Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Titian Harapan

25 Desember 2024   10:48 Diperbarui: 25 Desember 2024   10:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski hatinya masih kerap dihantui kesedihan, Subhan bertekad untuk terus melangkah maju. Ia tahu perjalanannya masih panjang dan berliku, namun ia yakin mampu melaluinya. Kehilangan orangtuanya memang menyakitkan, namun ia tak ingin kehilangan juga semangat hidupnya.

Di tengah kesibukan barunya, Subhan kerap menyempatkan diri mengunjungi makam orangtuanya. Ia akan duduk berjam-jam di sana, bercerita tentang perkembangan hidupnya, seolah Pak Hasan dan Bu Siti masih ada di sisinya. Meski mereka telah tiada, Subhan yakin cinta dan doa mereka akan selalu menyertai langkahnya.

"Ayah, Ibu, doakan Subhan ya. Subhan akan berusaha jadi anak yang berbakti dan membanggakan kalian. Subhan sayang Ayah dan Ibu, selalu," bisik Subhan sambil mengusap nisan orangtuanya.

Dengan hati yang perlahan mulai sembuh, Subhan melangkah menuju masa depan yang baru. Ia siap menghadapi segala tantangan dan rintangan, demi meraih mimpi dan membahagiakan orangtua yang telah lebih dulu berpulang. Subhan tahu, selama ia memiliki tekad dan semangat, tak ada kesulitan yang tak bisa ia taklukkan.

***

Di tengah usahanya membangun hidup baru, Subhan kerap merasa hampa dan kehilangan arah. Ia masih belum menemukan tujuan dan makna hidupnya setelah ditinggal orangtua. Rutinitas pekerjaan dan kesibukan sehari-hari hanya memberikan pengalihan sementara, namun tak mampu mengisi kekosongan jiwanya.

Suatu hari, saat sedang duduk di alun-alun Gresik, Subhan bertemu dengan Pak Saripi, seorang pria paruh baya yang bijaksana. Melihat Subhan yang murung, Pak Saripi menyapanya dan mengajaknya berbincang.

"Nak, sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu. Mau berbagi cerita dengan Bapak?" tanya Pak Saripi ramah.

Awalnya Subhan ragu, namun entah mengapa ia merasa nyaman dengan kehadiran Pak Saripi. Ia pun mencurahkan segala kesedihan dan kegundahan hatinya, tentang kehilangan orangtua dan keterasingannya dalam hidup.

Pak Saripi mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk penuh pengertian. Setelah Subhan selesai bercerita, Pak Saripi tersenyum bijak.

"Nak Subhan, kehilangan memang menyakitkan. Tapi ingatlah, selama kita masih hidup, masih ada kesempatan untuk menemukan makna dan tujuan baru," ujar Pak Saripi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun