Dewasa ini transisi energi semakin menarik dibahas seiring meningkatkan kekhawatiran dunia internasional terhadap perubahan iklim. Transisi energi adalah wujud nyata peralihan dari penggunaan energi berbasis bahan bakar fosil, termasuk minyak dan batu bara, menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu aspek penting dalam proses transisi energi adalah elemen transportasi. Transportasi menjadi salah satu penyumbang emisi karbon dioksida (CO2) terbesar, khususnya kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.
Sejalan dengan situasi ini, kendaraan listrik (electric vehicle) datang sebagai solusi potensial untuk mengurangi emisi kendaraan. Dengan listrik dan baterai sebagai sumber energinya, kendaraan listrik menawarkan alternatif yang ramah lingkungan ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Indonesia berupaya mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di Dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem tersebut khususnya baterai listrik atau EV battery.
Kehadiran ekosistem kendaraan listrik ini juga akan meningkatkan pendapatan negara, baik dari sisi pajak, dividen, bea ekspor, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Namun, pangsa pasar kendaraan listrik di Indonesia sendiri sebenarnya tidak begitu berjalan baik. Harga yang relatif tinggi, keterbatasan infrastruktur pengisian daya, dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi alasan utama mengapa kendaraan listrik tidak begitu laris di pasaran.
Melihat hal ini, pemerintah meramu kebijakan dalam beberapa regulasi untuk memberikan insentif pajak terhadap kendaraan listrik. Hal ini menjadi pertanyaan bagi beberapa pihak, mengapa pemerintah malah memberi insentif pajak?
Padahal, jika tujuan ekosistem kendaraan listrik ini adalah untuk meningkatkan perekonomian dalam negeri, maka insentif pajak yang jelas-jelas mengurangi pendapatan negara merupakan solusi yang problematik.
Dalam memandang masalah ini, memang benar bahwa pajak berfungsi untuk mengambil pendapatan setinggi-tingginya yang nantinya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Ini sesuai dengan fungsi pajak sebagai anggaran (budgetair).
Di sisi lain, pajak juga memiliki fungsi regulasi (regulerend). Artinya, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan dalam bidang sosial dan ekonomi.