Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penjaga Cakrawala

16 Januari 2025   05:10 Diperbarui: 16 Januari 2025   05:10 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Betul sekali, Dodi. Laut bukan hanya untuk kita, tapi untuk semua makhluk hidup. Jadi, mari kita buat karya yang menunjukkan betapa pentingnya laut bagi kita."  

Anak-anak segera antusias. Mereka menggambar kehidupan bawah laut yang penuh warna---ikan-ikan berenang bebas, terumbu karang yang cantik, dan perahu nelayan kecil yang damai. Beberapa anak menulis puisi sederhana, tetapi sarat makna, tentang cinta mereka pada laut.  

Saat acara pameran di balai desa, hasil karya anak-anak dipajang dengan bangga. Gambar-gambar ceria dan puisi-puisi menyentuh hati menjadi pusat perhatian. Septi dengan bangga menjelaskan kepada para pengunjung bagaimana anak-anak ini memahami pentingnya melindungi laut.  

Media lokal yang meliput acara itu turut menyoroti inisiatif tersebut. Berita tentang kampanye ini menyebar, mengundang simpati dan dukungan dari berbagai pihak. Tak sedikit yang menawarkan bantuan berupa alat tangkap ramah lingkungan atau dukungan untuk patroli laut.  

Melihat karya anak-anak mereka, para orang tua mulai tersentuh. Mereka sadar, perjuangan menjaga laut bukan hanya untuk sekarang, tetapi juga untuk masa depan generasi yang akan datang. Program sederhana Septi telah menyalakan kesadaran baru di hati masyarakat Manggar. 

Perubahan mulai terasa. Kapal-kapal asing mulai menjauh, dan hasil tangkapan meningkat perlahan. Kehidupan masyarakat yang semula terpuruk perlahan kembali membaik.  

Senja itu, Fauzi, Septi, dan Neti duduk bersama di dermaga, memandang ombak yang berkejaran dengan tenang.  

"Pak Fauzi," ujar Neti ceria, "Kata Papa, ini berkat Pak Fauzi yang jaga laut."  

Fauzi tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Ini berkat kita semua, Neti. Bu Septi, kamu, dan seluruh warga Manggar."  

Septi menatap Fauzi dengan pandangan penuh keyakinan. "Terkadang, kehormatan tidak diukur dari menang atau kalah. Kehormatan adalah keberanian untuk melindungi apa yang kita cintai."  

Di Pantai Timur Manggar, di bawah langit yang perlahan gelap, mereka tahu perjuangan belum selesai. Tapi bersama-sama, mereka telah membuktikan bahwa laut adalah warisan yang layak diperjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun