Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pengakuan untuk Sofia: Cinta yang Sebenarnya Tak Pernah Ada

10 Februari 2018   16:25 Diperbarui: 10 Februari 2018   18:24 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu kau menangis lagi, sederas hujan, sekencang angin badai. Kau meneleponku dengan suara parau dan terisak. Sudah kuduga, laki-laki itu menyakiti hatimu lagi. Terhitung sudah empat kali, namun kau bersikukuh bahwa dia adalah masa depan yang kau yakini. Kau mencurahkan segala resahmu padaku hingga pukul satu. Aku mendengarkanmu meski kantuk sulit tertahan di ujung mataku. 

Kau mau bicara banyak padaku hanya di saat kau sedang jatuh dan terluka. Aku tak mengeluh. Meski di hari-hari lain kita seakan berperan sebagai orang asing. Malam itu kau tak menyudahi obrolan kita hingga kau tertidur pukul setengah dua. Aku pun enggan menyudahinya. Aku selalu ingin mendengar desah nafasmu ketika tertidur lelap. Aku menyukainya meski yang kumiliki darimu hanyalah suara. Aku berharap agar kau  merasa lebih baik di keesokan harinya.

Di malam berikutnya aku menyapamu lewat sosial media. Sekadar menanyakan apakah harimu baik-baik saja. Jawabmu singkat. Tak seantusias saat kau meneleponku dengan luka. Namun aku memakluminya, mungkin karena kau masih dalam perasaan kecewa. Aku tak berani banyak bertanya padamu. Takutnya kau akan tersinggung dan berpaling membenciku. Aku beranikan diri untuk menawarkan sandaran jika hatimu tengah kelelahan. Kau menyambutnya dengan emoji tawa. Kubilang bahwa semuanya akan baik-baik saja. 

Aku senang jika aku adalah salah satu orang yang kau percaya untuk bercerita. Meski hanya sebatas itu dan kau tak pernah mau mencoba membuka hati untukku. Semenjak malam itu, ada semburat gelisah yang menyusup di bagian hati paling dalam. Ada riak-riak rindu yang beriringan dengan keputusan untuk menjagamu agar  tak kembali jatuh percaya dengan laki-laki itu. Aku ingin melindungimu.

Beberapa bulan berjalan, semakin kupendam rasa itu di dasar hati. Tak jarang aku menahan emosi yang meluap-luap ketika kau bilang rindu untuknya datang tanpa permisi. Bahwa rasa itu masih menggelora dan belum mati. Aku menggerutu di dalam hati. Bagaimana bisa aku menaruh simpati pada perempuan keras kepala dan sebodoh ini. Sampai sejauh ini kita berbagi, dan kau masih belum mengerti bahwa bukan cinta namanya jika salah satu tersakiti. Namun dengan kokohnya kau menyimpannya bersama air mata yang kau tumpahkan di pipi, sementara di luar sana mungkin dia sedang  bermain api dengan temanmu sendiri.

Pada senja yang berwarna jingga itu, kubulatkan tekad untuk mengikatmu. Menjadi lelaki yang akan mencairkan kebekuan di dalam hatimu. Dengan kesungguhan yang kuselipkan di setiap perhatian, aku ingin kau balas mencintaiku meskipun aku tahu jika cintamu masih belum sedalam itu. Kau bilang kau masih perlu waktu. Aku tak tahu butuh berapa lama agar kau bisa lebih mengenal aku. Dalam keraguanmu di hari itu, aku meyakinkanmu untuk memilihku. Kupastikan kau tak akan menyesal jika bersamaku. Namun dengan keras kepalanya kau tetap meminta waktu. Jangka seminggu yang kuberikan kau iyakan. Selama itu pula kita tak lagi berhubungan.

Sepekan menunggumu memberi jawaban membuat aku tak keruan siang malam. Dan bodohnya aku karena tidak mempersiapkan hati untuk menerima sebuah penolakan. Hanya terima kasih yang kau ucapkan dalam samar suara di malam  hari yang hujan. Tanpa rasa malu aku memintamu untuk berpikir ulang. Namun katamu, kau sudah tak lagi sendirian. Kau kini telah berpasangan. 

Entah sejak kapan. Kau mencoba membuatku tegar dengan mengucapkan sepenggal kalimat yang sebenarnya hanya ingin kudengar, namun tak pernah ingin kau umbar. Kau bilang bahwa kau juga punya rasa yang sama. Aku tersenyum ringan, bahkan hujan pun tahu jika kau sedang berdusta. 

Aku ingin tahu siapa lelaki yang kali ini mendahului aku. Tanpa menyebutkan siapa dia, kau meminta maaf kepadaku. Ah, aku tahu. Rupanya laki-laki itu. Kau benar-benar bodoh dan keras kepala dengan memutuskan untuk kembali ke pelukan bajingan itu.  Suasana di antara kita hening seketika, dan hujan jadi lebih lebat turun ketimbang sebelumnya. Beberapa saat setelah hujan reda aku memutuskan untuk pulang, membawa hati yang hancur berserakan. Aku berpapasan dengan lelaki itu di jalan. Lelaki bajingan yang berkali-kali melukai hatimu. Lelaki yang juga saat ini menjadi kekasihmu lagi. Aku menatapnya dengan benci.

Aku masih belum percaya kau menolakku dan lebih memilih untuk kembali bersama  orang itu. Aku tulus mencintaimu. Apa artinya selama berbulan-bulan aku menjadi sandaran? Aku terlalu sibuk berjuang sebagai penenang, tanpa kutahu kau sudah menobatkan dirinya lagi sebagai pemenang.

Tiba-tiba aku terbangun dari mimpi buruk. Aku pergi ke teras dan merasakan udara yang di malam hari itu terasa sangat dingin dan mencekam. Sudah pukul dua pagi. Kurasa aku tak akan bisa tidur lagi. Mimpi buruk itu terasa sangat nyata dan menghantui.

Keeseokan harinya aku berinisiatif untuk menghubungimu. Entah kenapa tiba-tiba aku ingin begitu. Namun nomor yang kutuju tidak aktif. Beberapa kali aku coba pada waktu yang berbeda, namun hasilnya tetap sama. Aku mulai mengkhawatirkanmu, meski penolakan itu masih terasa sakit dan sesak di dadaku. Aku putuskan untuk pergi ke tempat kosmu sore itu, sembari membeli beberapa cemilan dan minuman instan di minimarket yang jaraknya ratusan meter dari kosanmu.

Aku terkejut. Ada garis polisi di sekeliling tempat itu. Aku bertanya apa yang terjadi di sana pada orang-orang sekitar. Mereka bilang tadi malam ada pembunuhan. Aku benar-benar tidak percaya. Aku langsung menanyakan tentang keadaanmu, dan mereka bilang kau sudah dibawa ke rumah sakit, mereka bilang kau terluka di bagian kepala. Dan, ketika aku kembali bertanya tentang siapa yang tewas, ternyata lelaki bajingan itu.

Aku benar-benar terkejut namun ada terselip perasaan puas. Aku segera menuju Rumah Sakit tempat kau di rawat, bertemu teman-teman dan orangtuamu di sana. Mereka menatapku dengan penuh curiga. Aku belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Mereka menanyakan siapa aku, dan kujawab bahwa aku adalah teman dekatmu. Aku tanyakan keadaanmu lewat mereka. Aku bersyukur lukamu tidak seberapa, meski kata dokter kau mengalami amnesia akibat benturan cukup keras di kepala.

Kau terbangun dalam keadaan trauma dua hari sesudahnya, sementara aku dan orangtuamu bergiliran menjagamu di sana. Mereka baik dan nampak sangat memercayai aku. Akhirnya kau kembali bisa membuka suara di hari itu. Namun kau benar-benar lupa segalanya, kecuali ibumu, ayahmu dan aku. Kau menatapku dengan tatapan kosong, seakan ada banyak memori yang ingin kau ingat tentang aku. Orangtuamu menjelaskan tentang aku. Kau pun percaya dan semenjak itu kita semakin dekat, meski hanya beberapa potongan kecil tentang aku yang kau ingat.

Beberapa kali polisi meminta aku dan juga teman-temanmu untuk memberikan keterangan terkait insiden pembunuhan itu, namun mereka tak menemukan apa-apa, meski beberapa kali padaku mereka menaruh curiga. Hingga beberapa minggu kemudian kau dibolehkan untuk pulang. Selang tak berapa lama aku meminta izin untuk mempersuntingmu di hadapan ayah dan ibumu. 

Mereka setuju dan kau pun mau. Kali ini akan kuwujudkan janjiku untuk menjagamu. Kita pun menikah tiga minggu sesudah itu. Sebulan berlalu tanpa terasa, ketika itu kau dinyatakan sedang berbadan dua. Aku tahu, bayi yang kau kandung saat itu bukan anakku, tapi anak lelaki bajingan itu. 

Ya, sekarang aku ingat semuanya. Semua itu bukan mimpi, semua itu nyata. Akulah yang telah membuatmu amnesia dan membunuh lelaki yang kau cintai. Aku membunuhnya ketika kalian sedang bercinta di malam dingin yang sepi. Cemburu itu membuatku tak terkendali. Sofia, jika saat ini kau mengingat semuanya, apakah saat ini kau masih mau bersamaku dan membiarkan cinta itu ada?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun