Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaca Pecah

15 Januari 2025   00:01 Diperbarui: 14 Januari 2025   20:16 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Meta AI 

"Sutipa, kau harus bangkit. Untuk Rihen," kata Dayang suatu sore, sambil menggenggam tangan sahabatnya itu. Kata-kata itu terus terngiang di kepala Sutipa, tapi rasa takut dan ragu menghantuinya.

Malam-malam Sutipa tetap sunyi, penuh dengan rasa kehilangan yang menggigit. Dalam keheningan itu, ia sering mendengar suara Juno, melihat senyumnya, dan teringat bagaimana suaminya selalu mampu memperbaiki apa pun yang rusak.

Sebulan setelah kepergian Juno, saat membersihkan gudang, Sutipa menemukan pecahan kaca dari lampu gantung yang pernah diperbaiki suaminya. Ia memegang pecahan itu dengan hati-hati, merasakan tepian tajamnya di ujung jari. "Kaca pecah ini tidak bisa kembali seperti semula," pikirnya, "tapi Juno selalu percaya bahwa barang rusak bisa diperbaiki."

Dengan rasa ingin tahu yang samar, Sutipa mulai membersihkan pecahan kaca itu. Ia menyusunnya menjadi pola sederhana di atas meja dapur. Larut malam, ia selesai. Hasilnya jauh dari sempurna, tapi ada sesuatu yang menghangatkan hatinya.

"Kau membuat ini?" tanya Dayang keesokan harinya. "Ini indah, Sutipa. Kau punya bakat."

Mendengar cerita tentang karya Sutipa, Pak Nga Asim, tetangga mereka yang dulunya pengrajin kaca, menawarkan diri untuk mengajarinya. Setiap sore setelah Rihen tidur siang, Sutipa menghabiskan dua jam di bengkel kecil Pak Nga Asim, belajar dasar-dasar kerajinan kaca.

"Pertama-tama, kau harus belajar cara memotong kaca dengan benar," Pak Nga Asim menjelaskan sambil mendemonstrasikan gerakan yang tepat dengan pemotong kaca. "Terlalu keras, kaca akan pecah tak beraturan. Terlalu lemah, tidak akan memotong sama sekali."

Sutipa menghabiskan minggu pertama hanya untuk belajar memotong kaca. Jarinya penuh plester, hasil dari kesalahan-kesalahan awal. Namun, Pak Nga Asim dengan sabar terus membimbingnya.

"Kehidupan ini seperti kaca, Sutipa," kata Pak Nga Asim suatu sore, saat mengajarinya cara menghaluskan tepian kaca yang tajam. "Kadang pecah. Tapi jika kau sabar, kau bisa menyatukannya kembali."

Minggu kedua, Sutipa belajar menyusun pecahan kaca menjadi pola. Pak Nga Asim mengajarinya cara memilih warna dan bentuk yang serasi, bagaimana menempelkan pecahan kaca dengan lem khusus, dan teknik mengisi celah dengan semen putih.

"Lihat bagaimana celah hitam ini justru membuat polanya lebih menonjol?" Pak Nga Asim menunjuk hasil kerja Sutipa. "Seperti luka dalam hidup, kadang justru membuat kita lebih kuat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun