"Pada beberapa kasus, gangguan sendi temporomandibular ada yang memerlukan perawatan medis intensif untuk menjaga sendi rahang agar tidak memburuk. Tak  jarang pula harus dilakukan pembedahan yang memakan biaya cukup besar."Â
Begitulah kiranya kesimpulan pada paragraf terakhir artikel dari Axa Mandiri tersebut. "O tidaakk! Saya bakal lakukan apa saja. Asal jangan berurusan dengan dokter dan rumah sakit." Batin saya yang lebay terkejut dan berontak.
Usut punya usut, rupanya ada hal yang selama ini saya anggap remeh yang ternyata bisa menjadi pemicu utama terjadinya masalah pada sendi temporomandibular, yaitu pengunyahan makanan yang terlalu dominan pada satu sisi!Â
Inilah alasan yang relevan kenapa saya mendiagnosa diri saya mengalami disfungsi sendi tersebut. Gigi geraham atas sebelah kiri saya berlubang sejak saya berumur sembilan tahun dan jarang sekali saya gunakan untuk menguyah makanan.
Jika dihitung-hitung, sudah sekitar tiga belas tahunan dominan sisi kanan mulut yang saya gunakan untuk menguyah. Waktu yang memang sangat lama.Â
Bahkan ketika gigi geraham saya yang berlubang itu copot di usia 12 tahun, dan kembali tumbuh dengan sempurna, saya tetap jarang menggunakan bagian kiri mulut saya untuk mengunyah makanan. Ya, karena saya sudah terbiasa dan merasa lebih nyaman jika mengunyah menggunakan bagian sebelah kanan.
Kemudian menurut drg. Remita Adya Prasetyo, Sp., PM. pada Tribunjatim, selain dapat mengganggu sendi temporomandibular, mengunyah pada satu sisi saja juga bisa berdampak bagi otot pengunyah sehingga garis median wajah di antara gigi bisa bergeser dan pada akhirnya wajah bisa penceng atau miring.Â
Sebagai tambahan, beliau juga memgimbau untuk membagi makanan di sisi kanan dan kiri mulut karena hal demikian akan mencegah terjadinya penumpukan kerak gigi dan bau mulut.
Selain kebiasaan buruk megunyah makanan pada satu sisi, gangguan pada posisi gigi geligi, cedera akibat pukulan atau kecelakaan, serta stres yang berlebih juga bisa menjadi  penyebab lain dari terjadinya gangguan pada sendi temporomandibular.
Hingga pada akhirnya --timbang-timbang jadi semakin parah, ya kan-- saya menyerah dan memberanikan diri untuk pergi ke dokter di salah satu rumah sakit umum di kota saya. Pertama kali berhadapan dengan dokter, saya merasa kagok, gugup dan salah tingkah seperti sedang diperhatikan calon kekasih.
Padahal dokternya laki-laki. Dan ternyata dugaan saya selama ini memang benar adanya. Saya mengalami disfungsi pada sendi temporomandibular.