Mohon tunggu...
Muhammad Syahrul
Muhammad Syahrul Mohon Tunggu... Insinyur - Millenials generation that will change the world for the better future

Future Enthusiast. Continuous Learner. iDevice Fanboys. Interest in Enterpreneur Things.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bergerak Bersama, Menyambut Hari Listrik Nasional di antara Bising Jokowi dan Menteri Kabinetnya

26 Oktober 2019   14:04 Diperbarui: 26 Oktober 2019   14:12 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Hari Listrik Nasional ke 74 | pln.co.id

27 Oktober ini kita memperingati hari Listrik Nasional yang ke 74. Dari sejarah dimulainya Hari Listrik Nasional kita belajar, bergerak bersama adalah akar kemajuan.

Kamu, saya, PLN, negara dan seluruh rakyat Indonesia. Kita semua harus terlibat, demi 100% terang Indonesia.

PLN tak bisa sendirian. Masalah kelistrikan ini rumit dan kompleks. Bisa saja hati PLN sepenuhnya untuk pelanggan, tapi tangan dan kaki terikat ruwet aturan birokrasi. Masalah lingkungan pun masih menghantui. 

Padahal listrik itu hak semua orang. 

Dari rakyat di ujung pulau Weh Aceh sampai suku marind di Merauke.

Kita harus bergerak bersama.

***

Sebelum kemerdekaan, jawatan-jawatan listrik berjalan dengan sendiri-sendiri. Ini karena sebagian besar perusahaan tersebut memang awalnya tidak niat jual listrik. Pabrik gula dan teh butuh pembangkit untuk usahanya. 

N V NIGM, perusahaan gas asal negaranya Ezra Walian, yang mengawali buat tren jual listrik untuk umum.

Akhirnya, banyak perusahaan lain yang ikut. 

Di masa itu, perusahaan yang cukup besar di bidang listrik adalah ANIEM. ANIEM ini masih terhitung anak usaha N V NIGM tadi. Market share nya mencapai 40% di seluruh Indonesia. ANIEM ini beroperasi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan. Luas sekali, jaman itu.

Akhirnya pada 1942, Miyabi datang ke Indonesia. Eh Jepang maksudnya.

Perusahaan listrik yang ada dikuasai. Dirombak dengan manajemen model Jepang. Jepang membentuk lembaga untuk mengurus kelistrikan. Namanya Djawa Denki Djigjo Kosja. 

Tak lama Jepang kalah oleh Sekutu.

Perusahaan listrik yang ada jadi tak bertuan. Akhirnya para pemuda Indonesia berusaha mengambil alih pengelolaan.

Pada September 1945, perusahaan-perusahaan listrik ini bersepakat menghadap bung Karno.

Tujuannya, mengembalikan pengelolaan perusahaan kelistrikan pada pemerintah Indonesia.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas dibawah departemen PU dan Tenaga.

Tanggal itulah Hari Listrik Nasional diperingati.

***

Kini wajah kelistrikan Indonesia sudah berbeda. Pemerintah, lewat PLN, menjadi penanggung jawab utama penyediaan listrik.

Indonesia dengan 17000 pulau, luas hampir 2 juta kilometer persegi. Rasio kelistrikan sudah diatas 95%. Targetnya tahun ini 99,9%. Walaupun yang dimaksud rasio elektrifikasi hanyalah jumlah nyala lampu. HANYA LAMPU.

Bukan nonton tivi, bukan pakai mesin cuci.

Jadi selesai dong masalah listrik di Indonesia?

Tidak juga.

Kalau ada lampunya, bisa menyala, tapi sehari mati sehari nyala, mahal tagihannya, dan bikin rusak lingkungan karena pembangkit listriknya, berarti masalah masih di depan mata.

Listrik yang HANDAL, MURAH dan RAMAH LINGKUNGAN adalah mimpi selanjutnya. Kondisi yang dihadapi saat ini, listrik bisa murah tapi rusak lingkungannya gara-gara batubara. Listrik bisa ramah lingkungan tapi mahal biayanya. Listrik bisa handal tapi babak belur PLN nya karena mati-matian efisiensi.

Contoh Tenaga Panas Bumi. Yang agak ramah lingkungan. Biaya investasinya 5 juta dolar per MW. Bandingkan dengan Pembangkit batubara, yang hanya 3 juta dolar per MW.

Kalau biaya ramah lingkungan ini dibebankan pada pelanggan listrik, dompet kita yang teriak. Tagihan listrik tentu melonjak.

Kalau dibebankan pada PLN, maka perusahaan listrik ini akan sibuk efisiensi, yang pada akhirnya, kehandalan layanan listrik bisa saja jadi korbannya.

***

Solusi masalah kelistrikan kita hanya bisa dituntaskan dengan kolaborasi dan partisipasi. PLN tak bisa sendirian. 70 juta pelanggan itu angka yang besar. Di 2027 ditargetkan mencapai 90 juta. Pun tak ada sebuah solusi sakti yang akan menuntaskan masalah kelistrikan kita. Berbagai terobosan perlu segera dilakukan. Sekarang. Dari hulu sampai hilir sistem kelistrikan negara kita. Nilai utama bangsa kita, Gotong Royong, perlu digemakan demi dunia kelistrikan yang lebih baik di masa depan. Optimalisasi teknologi macam AI dan Big Data, pengembangan energi primer ramah lingkungan, panel surya komunal hingga kendaraan listrik.

Cukup sudah berdebat Jokowi atau Prabowo nya. Atau siapa menterinya. Tak bisa hanya menaruh harap pada pemerintah. Gerakan masyarakat jauh lebih kuat. Lebih impactful.

Karena itu, mari berpartisipasi, sebelum terlambat, entah saat bumi kita makin sakit. Atau tak lama lagi mulai terjadi krisis listrik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun