Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan di Dago

24 Desember 2024   15:54 Diperbarui: 24 Desember 2024   15:54 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengunjung lain mulai mengerumuni meja mereka, menciptakan suasana workshop dadakan. "Wah, teknik splash-nya boleh juga tuh!" seru seorang anak muda berkacamata. "Coba di bagian hujannya pakai teknik itu!"

"Eh, tapi hati-hati, nanti---" belum selesai Pak Adi memperingatkan, tangan Maya yang terlalu bersemangat membuat cat birunya 'muncrat' ke wajah Sarah.

"Maya!" Sarah memekik kaget, sementara yang lain tertawa. Maya menutup mulutnya, antara geli dan merasa bersalah. Tapi tawa Sarah kemudian pecah, menular ke seluruh ruangan.

"Nah, sekarang kalian sudah resmi jadi pelukis!" canda Pak Rahmat. "Belum jadi pelukis kalau belum kena cat!"

"Di Bandung ini," Pak Adi menjelaskan sambil memperhatikan goresan kuas Maya, "kreativitas itu mengalir seperti hujan di luar sana. Natural, menyegarkan, dan membuat segala sesuatu tumbuh dengan indah."

Pak Rahmat mengangguk setuju. "Seperti kopi yang harus diseduh dengan sabar, atau lukisan yang harus digores dengan telaten. Semua butuh waktu untuk jadi indah. Yang berharga itu bukan hasilnya, tapi prosesnya."

Sarah dan Maya saling pandang, tersenyum menyadari berkah tak terduga dari hujan yang tadinya mereka keluhkan.

Langit mulai mencerah ketika jam menunjukkan pukul enam sore, tapi Sarah dan Maya belum beranjak dari kursi mereka. Tangan keduanya masih asyik menggoreskan kuas, mencoba menangkap momen hujan di Dago dalam kanvas sederhana. Secangkir kopi kedua menemani, bersama sepiring surabi hangat - hadiah dari Pak Rahmat untuk murid barunya.

"Lumayan juga hasilnya," komentar Maya sambil mengamati lukisan pertamanya. Meski tidak sempurna, ada kebanggaan tersendiri melihat hasil karyanya. Suasana hujan Dago ternyata bisa dia tangkap tidak hanya lewat lensa kamera, tapi juga melalui sapuan kuas.

"Kalau mau belajar lagi, setiap Sabtu sore ada workshop di sini," tawar Pak Rahmat. "Gratis, yang penting beli kopi," tambahnya sambil tertawa kecil.

Sarah mengangguk antusias. "Pasti datang lagi, Pak! Saya masih penasaran dengan teknik-teknik lainnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun