Fauzi menghela napas panjang, menatap wajah-wajah yang dipenuhi harapan namun juga keputusasaan. "Sudah beberapa kali kita laporkan," jawabnya pelan, suaranya berat. "Tapi mereka tetap datang. Seperti tahu kapan aparat pergi, mereka kembali lagi."Â Â
Pak Basri meninju meja dengan kesal. "Lalu apa? Kita hanya diam dan membiarkan mereka menghabisi laut kita?"Â Â
Fauzi menggenggam tangannya erat. Ia merasa beban tanggung jawab itu menghimpit dadanya. "Tidak," katanya akhirnya, suaranya tegas. "Tapi kita harus lebih cerdik. Kita harus punya bukti yang kuat, sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Kita harus melawan, tapi dengan kepala dingin."Â Â
Balai desa hening sesaat, tetapi di mata para nelayan, Fauzi melihat sesuatu yang telah lama hilang---secercah keberanian yang mulai bangkit.
Sementara itu, di sekolah dasar tempat Septi mengajar, situasi tak kalah memprihatinkan. Banyak orang tua murid kesulitan membayar uang sekolah. Septi sering membantu secara diam-diam, meski gajinya pas-pasan. Â
"Bu Guru," tanya Neti suatu sore, "Kenapa Papa sekarang jarang bawa ikan?"Â Â
Septi berjongkok, memeluk murid kecil itu dengan lembut. "Kadang laut butuh istirahat, Neti. Sama seperti kamu kalau lelah belajar."Â Â
Namun, Fauzi tahu, laut tidak butuh istirahat. Yang dibutuhkan adalah perlindungan. Â
Malam itu, ia bergabung dengan beberapa nelayan muda untuk mengawasi pergerakan kapal asing. Mereka menyusun strategi dengan hati-hati, karena tahu risikonya besar. "Kita nggak boleh bertindak gegabah," kata Fauzi. "Kita harus punya bukti yang cukup."Â Â
Dengan perahu kecil dan kamera sederhana, mereka merekam aktivitas ilegal tersebut dari kejauhan. Laporan mereka akhirnya diterima oleh dinas kelautan setempat, yang berjanji akan menindaklanjutinya. Â
Namun, keesokan malamnya, Fauzi melihat kapal-kapal itu kembali. Kali ini, ia berusaha mendekat, meski tahu risikonya besar. Ketika salah satu kapal menyadari keberadaannya, Fauzi segera melarikan diri, tetapi sebuah benda keras menghantam bahunya. Ia terjatuh ke laut, berenang sekuat tenaga hingga mencapai tepian pantai dengan tubuh lemah. Â