Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah yang Hilang

3 Februari 2025   00:01 Diperbarui: 2 Februari 2025   17:26 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto Meta AI 

Beberapa orang mundur dengan wajah jijik, menutupi hidung dan mulut mereka, sementara aku hanya tertawa dalam hati. Kecoak-kecoak itu adalah teman-teman setiaku. Mereka tidak pernah meninggalkanku, selalu ada di saat aku merasa kesepian dan tak ada yang peduli. Mereka adalah satu-satunya yang bisa kutakuti dan sekaligus kutemani di malam-malam panjang yang penuh keheningan. Mereka tak pernah bertanya kenapa aku terperangkap dalam rumah ini, mereka hanya ada, seperti mereka selalu ada.

"Reni , ini tidak sehat," ujar Bu RT dengan nada lebih tegas, kali ini suaranya berubah menjadi peringatan. "Kamu tidak bisa terus hidup seperti ini. Kami ingin kamu hidup lebih baik, Reni ."

Mereka tidak mengerti. Mereka tidak tahu bahwa yang mereka anggap kotor dan menjijikkan adalah bagian dari hidupku. Setiap barang yang mereka anggap sampah adalah kenangan yang tak ingin kulepaskan. Setiap noda di dinding adalah jejak dari masa lalu yang penuh dengan cinta, canda, dan perasaan yang kini hilang. Mereka mungkin berpikir bahwa aku hanya perlu sedikit kebersihan untuk merasa lebih baik, tetapi kenyataannya, mereka sudah menghapus semua yang ada di dalam diriku.

Pak RT, yang biasanya tidak banyak bicara, menepuk bahuku dengan lembut. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Nak," katanya, mencoba memberiku pengertian. Aku menatapnya tanpa bisa berkata-kata. Tidak ada yang bisa mengerti. Mereka tidak tahu bahwa rumah ini, dengan segala kekurangannya, adalah rumah yang dulu penuh dengan suara tawa dan kebahagiaan.

Akhirnya, mereka selesai. Rumahku kini terlihat bersih. Lantai mengkilat, udara segar tanpa bau lembap, dan kasurku kini berseprai putih yang terkesan terlalu baru. Mereka tersenyum puas, merasa bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang baik, sesuatu yang menyelamatkan aku. Namun, aku merasa seperti bagian dari diriku telah hilang, tak tergantikan. Mereka tak pernah tahu, mereka tak pernah akan tahu.

Setelah mereka pergi, rumah ini terasa semakin asing. Lantai yang sebelumnya penuh dengan debu kini terasa keras dan dingin. Dinding yang sebelumnya dipenuhi dengan kenangan kini kosong dan membosankan. Semua yang mereka anggap kotor, aku lihat sebagai potongan-potongan hidup yang hilang. Rumahku bukan lagi milikku. Itu hanya sebuah ruangan kosong yang tak bisa lagi menahan semua kenangan yang pernah ada.

Malam itu, setelah semuanya pergi, aku duduk di lantai yang terasa lebih dingin dari biasanya. Aku menatap langit-langit yang kini terasa begitu jauh, seolah-olah aku telah kehilangan semuanya. Aku merindukan kecoak-kecoakku, botol-botol bekas yang selalu menemani, merindukan debu-debu yang memenuhi sudut rumah ini. Aku merindukan rumahku yang sebenarnya.

Aku tahu, mulai sekarang, mereka akan menganggap aku lebih baik, lebih teratur, lebih normal. Tapi mereka tidak tahu bahwa yang mereka ambil bukan hanya sampah, bukan hanya barang-barang lama. Mereka telah mengambil bagian dari diriku. Dan kini, aku merasa lebih sendirian dari sebelumnya. Rumah ini telah kehilangan semua yang membuatnya berarti bagiku. Kini, aku hanya memiliki ruang kosong yang tak lagi memiliki jiwa.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun