Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunga Liar di Taman Istana

18 Januari 2025   00:01 Diperbarui: 17 Januari 2025   20:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Meta AI 

Rasa amarah yang awalnya menyelimuti hatinya perlahan terkikis. Ia mulai melihat gadis ini bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai seseorang yang memiliki kekuatan luar biasa di balik kelembutannya. Seorang wanita yang, meski hidup dalam kesulitan, mampu memberikan kasih sayang yang tak tergoyahkan.  

Dengan suara berat, ia akhirnya melangkah masuk. Suara lantai kayu yang berderit membuat Seliha menoleh. Ia terlihat terkejut, tapi dengan sopan ia berdiri, meski tubuhnya tampak hampir goyah.  

"Selamat datang, Tuan," sapanya dengan nada hormat, meski ia tak tahu siapa yang berdiri di depannya.  

Ayah Derahap tak langsung menjawab. Ia hanya memandangi Seliha dengan sorot mata yang mulai berubah---dari ketidakpercayaan menjadi rasa hormat. Untuk pertama kalinya, ia mengerti mengapa putranya berjuang begitu keras untuk gadis ini.  

Ketegaran dalam tubuh kecil Seliha, serta ketulusannya yang nyata, telah menggerakkan sesuatu di hatinya. Dan saat ia akhirnya bicara, nada suaranya tak lagi sekeras biasanya. "Gadis ini... lebih berharga daripada semua kekayaan yang aku miliki," gumamnya dalam hati, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia akui.  

Pemandangan itu menggugah hati sang ayah. Ia melihat sesuatu yang tak bisa dibeli oleh kekayaan atau status---ketulusan. Mata kerasnya perlahan melunak. "Gadis ini... lebih berharga daripada semua kekayaan kita," gumamnya akhirnya, dengan suara berat yang dipenuhi rasa haru.  

Kemenangan Derahap atas keluarganya bukan hanya soal cinta, tapi juga soal membuktikan bahwa hati yang tulus mampu meruntuhkan dinding tradisi dan keangkuhan. Itu adalah hari ketika cinta menang dengan gemilang.

---  

Derahap tersenyum, membiarkan pikirannya kembali ke masa lalu yang penuh liku. Di tengah alunan aroma bunga, ia menoleh ke arah Seliha. Wajah istrinya masih memancarkan ketulusan yang sama seperti saat pertama kali ia bertemu dengannya di jalan berdebu itu.  

Seliha menangkap pandangannya dan membalas dengan senyum lembut, seolah memahami apa yang ada di pikirannya. Mereka kini bekerja berdampingan, tangan mereka cekatan merangkai bunga-bunga menjadi karangan yang penuh keindahan---sebuah pengingat bahwa setiap helai bunga membawa kisah, seperti kisah mereka yang tumbuh dari tanah penuh rintangan.  

Di sudut kios , sebuah keranjang melati putih diletakkan dengan sengaja. Keranjang itu adalah simbol dari perjalanan mereka---bunga liar yang dulu dipandang sebelah mata, kini menjadi pusat keharuman kios kecil mereka. Itu bukan sekadar dekorasi, tapi monumen diam bagi cinta yang telah melampaui batas tradisi dan waktu.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun