguna baru sulit untuk didapat." Seperti yang tertulis di situs crackberry.
"Walaupun berat, kini telah tiba waktunya untuk kami beranjak."
Pada baris selanjutnya, mereka mengucapkan kasih.
"Kami mengucapkan terima kasih pada para pengguna, mitra, dan karyawan kami yang telah menjadi bagian dari BBM selama ini. Dukungan Anda sangat berarti bagi kami."
Sedih memang. BBM akan pamit dan membawa segala kenangan atau perasaan manis ketika melihat notifikasi berbintang merah sebagai tanda "Anda sedang menerima pesan". Meskipun ketika saya membukanya, pesan tersebut malah berupa broadcast obat kejantanan dari pengguna BBM yang permintaan pertemanannya baru saya konfirmasi. Padahal saya kira dia adalah perempuan cantik tulen yang hendak menyapa dan memulai percakapan lewat salam perkenalan.
Tapi, walau bagaimana pun, BBM, terima kasih banyak untuk segala kemudahan dalam berhubungan, untuk membuat saya merasa pernah keren, sebagai saksi hidup penolakan dari gebetan (aisshhhh), dan sebagai sesuatu yang pernah menjadi penghubung utama saya dengan keluarga jauh saya.
#terimakasihbbm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H