Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat yang Tertinggal

25 November 2024   13:48 Diperbarui: 25 November 2024   14:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mentari senja menyusup malu-malu melalui jendela kaca yang berdebu, menciptakan bias keemasan di ruang guru yang sunyi. Aroma kayu tua dan kertas usang menguar lembut, bercampur dengan wangi kopi yang tersisa di cangkir Pak Niko. Di luar, suara tawa riang siswa yang pulang sekolah perlahan memudar, menyisakan keheningan yang terasa begitu berat.

Pak Niko duduk termenung di kursi kayunya yang telah menjadi saksi bisu selama tiga dekade pengabdiannya. Jemarinya yang keriput mengusap permukaan meja, merasakan setiap goresan dan bekas yang terukir di sana - seperti prasasti dari perjalanan hidupnya sebagai pendidik. Tiga puluh tahun mengajar di SMA Cendekia telah menorehkan begitu banyak kenangan, tersimpan rapi dalam amplop-amplop lusuh yang dia simpan di laci meja kerjanya.

Besok adalah hari terakhirnya mengajar, dan entah mengapa, dadanya terasa sesak. Bukan karena sedih akan pensiun, tetapi karena begitu banyak memori yang tiba-tiba membanjiri benaknya. Setiap surat dalam lacinya menyimpan serpihan kisah, harapan, dan mimpi anak-anak yang telah dia bimbing.

Tangannya yang mulai keriput mengusap debu dari kotak kayu berisi surat-surat istimewa. Kotak itu adalah harta karunnya, tempat dia menyimpan jejak-jejak perjalanan murid-muridnya. Setiap tahun, dia selalu meminta mereka menulis surat tentang impian mereka, dan dia akan membalasnya dengan penuh semangat. Baginya, setiap surat adalah jendela ke dalam jiwa murid-muridnya.

Namun ada satu surat yang selalu membuatnya tersenyum sekaligus terenyuh - surat dari Marjono, murid yang paling berkesan di tahun 1995. Marjono yang cerdas, Marjono yang gigih, Marjono yang matanya selalu berbinar penuh semangat meski hidup tak berpihak padanya.

"Pak Niko yang saya hormati," dia membaca ulang surat itu dengan suara pelan, sementara kenangan memutar kembali film kehidupan di benaknya. "Saya berjanji suatu hari nanti akan kembali ke sekolah ini sebagai guru, seperti Bapak. Karena Bapak sudah mengajarkan bahwa pendidikan adalah jalan terbaik mengubah masa depan..."

Setiap kata dalam surat itu mengingatkannya pada sosok Marjono yang selalu duduk di bangku depan, dengan buku-buku lusuh namun terawat. Dia ingat bagaimana mata anak itu selalu berbinar setiap kali berhasil memecahkan soal matematika yang sulit. Marjono berasal dari keluarga kurang mampu, tapi semangatnya untuk belajar tak pernah surut.

Ibunya, Bu Sri, adalah sosok tangguh yang berjualan nasi uduk di depan sekolah sejak subuh untuk membiayai sekolah anaknya. Pak Niko masih ingat aroma sedap nasi uduk Bu Sri yang sering menggelitik hidung saat dia tiba di sekolah pagi-pagi. Terkadang, Bu Sri akan diam-diam menitipkan sebungkus nasi untuk Marjono yang sering tertidur di perpustakaan karena terlalu asyik belajar.

Setiap sore, Pak Niko memberikan les tambahan gratis pada Marjono. Bukan hanya matematika, tapi juga pelajaran tentang hidup. Tentang bagaimana menghadapi kesulitan dengan tabah, tentang bagaimana mimpi harus dikejar dengan kerja keras. Di saat-saat seperti itu, Pak Niko bisa melihat api determinasi yang berkobar dalam diri Marjono.

Sambil membereskan laci, tangannya menyentuh sebuah amplop yang terselip di sudut terdalam. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat tulisan tangan yang familiar - dari Marjono, tertanggal 2000, lima tahun setelah dia lulus. Perasaannya campur aduk. Aneh, dia tidak ingat pernah menerima surat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun