*Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran dalam Filsafat Hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat.
*Aliran Sociological Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law).
*Mazhab sosiologis yang pada dasarnya menyatakan bahwa hukum sebagai suatu norma sosial tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat karena terdapat keterkaitan yang erat antara hukum dan masyarakat.
* Positivisme Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan pengalaman sama-sama penting.
6. Madzhab Pemikiran Hukum (Living Law dan Utilitarianisme)
Living Law dan Utilitarianisme adalah dua madzhab pemikiran hukum yang menawarkan pendekatan berbeda dalam memahami hukum. Living Law melihat hukum sebagai refleksi dari praktik sosial dan budaya masyarakat, sementara Utilitarianisme menilai hukum berdasarkan manfaat yang diberikan kepada masyarakat. Kedua teori ini memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks hukum modern, dengan penerapan yang berbeda di negara-negara dengan latar belakang hukum yang berbeda.
Living Law dan Utilitarianisme menawarkan pendekatan yang berbeda namun sama- sama berharga dalam memahami dan mengembangkan hukum. Living Law menekankan bahwa hukum harus hidup dan berkembang bersama masyarakat, sedangkan Utilitarianisme menilai hukum berdasarkan manfaat yang dihasilkannya untuk kesejahteraan sosial. Keduanya memberikan kontribusi penting dalam teori dan praktik hukum modern, terutama dalam konteks pluralisme hukum dan kebijakan publik yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
7. Pemikiran Emile Durkheim
* Emile Durkheim adalah seorang sosiolog terkenal dari perancis. Durkheim terkenal dengan teorinya yang disebut dengan fakta sosial. Menurutnya, fakta sosial adalah cara bertindak baku maupun tidak yang dapat Berperilaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual. Durkheim mengemukakan mengenai solidaritas sosial yang kemudian ia bagi menjadi solidaritas mekanik dan solidaritas organic. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena masyarakat seperti itu memiliki kesamaan norma dan moralitas bersama sebaliknya masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum restitutif. Seseorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Pelanggaran yang terjadi dilihat sebagai serangan terhadap individu atau segmen lain bukan terhadap system moral. Dalam bukunya yang kedua Suicide dikemukakan dengan jelas hubungan antara pengaruh integrase sosial dan kecenderungan orang melakukan bunuh diri. Durkheim ingin mengetahui pola atau dorongan sosial dibalik tindakan bunuh diri yang terlihat sepintas merupakan tindakan yang sangat individual. Ada empat jenis bunuh diri menurut Durkheim yaitu Altruistis Egoistis Anomik dan Fatalistis.
8. Pemikiran hukum Max Weber dan H.L.A Hart
Pemikiran hukum Max Weber dan H.L.A. Hart menawarkan dua pendekatan berbeda dalam memahami hukum. Weber melihat hukum sebagai bagian dari struktur kekuasaan dan alat legitimasi dalam masyarakat modern, yang dijalankan secara birokratis dan dipengaruhi oleh proses rasionalisasi. Sebaliknya, Hart memfokuskan pada analisis logis dari struktur hukum itu sendiri, membedakan antara aturan primer dan sekunder, serta mengembangkan konsep *rule of recognition* untuk menentukan validitas hukum. Weber menekankan hubungan hukum dengan konteks sosial, sedangkan Hart melihat hukum sebagai sistem aturan yang bisa dipahami terlepas dari moralitas. Kedua pandangan ini memberikan dasar kuat untuk sosiologi hukum (Weber) dan filsafat hukum analitik (Hart).