Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menanti Realisasi Janji Peningkatan Kesejahteraan Guru

25 Oktober 2024   16:40 Diperbarui: 30 Oktober 2024   23:48 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti saat diwawancarai awak media di kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Rabu (23/10/2024). (KOMPAS/STEPHANUS ARANDITIO)

Pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti di kantor Kemendikdasmen, Jakarta, membawa angin segar sekaligus tanda tanya besar bagi masa depan kesejahteraan guru di Indonesia. 

Meski beliau menegaskan bahwa peningkatan kesejahteraan guru sudah masuk tahap pengkajian dan telah dianggarkan untuk tahun 2025, ketidakjelasan nominal yang akan diberikan menimbulkan spekulasi di kalangan pendidik.

Janji peningkatan kesejahteraan guru ini sebenarnya telah lebih dulu dikemukakan oleh Hashim Djojohadikusumo sebagai bagian dari tim kampanye nasional Prabowo-Gibran. 

Dalam video yang beredar luas, Hashim bahkan menjanjikan kenaikan gaji guru mulai Oktober 2024, dengan nominal yang cukup signifikan yakni Rp 2 juta per bulan. Pernyataan yang sengaja direkam ini dimaksudkan sebagai bentuk komitmen yang bisa dipegang oleh para guru.

Adanya perbedaan waktu implementasi antara janji kampanye (Oktober 2024) dan pernyataan Mendikdasmen (tahun 2025) menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi kebijakan pemerintah. Seperti yang diungkapkan Satriwan, jika janji kenaikan Rp 2 juta per bulan tidak dipenuhi, maka Prabowo telah mengecewakan lebih dari tiga juta guru di Indonesia. Tentunya hal ini menjadi ujian kredibilitas bagi seorang prajurit yang terkenal memegang teguh sumpahnya.

Pengkajian yang sedang dilakukan pemerintah hendaknya mempertimbangkan beberapa aspek penting. Pertama, transparansi dalam proses pengkajian mutlak diperlukan untuk membangun kepercayaan para guru. 

Keterbukaan informasi tentang kriteria dan indikator yang digunakan dalam menentukan besaran peningkatan kesejahteraan akan membantu masyarakat memahami arah kebijakan ini. Tanpa transparansi, kebijakan ini berpotensi menimbulkan kecurigaan dan resistensi dari berbagai pihak.

Kedua, perbedaan timeline antara janji kampanye dan rencana implementasi perlu mendapat penjelasan yang memadai. Jika memang ada kendala teknis atau administratif yang menyebabkan penundaan implementasi, hal ini harus dikomunikasikan dengan jelas kepada para guru. 

Ketidakjelasan informasi hanya akan menimbulkan kekecewaan dan menurunkan kepercayaan terhadap pemerintah. Komunikasi yang baik menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah.

Ketiga, besaran nominal yang dijanjikan dalam kampanye (Rp 2 juta per bulan) harus menjadi pertimbangan serius dalam pengkajian yang sedang dilakukan. Angka ini telah menjadi ekspektasi publik, khususnya para guru. 

Jika hasil pengkajian menunjukkan angka yang jauh berbeda, perlu ada penjelasan komprehensif yang dapat diterima semua pihak. Pemerintah harus mampu menyajikan argumentasi yang kuat dan data yang valid untuk mendukung keputusannya.

Argumentasi pemerintah bahwa kesejahteraan guru berbanding lurus dengan mutu pendidikan memang tidak terbantahkan. Namun, hal ini juga berarti bahwa janji peningkatan kesejahteraan harus diimbangi dengan sistem evaluasi kinerja yang komprehensif. 

Peningkatan gaji seharusnya menjadi motivasi bagi para guru untuk terus meningkatkan kompetensi dan kualitas pengajaran. Sistem evaluasi yang objektif dan terukur akan memastikan bahwa peningkatan kesejahteraan benar-benar berdampak pada perbaikan kualitas pendidikan.

Penting juga untuk memastikan bahwa peningkatan kesejahteraan ini tidak hanya fokus pada nominal gaji, tetapi juga mempertimbangkan aspek kesejahteraan lainnya seperti jaminan kesehatan, tunjangan profesi, dan fasilitas penunjang pembelajaran. 

Pendekatan holistik dalam peningkatan kesejahteraan akan lebih efektif dalam mendorong peningkatan kualitas pendidikan. Program pengembangan profesional dan pelatihan berkala juga perlu dimasukkan dalam paket kesejahteraan guru.

Standarisasi kesejahteraan guru di berbagai daerah juga perlu menjadi perhatian khusus. Peningkatan kesejahteraan harus dapat dinikmati secara merata, tidak hanya oleh guru di kota-kota besar tetapi juga mereka yang mengabdi di daerah terpencil. 

Perbedaan biaya hidup dan tantangan di masing-masing daerah harus menjadi pertimbangan dalam formulasi kebijakan. Perlu ada sistem kompensasi yang adil yang mempertimbangkan tingkat kesulitan dan risiko dalam menjalankan tugas di berbagai wilayah.

Aspek lain yang tidak kalah penting adalah keberlanjutan program peningkatan kesejahteraan ini. Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk tahun 2025 bukan hanya kebijakan jangka pendek, tetapi merupakan bagian dari strategi jangka panjang peningkatan kualitas pendidikan nasional. Diperlukan roadmap yang jelas tentang bagaimana program ini akan dikembangkan dan dipertahankan di masa mendatang.

Masyarakat akan terus mengawal proses ini untuk memastikan bahwa janji peningkatan kesejahteraan benar-benar terealisasi sesuai dengan kebutuhan dan harapan para pendidik. 

Kredibilitas pemerintah dipertaruhkan dalam implementasi janji ini. Seperti yang dikatakan Satriwan, semoga Prabowo sebagai seorang prajurit yang memegang teguh sumpahnya dapat membuktikan bahwa janji kampanye ini bukan sekadar "ghosting" bagi tiga juta lebih guru di Indonesia. Keseriusan pemerintah dalam merealisasikan janji ini akan menjadi tolok ukur komitmen mereka terhadap perbaikan kualitas pendidikan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun