Suara pecahan vas bunga memecah keheningan malam di toko antik Jalan Babakan Radio. Pak Jufri tersentak bangun dari kursi rotannya. Di tengah remang cahaya yang menyelinap dari jendela, sepasang mata kuning berpendar tajam menatapnya. Si Oyen, kucing berbulu  oranye dengan corak abu-abu itu, berdiri tegang di atas meja pajangan. Ekornya lurus mengarah ke sudut gelap toko, tempat bayangan hitam baru saja melintas.
"Maling!" teriak Pak Jufri refleks. Namun sebelum ia sempat bergerak, Si Oyen melesat dengan kecepatan tak terduga. Terdengar suara gedebuk keras, disusul rintihan tertahan dan derap langkah tergesa menjauh. Ketika Pak Jufri menyalakan lampu, ia menemukan jendela belakang terbuka lebar dan tas hitam berisi beberapa barang antik tergeletak di lantai.
Pak Jufri menghela napas panjang, memandang Si Oyen yang kini telah kembali ke posisi semula di atas meja. Mata kuning itu, seperti biasa, terjaga dan waspada. Tiga bulan telah berlalu sejak kucing misterius ini muncul di depan tokonya, dan selama itu pula mata itu tak pernah terpejam barang sedetik.
"Kamu mengingatkan aku pada Minah," bisik Pak Jufri, tangannya gemetar mengusap foto usang yang terpajang di dinding. Dalam foto itu, seorang wanita paruh baya tersenyum hangat, dikelilingi taman mawar yang mekar sempurna. "Dia juga selalu waspada, selalu menjaga..."
Insiden malam itu membuat Pak Jufri tak bisa tidur kembali. Ia memutuskan untuk memulai harinya lebih awal. Kabut tipis masih menyelimuti ketika ia membuka jendela kamarnya yang berderit. Jam dinding kuno di ruang tengah berdenting lima kali, menandakan fajar belum sepenuhnya tiba di kawasan Gunung Batu . Hujan semalam menyisakan genangan-genangan kecil di halaman, memantulkan langit kelabu yang masih menyimpan awan mendung.
Pak Jufri tersenyum mengingat bagaimana semua ini bermula. Tiga bulan lalu, ia hanyalah seorang duda berusia 60 tahun yang tenggelam dalam kesedihan, hidup sebatang kara di rumah tua dengan taman yang terbengkalai dan toko yang tutup permanen. Tidak ada yang menyangka seekor kucing dengan mata yang tak pernah lelap akan mengubah segalanya.
***
Di sudut teras, seperti biasa, Si Oyen duduk dengan anggun. Kucing berbulu Oyen dengan corak abu-abu itu memiliki mata kuning yang berkilau bagaikan dua keping koin emas. Matanya tak pernah berkedip, seolah takut melewatkan setiap detail kehidupan yang berlangsung di sekitarnya. Sudah tiga bulan berlalu sejak kucing misterius itu pertama kali muncul di depan rumahnya, dan selama itu pula Pak Jufri tak pernah melihatnya tertidur.
"Masih setia menjaga rumah, Oyen?" sapa Pak Jufri , suaranya serak khas orang yang baru bangun tidur. Kucing itu menoleh, matanya yang tajam seakan menembus jiwa Pak Jufri , mengingatkannya pada tatapan Minah yang selalu penuh pengertian.
Dapur sederhana itu masih sama seperti lima tahun lalu. Pak Jufri sengaja tak mengubah apapun sejak kepergian istrinya. Kompor gas dua tungku yang emailnya sudah mengelupas, rak piring kayu yang sedikit miring, bahkan cerek air yang sudah kehilangan pegangannya – semua dibiarkan seperti saat terakhir Minah menggunakannya. Setiap sudut dapur menyimpan kenangan, seperti aroma kopi tubruk yang selalu Minah buatkan setiap pagi.