Mohon tunggu...
Syahrila Asya Nabila
Syahrila Asya Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Jakarta

Finding meaning through words

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Efektivitas Perbedaan Kinerja, Tarif, dan Pengalaman para Pengguna di Jakarta antara Kereta Cepat dan Kereta Konvensional Rute Jakarta-Bandung

25 November 2024   13:35 Diperbarui: 25 November 2024   19:25 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allendra Omar Sidirama, Syahrila Asya Nabila, Almas Aura Zakiah, Septi Ayu Febriyani, Amirah Aradhana Budaya, Fitria Dwi Risna Putri, Aditya Cahya Fadillah, Satrio Wibowo, Intan Putri Haryanti, Nazwa Refini. 

Akuntansi Program Diplomat (D3), Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. 

NIM: 2410102049, 2410102041, 2410102044, 2410102046, 2410102047, 2410102048, 2410102052, 2410102062, 2410102066, 2410102073.

Email: 

2410102049@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102041@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102044@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102046@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102047@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102048@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102052@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102062@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102063@mahasiswa.upnvj.ac.id; 2410102073@mahasiswa.upnvj.ac.id.

           

Abstrak

Kereta api merupakan moda transportasi massal yang memiliki peran penting dalam mendukung mobilitas masyarakat dan menghubungkan berbagai wilayah. Di Indonesia, rute Jakarta-Bandung kini dilayani oleh dua moda transportasi kereta yang berbeda, yaitu kereta cepat dan kereta konvensional, yang masing-masing memiliki keunggulan dan karakteristik unik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas kedua moda tersebut dari aspek kinerja, tarif, dan pengalaman pengguna. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan wawancara terhadap sembilan responden, termasuk pengguna dari kedua moda transportasi dan pihak humas stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kereta cepat menawarkan waktu tempuh lebih singkat dan fasilitas modern yang meningkatkan kenyamanan, menjadikannya pilihan utama bagi pengguna yang mengutamakan efisiensi waktu, meskipun dengan tarif lebih tinggi. Di sisi lain, kereta konvensional tetap diminati karena tarifnya yang lebih terjangkau serta memberikan pengalaman perjalanan yang lebih santai. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang transportasi dan memberikan masukan bagi pembuat kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi publik yang berkelanjutan.

Kata Kunci: Kinerja, Tarif, Pengalaman Pengguna, Kereta Cepat, Kereta Konvensional.

Abstract

Trains are a mode of mass transportation that has an important role in supporting community mobility and connecting various regions. In Indonesia, the Jakarta-Bandung route is currently served by two different modes of train transportation, namely high-speed trains and conventional trains, each of which has unique advantages and characteristics. This study aims to analyze the effectiveness of both modes from the aspects of performance, fares, and user experience. The research method used is a qualitative approach with interviews with nine respondents, including users of both modes of transportation and station public relations. The results show that high-speed trains offer shorter travel times and modern facilities that increase comfort, making them the top choice for users who prioritize time efficiency, albeit at a higher fare. On the other hand, conventional trains remain in demand due to their more affordable fares and more relaxed travel experience. The findings of this study are expected to contribute to the development of science in the field of transportation and provide input for policy makers to improve the quality of sustainable public transportation services.

Keywords: Performance, Fare, User Experience, High-Speed Train, Conventional Train.

Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan infrastruktur di Indonesia khususnya pada kawasan metropolitan, telah berhasil mendorong kebutuhan akan moda transportasi yang efisien, menerapkan manajemen waktu yang baik serta nyaman digunakan masyarakat. Rute Jakarta-Bandung merupakan salah satu koridor utama dengan tingkat mobilitas yang tinggi, digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat dalam kebutuhan perjalanan bisnis maupun sarana rekreasi atau perjalanan wisata. Untuk mengakomodasikan permintaan tersebut, telah disediakan berbagai moda transportasi, termasuk kereta cepat yang mulai beroperasi dengan baik pada tanggal 17 Oktober 2023 atau kereta konvensional yang sudah awam digunakan. Tema yang kami angkat untuk project ini adalah pembangunan merata dan inklusif, dengan fokus pada pembangunan dan pemerataan infrastruktur, khususnya dalam moda transportasi kereta. Pembangunan inklusif bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, memberikan akses yang lebih baik bagi semua lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan.

Adi dan Putranto (2023) mengemukakan bahwa transportasi kereta cepat ialah sebuah transportasi kereta yang dapat bergerak pada kecepatan yang tinggi yakni lebih dari 350 km/jam. Di Indonesia, kereta cepat Jakarta-Bandung ini dibangun oleh sebuah perusahaan PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang melakukan kerja sama pada PT. Wijaya Kusuma (Persero) Tbk (WIKA) sebagai kontraktor utama pada pembangunan dari kereta cepat arah Jakarta- Bandung dari stasiun yang berada di Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta sampai ke stasiun Tegalluar yang berada di Kabupaten Bandung (PT. Kereta Cepat Indonesia China, 2021). Proyek transportasi modern seperti yang dilaporkan dalam studi oleh Kementerian Perhubungan (2022), dapat mengurangi waktu tempuh Jakarta-Bandung hingga 45 menit dibandingkan dengan kereta konvensional yang memerlukan waktu sekitar 3 jam. Selain waktu tempuh, aspek peningkatan ketepatan jadwal, kenyamanan, serta kemajuan teknologi juga menjadi salah satu nilai jual utama kereta cepat.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prasetyo dan Herman (2022) menyatakan bahwa pembangunan moda transportasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpangkal pada tiket KA Argo Parahyangan yang selalu habis terjual dan banyak penumpang yang tidak mendapatkan tiket (Syifa, 2016) dan lonjakan volume kendaraan di ruas Tol Cipularang pada keadaan tertentu mengakibatkan waktu tempuh yang semakin lambat. Oleh karena itu pemerintah Indonesia melakukan kerjasama bersama Pemerintah China pada tanggal 29 September 2015 untuk membangun Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung yang memiliki waktu tempuh hanya 36-44 menit dengan kapasitas maksimum sebanyak 601 orang.

Akan tetapi, kereta konvensional sudah lebih lama hadir dalam melayani masyarakat, menawarkan harga yang relatif lebih terjangkau dengan frekuensi perjalanan yang jauh lebih banyak dibandingkan kereta cepat. Meskipun dalam aspek manajemen waktu kereta konvensional memiliki daya tempuh yang lebih lama, namun moda transportasi kereta konvensional ini tetap diminati oleh masyarakat karena memiliki harga yang lebih ekonomis dengan jaringan yang lebih luas dan pengalaman yang sudah teruji.

     Kedua moda transportasi tersebut memicu beberapa fenomena sosial yang signifikan bagi para pengguna kereta Jakarta yang dapat ditandai dengan adanya pergeseran pola mobilitas masyarakat melalui peningkatan penggunaan transportasi publik dan perubahan jam sibuk, sampai dengan perubahan perilaku pengguna terkait preferensi terhadap moda transportasi yang lebih cepat dan nyaman. Dengan adanya pernyataan tersebut, muncul pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan efektivitas kedua moda transportasi tersebut dalam memenuhkan kebutuhan penumpang, serta bagaimana perbandingan kinerja, tarif, dan pengalaman pengguna paska menggunakan kereta cepat maupun kereta konvensional rute Jakarta-Bandung. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperlukan analisis mendalam mengenai perbedaan-perbedaan utama dan pendapat khalayak mengenai kedua moda transportasi tersebut.

Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk mengeksplorasi dan membandingkan efektivitas Kereta Cepat dan Kereta Konvensional dari segi kinerja (kecepatan perjalanan, waktu tempuh, dan ketepatan jadwal), pentarifan (harga tiket, tarif operasional, dan dampaknya terhadap perekonomian lokal), serta pengalaman pengguna (kenyamanan, fasilitas, dan kepuasan pelanggan), sehingga dapat memberikan wawasan bagi para pemangku kepentingan dalam menentukan strategi transportasi yang lebih baik dan efisien di masa mendatang.

Tinjauan Pustaka

1. Efektivitas

Berasal dari bahasa Inggris, yaitu effective, yang berarti berhasil dengan baik. Arti kata ini menyiratkan bahwa sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Barnard (2008: 27) menjelaskan efektivitas adalah keadaan dinamis dimana pemenuhan tugas dan tugas merupakan proses konsisten dengan tujuan yang ditetapkan dan usulan kebijakan program. Beni (2016) menjelaskan, efektivitas merupakan hubungan antara output dan tujuan atau dikatakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur dari organisasi.

Efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan layanan masyarakat yang merupakan sasaran yang sudah ditentukan. Ravianto (2014:11) menjelaskan, efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Gibson (2013:46) menjelaskan, efektivitas adalah penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan organisasi. Handoko (2006) berpendapat bahwa, efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang paling tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Maulana dan Rachman (2016) menerangkan, efektivitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit yang mencapai tujuan yang diinginkan. Robbins (1996) menjelaskan, efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditekankan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan di mana terjadi kesesuaian antara tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dengan hasil yang dicapai. Dengan demikian efektivitas lebih menekankan bagaimana hasil yang diinginkan itu tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

2. Kinerja

Kinerja mencerminkan tingkat pencapaian dalam pelaksanaan kegiatan atau kebijakan organisasi untuk mencapai sasaran, visi, dan misi yang ditetapkan dalam rencana strategis. Dalam hal ini, kinerja (performance) dapat juga dimaknai sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Rorimpandey, 2020). Kinerja dapat di dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban pegawai kepada organisasi atau instansinya, sedangkan dalam pengertian luas, kinerja bermakna kewajiban pegawai untuk memberikan pertanggungjawaban kerja kepada organisasi atau kepada masyarakat (Hermitasari, 2020). Kinerja dalam konteks profesi guru didefinisikan sebagai hasil nyata yang ditunjukkan oleh guru dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam suatu proses kerja sebagai perwujudan dari kompetensi yang dimiliki terutama dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu. Pelaksanaan aktivitas profesi guru merujuk pada pedoman kerja sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja guru tersebut (Susanto, 2016). Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum, sesuai dengan moral dan etika (Zulaikah, 2019).

3. Tarif

Tarif merupakan biaya jasa tanpa hak kepemilikan. Tjiptono (2006) menjelaskan, tarif adalah istilah harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilitas atau kegunaan tertentu diperlukan untuk mendapatkan suatu jasa. Swasta (2002) menjelaskan, tarif adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang beserta pelayanannya.

Supriyono dalam Marismiati (2011:30) menerangkan, tarif adalah sejumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang dan jasa yang dijual atau diserahkan. Halim, dkk, (2013:47) mengemukakan tarif adalah penentuan harga jual produk atau jasa merupakan salah satu jenis pengambilan keputusan manajemen yang penting. Tarif adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaatmanfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut (Kotler dan Amstrong, 2001). Tarif merupakan satu satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi (Tjiptono, 2004). Swastha (2007) menjelaskan, tarif adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tarif adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atau dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli tersebut.

 4. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Sirajuddin dan Ravember, 2020). Dengan kata lain, pengalaman adalah proses yang melibatkan pembelajaran dan pengembangan potensi perilaku seseorang melalui kejadian yang dialami, baik dari pendidikan formal maupun informal. Pengalaman ini mempengaruhi perkembangan potensi seseorang dan membantu mencapai tingkah laku yang lebih tinggi serta memungkinkan individu mengasah keterampilan dan pemahaman dalam berbagai aspek, termasuk kewirausahaan.

5. Kereta Api

Sebagai moda transportasi massal yang bergerak di jalur rel, kereta api memiliki peran penting dalam mendukung aktivitas industri dan masyarakat. Fasilitas ini tidak hanya memungkinkan mobilitas tenaga kerja dan distribusi bahan baku, tetapi juga menghubungkan pusat-pusat produksi dengan pasar, menjadikannya komponen esensial dalam rantai pasokan dan transportasi ekonomi. Dalam hal ini, kereta api juga dapat diartikan sebagai sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007). Astuti (2017) menjelaskan, kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di rel.

Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Kereta api merupakan alat transportasi penting dalam revolusi industri yang berfungsi menghubungkan sumber bahan baku, tenaga kerja, pusat produksi dan pasar hasil produksi (Alvionita, 2011).

6. Kereta Api Konvensional

Nugraha (2024) menjelaskan, kereta api konvensional adalah moda transportasi yang mudah dijumpai di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang pada umumnya ditarik dengan lokomotif diesel. Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang biasa dijumpai. Kereta jenis ini menggunakan rel yang terdiri dari dua batang baja yang diletakan di bantalan. Di daerah tertentu yang memiliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel bergerigi yang diletakkan di tengah-tengah rel tersebut serta menggunakan lokomotif khusus yang memiliki roda gigi (Rachman, 2023). Dengan kata lain, kereta api konvensional adalah moda transportasi yang umum yang biasanya ditarik oleh lokomotif diesel dan menggunakan rel baja ganda, dengan beberapa lokasi menggunakan rel bergerigi dan roda gigi untuk medan curam.

7. Kereta Api Cepat

Nugraha (2024) menjelaskan, kereta cepat, atau high speed train, atau yang biasa dikenal dengan kereta peluru adalah jenis kereta yang menggunakan sistem canggih, dan jalur yang dirancang khusus untuk mempertahankan kecepatan yang sangat tinggi. Kereta api cepat, merupakan sistem transportasi kereta api yang dirancang untuk mencapai kecepatan tinggi, umumnya di atas 250 kilometer per jam.

Teknologi ini memanfaatkan jalur khusus yang didedikasikan untuk kereta api cepat, sehingga memungkinkan perjalanan yang lebih efisien dan cepat dibandingkan dengan kereta api konvensional (Ardi, 2024). Dengan kata lain, kereta cepat dipandang sebagai jenis transportasi yang dirancang untuk mencapai kecepatan tinggi, di atas 250 km per jam, dengan jalur khusus yang memungkinkan efisiensi dan kecepatan perjalanan lebih tinggi dibandingkan kereta konvensional.

Metode

Metode penelitian yang kami pakai adalah metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berfokus pada pengamatan mendalam untuk memahami fenomena sosial, peristiwa, atau individu. Metode ini menggunakan data deskriptif berupa bahasa lisan atau tertulis dari orang-orang yang diamati. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Sehingga peneliti ingin menggali informasi, dan memahami pendapat informan.

Penelitian ini berfokus untuk menggali informasi, memahami dan menganalisis pendapat informasi mengenai Efektivitas Perbedaan Kinerja, Biaya, dan Pengalaman Pengguna antara Kereta Cepat dan Kereta Konvensional.

Teknik pengumpulan data yang kami gunakan adalah wawancara. Berdasarkan beberapa pendapat ahli, wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan bertatap muka dengan responden atau pihak yang diwawancarai mengenai hal yang diteliti. Penggunaan metode wawancara dari penelitian ini adalah menggunakan wawancara petunjuk umum. Wawancara menggunakan petunjuk umum merupakan wawancara yang dimana pertanyaan yang diajukan telah disusun atau memakai pedoman wawancara.

Teknik wawancara ini kami lakukan kepada 9 narasumber, dengan masing-masing 4 narasumber sebagai pengguna kereta dari instansi Kereta Api Indonesia (KAI), Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), dilengkapi dengan salah satu kepala humas yang bertanggung jawab pada stasiun tertuju kami pada Stasiun Gambir.  

Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan dengan sembilan responden, terdiri dari empat pengguna kereta cepat Whoosh dan empat pengguna kereta konvensional Argo Parahyangan, serta Kepala Humas Daerah Operasional 1 Jakarta. Penelitian ini disusun dengan fokus pada beberapa poin utama, yaitu efektivitas kinerja, tarif, dan pengalaman para pengguna.

a. Efektivitas Kinerja Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Efektivitas kinerja menjadi salah satu aspek penting bagi para pengguna yang memiliki kebutuhan mobilitas tinggi antara kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Berdasarkan narasumber I, yaitu Bayu Dwi Aprianto sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa lokasi stasiun Halim Perdanakusuma sangat strategis berada di pusat kota dan fasilitas yang diberikan pun modern dibandingkan stasiun kereta konvensional. Hal terpenting adalah jadwal keberangkatan dan jadwal tiba di stasiun tujuan tepat waktu.

Pendapat serupa juga dipaparkan oleh narasumber II, yaitu Muhammad Raisya sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa saat mendapatkan kelas jam 9 pagi di ITB Jatinangor dan jam 6 pagi ia masih berada di Depok. Untuk menghindari keterlambatan kelas, Ia memilih untuk menggunakan kereta cepat Whoosh. Efisiensi waktu kereta cepat Whoosh sangat membantu karena kereta konvensional biasa menghabiskan waktu antara 2-3 jam, tetapi dengan kereta cepat Whoosh hanya sekitar 45 menit. Kereta cepat Whoosh sangat tepat waktu, jika pada jadwal kereta berangkat pukul 08.45 WIB maka tepat di jam tersebut kereta akan berangkat.

Narasumber III yaitu Diva juga memiliki pendapat yang sama. Ia menuturkan "Walaupun rata-rata stasiun KCIC letaknya jauh dari pusat kota, tetapi waktu tempuh keretanya sendiri lebih cepat dibanding dengan kereta konvensional."

Narasumber IV, bernama Ana menambahkan perspektifnya, "Bandung kalau ditempuh jalur darat biasanya 2 jam sedangkan kalau dari halim (Whoosh) itu hanya 30 menitan, itu sangat meringkas waktu. Itu adalah salah satu solusi bagi orang yang butuh cepat, setelah yg saya lihat dari sosmed, whoosh ini sangat nyaman tidak seperti kereta pada umumnya."

Narasumber kami yang ke V, Bapak Anggoro menyatakan bahwa stasiun Halim Perdanakusuma lebih dekat dengan rumahnya. Jadi ketika ada pekerjaan di pagi hari, Ia bisa mengejar waktu menggunakan kereta cepat Whoosh dan sore hari Ia bisa pulang kembali ke Bogor. Jika menggunakan kereta konvensional, waktu untuk sampai ke Bandung tentunya lebih lama dan pekerjaannya sudah pasti tertinggal. 

Narasumber VI, yaitu Jali yang berasal dari Cibinong. Ia menyatakan bahwa stasiun Halim Perdanakusuma lebih dekat dari rumahnya dibandingkan stasiun Gambir. Ketika ada pekerjaan di Bandung, tentu saja kereta cepat Whoosh sangat membantunya.

Narasumber VII, yaitu ibu Mona, Pendapatnya sedikit berbeda dengan beberapa narasumber sebelumnya, Ia berkata bahwa perjalanan menuju stasiun Gambir lebih mudah menurutnya. dan dari aksesibilitas kereta pendapat dia sama seperti beberapa pendapat dari narasumber sebelumnya, yaitu perjalanannya yang cepat bahkan Ia berkata "Ibarat makan satu bungkus Kuaci, Kuaci saya belum habis tapi sudah sampai tujuan".

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa kereta cepat Whoosh memiliki keunggulan signifikan dari segi waktu tempuh dan ketepatan jadwal yang membuatnya menjadi pilihan ideal bagi mereka yang membutuhkan kecepatan dalam mobilitas, terutama untuk jadwal pekerjaan atau kuliah yang ketat. Meskipun beberapa narasumber merasa akses menuju stasiun kereta cepat tidak selalu strategis, namun manfaat dari efisiensi waktu tetap dirasakan sangat membantu, bahkan dinilai lebih nyaman dibandingkan dengan kereta konvensional.

b. Perbedaan Tarif Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Tarif menjadi salah satu faktor penentu utama bagi masyarakat dalam memilih moda transportasi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Perbedaan tarif menjadi salah satu acuan bagi para pengguna untuk memilih kereta cepat Whoosh atau kereta konvensional Argo Parahyangan. Berdasarkan narasumber I, yaitu Bayu Dwi Aprianto sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa ia memilih kereta cepat Whoosh dibandingkan dengan kereta konvensional walaupun tarif yang ditawarkan lebih mahal karena keunggulan dari kereta cepat itu mempunyai waktu tempuh yang lebih cepat dibandingkan dengan kereta konvensional. Menurutnya, para mahasiswa dan pebisnis yang ada di Jakarta akan lebih memilih kereta cepat Whoosh jika mereka mengutamakan waktu. Efisiensi waktu sangatlah penting baginya karena banyak sekali pekerja di Jakarta yang memiliki bisnis di Bandung.

Pendapat serupa juga dipaparkan oleh narasumber II, yaitu Muhammad Raisya sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa tarif tiket kereta Whoosh sudah pas dengan benefit yang didapatkan, tetapi untuk kantong mahasiswa yang belum berpenghasilan, tarif tiket kereta cepat Whoosh termasuk mahal terlebih saat rush hour, harga bisa mencapai Rp300.000,00. Sesuai pengalamannya, Ia lebih memilih kereta cepat Whoosh jika memiliki jadwal yang padat dan jika memiliki waktu luang atau ingin menikmati perjalanan menuju Bandung maka Ia akan memilih kereta konvensional.

Begitu pula dengan pendapat dari narasumber III, Diva. Ia menyampaikan terkait tarif kereta cepat yang termasuk worth it dengan apa yang didapat penumpang. "Mereka lebih pilih KCIC dari segi harga dengan segi efisiensi waktu yang lebih tinggi dari kereta konvensional, menurut aku itu worth it sih. Karena kalo dibandingin fasilitas kereta konvensional dan KCIC itu agak jauh," tuturnya.

Narasumber IV, Ana juga menyampaikan pendapat yang sama, "Menurut saya tarif yang ditawarkan KCIC cukup seimbang dengan fasilitas dan kecepatan yang didapat."

Narasumber V yang disampaikan oleh Anggoro sebagai pengguna kereta konvensional Argo Parahyangan, Ia menyampaikan bahwa untuk saat ini harga tiket kereta cepat Whoosh sebanding dari segi harga dengan efisiensi waktu. Jika harga tiket kereta konvensional hampir mirip dengan kereta cepat Whoosh maka Ia yang tinggal di Bogor lebih memilih kereta cepat Whoosh. Menurutnya, ada beberapa pengguna yang lebih memilih kereta konvensional daripada kereta cepat Whoosh karena mereka ingin menikmati pemandangan dan lebih santai. 

Narasumber VI, yaitu Jali sebagai pengguna kereta konvensional Argo Parahyangan menyatakan bahwa harga tiket kereta cepat Whoosh yang sekarang ini mahal dibandingkan dengan harga promo dulu yakni hanya Rp150.000,00. Banyak acuan yang bisa dijadikan pertimbangan bagi seseorang memilih moda transportasi, seperti dilihat dari domisili para pengguna, karena aksesibilitas juga menjadi penyebab pemilihan moda transportasi mereka. Lalu stasiun pemberhentian yang lebih dekat dengan tempat tujuan juga menjadi salah satu alasan mereka.

Narasumber VII, Menurut ibu Mona tarif kereta cepat Whoosh sangat sesuai dengan fasilitas yang diberikan dengan waktu tempuh yang cepat dan pelayanan yang baik dan dari segi efektifitas waktu kereta cepat whoosh lebih disarankan karena waktu tempuhnya yang lebih cepat.

Narasumber VIII, yaitu Trisha menurutnya tarif yang dikeluarkan untuk menaiki kereta Konvensional Argo Parahyangan kurang sesuai dengan fasilitas yang diberikan, yaitu kurang luasnya bagasi barang membuat penumpang harus membawa barang bawaan ke dalam kereta dan membuat duduknya kurang nyaman.

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun tarif kereta cepat Whoosh lebih mahal, banyak yang merasa tarif tersebut sebanding dengan waktu tempuh yang cepat dan fasilitas modern. Para pengguna yang mengutamakan efisiensi waktu dan kenyamanan lebih cenderung memilih kereta cepat. Namun, kereta konvensional tetap menjadi pilihan bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan dengan tarif lebih terjangkau, terlebih bagi mahasiswa dan pengguna yang memiliki waktu lebih fleksibel.

 

c. Pengalaman para Pengguna Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Pengalaman pengguna menjadi salah satu aspek penting dalam menilai kualitas suatu moda transportasi. Berdasarkan narasumber I, yaitu Bayu Dwi Aprianto sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa strata sosial pada kereta cepat Whoosh dan kereta konvensional berbeda. Dengan harga yang ditawarkan kereta cepat lebih mahal, ia lebih nyaman menggunakan kereta cepat karena para pengguna kereta cepat Whoosh lebih sopan dan taat peraturan dibandingkan dengan kereta konvensional.

Pendapat berbeda disampaikan oleh narasumber II, yaitu Muhammad Raisya sebagai pengguna kereta cepat Whoosh menyatakan bahwa tidak ada yang mengganggu di antara keduanya karena kereta cepat dan kereta konvensional sudah maju dan para penumpangnya taat dengan peraturan yang berlaku jadi ia tidak merasa terganggu selama perjalanan. Perubahan interaksi sosial juga tidak beda jauh. Pada kereta cepat Whoosh para pengguna biasanya tidur dan sibuk dengan urusannya masing-masing jadi lebih sunyi, kalau kereta konvensional biasanya ada beberapa penumpang yang mengobrol tetapi tetap tenang.

Narasumber III, Diva menambahkan selama menggunakan KCIC tidak pernah ada gangguan. Ia menuturkan, "Sejauh aku pakai KCIC ga pernah ada orang yang bener-bener mengganggu sih, so far aman-aman aja."

Narasumber V dan VI, yaitu Anggoro dan Jali sebagai pengguna kereta konvensional Argo Parahyangan juga memiliki pendapat yang sama, yakni selama perjalanan menggunakan kedua kereta tersebut mereka tidak merasa terganggu dengan penumpang lain, tetapi ketika kereta sedang penuh akan terasa sulit jika ingin membeli makanan di gerbong restorasi karena beberapa stok makanan sudah habis.

Pendapat lain dibubuhkan oleh narasumber III, Ana. Beliau kurang nyaman dengan kereta konvensional. "Kalau se-pengalaman saya, di kereta konvensional banyak nyamuk, jadi kurang nyaman dan ada pengguna lain yang terkadang berisik," jelasnya.

Ada pendapat dari Narasumber VII, menurut pengalaman Ibu Mona menaiki Kereta Konvensional Argo Parahyangan, beliau kurang nyaman dengan kurang bersihnya toilet di kereta dan kurangnya persediaan makanan di kereta, sehingga ketika perjalanan berlangsung tidak mendapatkan makanan. dan pelayanannya yang kurang baik membuat tidak nyaman.

Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun kereta cepat Whoosh menawarkan suasana yang tenang dan fasilitas lebih nyaman, tidak semua pengguna merasa adanya perbedaan signifikan dalam hal kenyamanan dan interaksi sosial dibandingkan dengan kereta konvensional. Beberapa narasumber, seperti Bayu, merasa lebih nyaman dengan pengguna kereta cepat yang lebih tertib, sementara Raisya dan Diva tidak merasa terganggu oleh penumpang di kedua moda tersebut. Namun, Anggoro, Jali, Ana dan Ibu Mona menyebutkan ketidaknyamanan yang dialami di kereta konvensional, seperti kebersihan yang kurang, suasana berisik, serta persediaan makanan dan kebersihan toilet yang tidak memadai. Secara keseluruhan, pengalaman perjalanan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik kereta dan preferensi individu terhadap suasana perjalanan.

d. Kepala Humas Daerah Operasional 1 Jakarta   

Pak Tohari (Kepala Humas Daerah Operasional 1 Jakarta) menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh perusahaan, khususnya yang terkait dengan tarif dan waktu tempuh, selalu didasarkan pada riset dan survei. Perusahaan secara rutin melakukan survei terhadap pelanggan untuk memahami preferensi mereka, baik dari sisi tarif yang dianggap wajar maupun waktu tempuh yang efisien. Survei ini juga mencakup umpan balik tentang kenyamanan perjalanan dan kebutuhan pelanggan terhadap layanan kereta api. Berdasarkan hasil survei ini, perusahaan berusaha untuk terus meningkatkan layanan, baik dalam hal penyesuaian tarif yang sesuai dengan daya beli masyarakat, maupun dalam meningkatkan efisiensi waktu perjalanan. Komitmen perusahaan adalah untuk selalu memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan, agar pengguna merasa puas dan nyaman menggunakan layanan kereta api.

Antusiasme pelanggan terhadap layanan kereta api sangat bervariasi tergantung pada hari dan periode waktu tertentu. Pada hari kerja, jumlah penumpang biasanya lebih stabil dan terdistribusi sepanjang hari, dengan puncak lonjakan penumpang terjadi pada jam-jam sibuk, seperti pagi dan sore hari. Sebaliknya, pada hari libur atau hari-hari besar seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, jumlah penumpang bisa meningkat secara signifikan. Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang pada periode tersebut, perusahaan melakukan penambahan jumlah perjalanan, termasuk menambah jumlah kereta dan jadwal keberangkatan. Hal ini bertujuan agar pelanggan tetap dapat melakukan perjalanan dengan nyaman tanpa perlu menunggu terlalu lama. Selain itu, pada akhir pekan juga terlihat adanya peningkatan jumlah penumpang, meskipun tidak setinggi saat liburan panjang. Kenaikan ini biasanya terjadi saat ada libur sekolah, atau saat ada acara khusus yang menarik minat banyak orang.

Pak Tohari juga menjelaskan perbedaan yang signifikan dalam penjualan tiket antara periode harga normal dan promo. Saat harga tiket normal, meskipun penjualan cenderung stabil, jumlah pembelian tiket tidak sebanyak saat ada promo harga. Pada saat harga promo, terutama yang diselenggarakan pada periode-periode tertentu seperti Lebaran, Natal, atau Tahun Baru, pelanggan sangat antusias dan berebut untuk mendapatkan tiket dengan harga lebih murah. Promo harga ini memang dirancang untuk menarik lebih banyak pelanggan, terutama bagi mereka yang sebelumnya mungkin tidak berencana bepergian, namun tertarik karena adanya diskon atau potongan harga. Dampaknya terhadap penjualan tiket sangat terlihat, karena pada periode promo, penjualan tiket mengalami lonjakan yang sangat signifikan dibandingkan dengan harga normal. Selain itu, harga promo juga memberikan kesempatan bagi pelanggan yang mencari tiket dengan harga lebih terjangkau, sehingga perusahaan bisa mengoptimalkan kapasitas dan pendapatan pada periode tersebut. Meskipun harga promo lebih rendah, keberhasilan program ini terletak pada volume penjualan yang jauh lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan perusahaan meskipun harga tiket lebih murah.

Foto Bersama Humas PT. KAI Daop 1 Jakarta (@syahrilaasya) 
Foto Bersama Humas PT. KAI Daop 1 Jakarta (@syahrilaasya) 

2. Pembahasan

a. Perbedaan Efektivitas Kinerja antara Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Efisiensi waktu bagi sebagian orang adalah hal yang sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki jadwal padat. Kereta cepat Whoosh efektif untuk perjalanan Jakarta-Bandung karena waktu tempuhnya yang singkat, yaitu hanya sekitar 36-45 menit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Chairunisa (2023) yang menyatakan bahwa kereta cepat Whoosh tidak hanya mempersingkat waktu perjalanan, tetapi juga dan memiliki ketepatan waktu perjalanan yang sangat baik.

Sebaliknya, kereta konvensional Argo Parahyangan juga menarik bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan santai dengan pemandangan, meskipun memakan waktu lebih lama. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Irawati (2023) yang menyatakan bahwa Kereta Konvensional Argo Parahyangan yang biasanya menempuh perjalanan lebih dari 2,5 jam dinilai cocok bagi penumpang yang ingin menikmati perjalanan dengan pemandangan sepanjang perjalanan.   

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Seno (2024) dalam penelitiannya yang berjudul "Analisis Pemilihan Moda Transportasi Masyarakat Jakarta pada Perjalanan Jakarta-Bandung." Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa peningkatan waktu tempuh kereta konvensional Argo Parahyangan akan menurunkan probabilitas memilih kereta konvensional Argo Parahyangan dan meningkatkan probabilitas pemilihan kereta cepat Whoosh. Selain itu, semakin banyak waktu yang dimiliki seseorang maka akan menurunkan probabilitas memilih kereta cepat Whoosh dan meningkatkan probabilitas pemilihan kereta konvensional Argo Parahyangan.

Kenyamanan selama perjalanan menjadi salah satu aspek yang tak bisa diabaikan. Baik itu perjalanan jarak jauh maupun dekat, fasilitas yang memadai dapat membuat pengalaman bepergian menjadi lebih menyenangkan dan produktif. Kereta cepat Whoosh menyediakan fasilitas modern, termasuk kursi ergonomis, akses Wifi, dan sistem informasi digital, yang memastikan kenyamanan maksimal selama perjalanan singkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Chairunisa (2023) yang menyatakan bahwa kenyamanan, keamanan dan efisiensi perjalanan menjadi hal yang paling dicari penumpang. Untuk itu fasilitas yang disediakan di setiap stasiun Kereta Cepat Whoosh merupakan fasilitas yang dirancang agar mampu memenuhi kebutuhan tersebut. 

Kereta konvensional Argo Parahyangan menawarkan pengalaman perjalanan dengan tingkat kenyamanan yang memadai untuk jarak menengah. Kereta ini dirancang bagi penumpang yang menghargai suasana perjalanan yang lebih lama, menyediakan pilihan tempat duduk yang fleksibel. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tumimomor (2022) yang menyatakan bahwa kereta konvensional Argo Parahyangan menjadi alternatif yang sesuai bagi mereka yang ingin menikmati perjalanan sambil tetap merasa nyaman.

 

b. Perbedaan Tarif Mempengaruhi Efisiensi Waktu pada Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Kemacetan sudah menjadi makanan harian penduduk kota besar di Indonesia. Ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kendaraan yang terus bertambah setiap tahunnya, dengan ketersediaan ruas jalan yang terbatas di suatu lokasi tertentu (Mustikarani & Suherdiyanto, 2016) adalah penyebab terjadinya kemacetan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu lintas ini adalah menghadirkan fasilitas transportasi umum yang mampu memenuhi kebutuhan perjalanan sesuai dengan kapasitas jalan yang tersedia dengan memperhatikan mekanisme kebijakan pengoperasian transportasi umum tersebut agar tidak menimbulkan masalah kemacetan tersendiri (Ariesandi et al., 2020). Untuk mengurangi kemacetan di ruang jalan antara Kota Jakarta menuju Kota Bandung dan sebaliknya, pemerintah mengadakan moda transportasi berupa kereta cepat Jakarta Bandung (Purwanti, Herman, dan Karo, 2023).

Tarif menjadi salah satu faktor dalam memilih moda transportasi umum. Hal ini berhubungan dengan kecepatan dan fasilitas yang diberikan. Meski tarif kereta cepat lebih tinggi, waktu tempuh yang singkat dan kenyamanan fasilitas membuatnya menjadi pilihan bagi mereka yang mengutamakan efisiensi waktu. Hal itu didukung oleh hasil penelitian Fatmadila, Alfadhil, Juliana, Pratama, Adiwijaya, Akbar, Dharma, dan Rahmawati (2024) dalam judul "Persepsi Masyarakat Terhadap Transportasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung Melalui Platform Quora", menerangkan bahwa kereta cepat memfasilitasi kemudahan mobilisasi antara Jakarta dan Bandung, memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang tidak dapat melakukan perjalanan jauh dalam waktu lama.

Disamping efisiensi waktu kereta cepat, keterjangkauan biaya kereta konvensional tetap menjadi daya tarik. Seperti yang diterangkan Dhema (2023) bahwa kalau tidak ada urgensi, akan lebih pilih kereta konvensional karena lebih terjangkau dan tetap nyaman. 

Aksesibilitas stasiun juga berpengaruh dalam memilih moda transportasi berdasarkan kedekatan stasiun dengan tempat tinggal atau tujuan mereka. Hal ini didukung oleh penelitian Utami (2024) yang menyatakan, "Salah satu bagian terpenting dari melakukan perjalanan dengan moda kereta adalah memperhitungkan upaya peningkatan penggunaan layanan kereta dengan mempertimbangkan salah satunya, yaitu aksesibilitas dalam mencapai stasiun."

Dapat disimpulkan bahwa baik kereta cepat maupun kereta konvensional memiliki keunggulan masing-masing yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, baik dari segi tarif, kenyamanan, maupun lokasi stasiun.

c. Perbedaan Dampak Sosial Menurut Pengalaman para Pengguna Kereta Cepat Whoosh dan Kereta Konvensional Argo Parahyangan

Pengalaman pengguna menjadi faktor penting dalam memilih antara kereta cepat Whoosh dan kereta konvensional Argo Parahyangan. Kereta cepat Whoosh menawarkan suasana yang tenang dan nyaman, cocok bagi penumpang yang menghargai ketenangan dan membutuhkan waktu istirahat. Sementara itu, kereta konvensional menawarkan pengalaman sosial yang lebih santai, dengan interaksi antar-penumpang dan pemandangan sepanjang perjalanan.

Namun, beberapa tantangan dihadapi kereta konvensional, seperti kebersihan yang kadang kurang terjaga dan keterbatasan stok makanan saat penumpang penuh. Secara keseluruhan, kedua moda transportasi ini memiliki kelebihan yang sesuai dengan preferensi pengguna, di mana kereta cepat unggul dalam kenyamanan dan ketenangan, sedangkan kereta konvensional lebih ekonomis dan kasual

Penutup

Penelitian ini telah memberikan gambaran komprehensif tentang efektivitas moda transportasi kereta cepat dan kereta konvensional pada rute Jakarta-Bandung, terutama dari aspek kinerja, tarif, dan pengalaman pengguna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kereta cepat menawarkan keunggulan dalam hal kecepatan dan kenyamanan, yang menjadi pilihan ideal bagi mereka yang membutuhkan efisiensi waktu, meskipun dengan tarif yang lebih tinggi. Di sisi lain, kereta konvensional tetap diminati oleh pengguna yang lebih mengutamakan keterjangkauan harga dan pengalaman perjalanan yang lebih santai.

Temuan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengguna transportasi, operator kereta api, serta pembuat kebijakan dalam meningkatkan layanan transportasi publik yang berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan berbagai kalangan. Selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini menjadi dasar pengembangan transportasi yang lebih inklusif, efektif, dan ramah lingkungan, sehingga dapat berkontribusi positif dalam meningkatkan mobilitas masyarakat di wilayah perkotaan dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Sebagai lanjutan, penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi perbaikan dan inovasi dalam layanan transportasi, terutama pada peningkatan kualitas fasilitas dan penyesuaian tarif agar lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna dari berbagai latar belakang. Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap preferensi pengguna, pengelola transportasi diharapkan mampu menciptakan layanan yang tidak hanya efisien dan nyaman, tetapi juga terjangkau, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari perkembangan infrastruktur transportasi yang ada.

Pengungkapan

Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan kegiatan PjBL ini. Kami ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada Bapak Ahmad Hidayatullah M.Pd., Ibu Hairunnisa BR Sagala, S.Sos., MA., Ibu Dra. Ambar Pramudyanie, M.Si., dan Ibu Ipah Latipah S.Ag. M. A., selaku dosen MKWU yang telah memberikan panduan, masukan, serta inspirasi selama penyusunan PjBL kami. Kami juga mengungkapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok 3 yang telah berkontribusi penuh dalam pelaksanaan PjBL ini. Tidak lupa juga, ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam kegiatan PjBL kami, yaitu pihak PT. Kereta Api Indonesia dan PT. Kereta Cepat Indonesia China serta para narasumber yang telah memberi pendapatnya. Dengan kolaborasi berbagai pihak, kami dapat menyelesaikan PjBL ini dengan baik.

Kami sangat terbuka terhadap masukan, kritik, dan saran yang membangun demi perbaikan serta penyempurnaan PjBL kami. Kami berharap hasil PjBL yang kami selesaikan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi kami sendiri.

Referensi

Ajmi, D. N., & Iriyadi, I. (2018). Analisis Penentuan Tarif Rawat Inap dan Perhitungan Harga Pokok Pada Klinik Utama Rawat Inap dr. Yati Zarnudji. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 6(3), 227-238.

Ardi, Bagus. (2024). Kereta Api Cepat: Inovasi dan Masa Depan Mobilitas. Diambil 2 November 2024, dari https://www.bagusardi.com/kereta-api-cepat-inovasi-dan-dampaknya-terhadap-mobilitas-masa-depan/.

Christalisana, C. (2018). Pengaruh Pengalaman dan Karakter Sumber Daya Manusia Konsultan Manajemen Konstruksi terhadap Kualitas Pekerjaan pada Proyek di Kabupaten Pandeglang. Fondasi: Jurnal Teknik Sipil, 7(1).

Iriyanti, N., & Hayati, R. (2022). Efektivitas Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pelayanan Publik pada Kantor Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah. JAPB, 5(1), 327-344. 

Iskandar, K. A., & Safrianto, A. S. (2020). Pengaruh Keterampilan Wirausaha dan Pengalaman Usaha terhadap Keberhasilan Kewirausahaan. Jurnal Ekonomi dan Industri e-ISSN, 2656, 3169.

Lengkong, F., Lengkong, V. P., & Taroreh, R. N. (2019). Pengaruh Keterampilan, Pengalaman dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Tri Mustika Cocominaesa (Minahasa Selatan). Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 7(1).

Nugraha, I. A., & Hardiyati, H. (2024). Konsep Stasiun Integrasi Antarmoda Kereta Cepat dan Konvensional di Kroya. Senthong, 7(2).

Pratama, D. (2012). Analisa Kinerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kantor Walikota Dumai Bagian Umum. 

Putra, R. H. B. (2021). Perlindungan Hukum terhadap Penumpang Kereta Api dalam Peristiwa Kecelakaan Kereta Api di Indonesia. Al Qodiri: Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Keagamaan, 19(2), 492-508.

Putri, U. H. (2019). Efektivitas dan Efisiensi Pembiayaan Pendidikan.

Rachman, Ani. (2023). Jenis-jenis Kereta Api berdasarkan Klasifikasinya. Diambil 2 November 2024, dari https://www.kompas.com/skola/read/2023/02/07/210000569/jenis-jenis-kereta-api-berdasarkan-klasifikasinya?page=all

Rahmatunnisa, S. N., Utami, A., & Nurhidayat, A. Y. (2021). Probabilitas Perpindahan Penumpang Transportasi Massal Berbasis Rel (Studi Kasus Kereta Api Argo Parahyangan terhadap Kereta Cepat Jakarta-Bandung). GE-Stram, 4, 91-96.

Sari, M. S., & Zefri, M. (2019). Pengaruh Akuntabilitas, Pengetahuan, dan Pengalaman Pegawai Negeri Sipil Beserta Kelompok Masyarakat (Pokmas) Terhadap Kualitas Pengelola Dana Kelurahan di Lingkungan Kecamatan Langkapura. Jurnal Ekonomi, 21(3), 308-315.

Seno, A. S. (2024). Analisis Pemilihan Moda Transportasi Masyarakat Jakarta pada Perjalanan Jakarta-Bandung (Doctoral dissertation, Politeknik Negeri Jakarta).

Sriastuti, N. (2015). Kereta Api Pilihan Utama sebagai Moda Alternatif Angkutan Umum Massal. PADURAKSA: Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa, 4(1), 26-34.

Suci, B. M., Kuntadi, C., & Pramukty, R. (2023). Pengaruh Integritas, Kompetensi dan Pengalaman Auditor terhadap Efektivitas Audit Internal. Jurnal Kecamatan Langkapura. Jurnal Ekonomi, 21(3), 308-31.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun