Sebagai orang yang pernah mengunjungi Yogyakarta, saya telah merasakan pengalaman unik memasuki Kota Pelajar ini melalui dua pintu gerbang yang berbeda. Masih segar dalam ingatan ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di peron Stasiun Tugu beberapa waktu yang lalu.
Dan hari ini, saya berkesempatan menjajal pengalaman baru dengan mendarat di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Kulonprogo, merasakan hembusan angin pantai selatan begitu keluar dari pesawat.Â
Dua pengalaman yang kontras ini membuka mata saya akan dualisme Yogyakarta - sebuah kota yang dengan anggunnya merangkul warisan sejarah sembari melangkah maju ke era modern.
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda menjelajahi perbedaan dan keunikan kedua gerbang masuk Yogyakarta ini, yang masing-masing menawarkan cerita dan kesan pertama yang tak terlupakan bagi para pelancong.
Kota Yogyakarta, dengan segala pesonanya, telah lama menjadi magnet bagi wisatawan dari berbagai penjuru. Namun, sebelum dapat menikmati keindahan Keraton, kelezatan gudeg, atau kemegahan Candi Prambanan, para pengunjung harus terlebih dahulu melewati gerbang kedatangan kota ini.
Dua pilihan utama yang kini tersedia adalah Stasiun Tugu yang legendaris dan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Kulonprogo. Masing-masing memiliki karakteristik unik yang dapat mempengaruhi pengalaman awal seseorang di Kota Pelajar ini.
Stasiun Tugu: Sepenggal Sejarah di Jantung Kota
Berdiri megah sejak era kolonial Belanda, Stasiun Tugu telah menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Yogyakarta. Lokasinya yang strategis di pusat kota menjadikannya pilihan favorit bagi banyak pelancong.Â
Begitu keluar dari gerbong kereta, pengunjung langsung disambut oleh denyut nadi kehidupan kota. Aroma kopi dari kedai-kedai di sekitar stasiun bercampur dengan hiruk-pikuk pedagang asongan, menciptakan atmosfer khas perkotaan Jawa.
Arsitektur stasiun yang memadukan gaya Eropa dan lokal seolah menjadi pengantar sempurna bagi wisatawan untuk mulai menjelajahi kekayaan budaya Yogyakarta.