Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tapak Kaki Sendiri

30 November 2024   20:40 Diperbarui: 30 November 2024   20:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Canva 

Kata-katanya bergema di benakku, seperti gemerincing lonceng yang membangunkanku dari mimpi palsu yang selama ini kuhidupi.

Akhirnya, aku memberanikan diri berbicara dengan orangtua. Malam itu, dengan gemetar, aku menjelaskan keinginanku untuk mengambil jalur yang berbeda. Bukan kuliah di jurusan kedokteran atau manajemen bisnis, melainkan mengikuti passion-ku di bidang seni dan desain. Setiap kata yang keluar terasa berat, seperti melepaskan ikatan yang selama ini membelenggu.

Awalnya, ayah tampak kecewa. Ibuku terdiam. Mereka tidak langsung memberikan respons. Kesunyian yang mendalam memenuhi ruang keluarga, seolah mempertanyakan keberanian yang baru saja kupamerkan.

Seminggu berlalu dengan suasana canggung. Orangtuaku masih belum sepenuhnya menerima keputusanku. Namun, aku mulai belajar untuk percaya pada diriku sendiri. Setiap hari, keyakinanku tumbuh perlahan, seperti tunas yang menembus tanah keras.

Aku mulai mengikuti beberapa kelas online desain grafis. Membuat portofolio sendiri. Berkenalan dengan komunitas seniman muda. Perlahan, aku menemukan identitasku. Setiap goresan pensil, setiap desain yang kubuat, adalah pernyataan tentang diriku yang sebenarnya.

Tidak mudah, tentu saja. Setiap kali melihat pencapaian teman-teman, rasa tidak percaya diri selalu mengintai. Namun, aku mulai memahami bahwa perjalanan hidupku tidak perlu dibandingkan dengan orang lain. Aku adalah sebuah karya yang sedang dalam proses, tidak perlu disamakan dengan karya lain.

Suatu hari, salah satu karyaku terpilih dalam pameran seni remaja tingkat kota. Ayahku, yang awalnya skeptis, mulai tersenyum melihat antusiasiku. Ibuku mulai bertanya lebih detail tentang karyaku. Dalam pancaran mata mereka, aku melihat secercah pengertian.

"Kamu tidak seperti kami," kata ayah suatu malam, "tapi kamu adalah dirimu sendiri."

Kalimat sederhana itu ternyata memiliki kekuatan luar biasa. Aku menyadari bahwa tidak ada yang salah dengan memilih jalan berbeda. Setiap langkah, setiap pilihan, adalah bagian dari perjalanan unikku.

Kepada para remaja yang merasa tertekan dengan ekspektasi, ingatlah: hidupmu adalah kanvas pribadimu. Kamu bebas melukis dengan warna dan goresan yang kamu pilih.

Jangan pernah berharap bahwa jalanmu akan sama dengan jalan orang lain. Perjalanan hidupmu adalah sesuatu yang istimewa, sebagaimana dirimu yang istimewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun