Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dari Miskonsepsi Menjadi Paham, Reorientasi Pembelajaran Terdiferensiasi

14 Juli 2024   00:01 Diperbarui: 15 Juli 2024   00:03 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar dari rumah. (DOK. SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar istilah "gaya belajar" yang digunakan untuk mengategorikan peserta didik berdasarkan cara mereka menyerap informasi. Konsep ini telah lama dianggap sebagai landasan penting dalam pembelajaran terdiferensiasi. 

Namun, seiring berkembangnya penelitian dan pemahaman kita tentang proses belajar, sudah saatnya kita meninjau ulang pendekatan ini dan mempertimbangkan alternatif yang lebih efektif.

Miskonsepsi yang Merugikan

Salah satu miskonsepsi utama dalam pembelajaran terdiferensiasi adalah kecenderungan untuk mengkategorikan peserta didik ke dalam gaya belajar yang spesifik. 

Pendidik sering memberi label seperti "pelajar auditori", "pelajar visual", atau "pelajar kinestetik" kepada siswa mereka. Meskipun niatnya baik, praktik ini sebenarnya dapat merugikan perkembangan peserta didik dalam jangka panjang.

Ketika kita memberi label gaya belajar kepada peserta didik, kita tanpa sadar membatasi potensi mereka. Peserta didik mungkin mulai percaya bahwa gaya belajar tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari kepribadian mereka, sesuatu yang tidak bisa diubah. 

Akibatnya, mereka mungkin enggan atau bahkan menolak untuk mencoba metode belajar lain yang sebenarnya bisa sangat bermanfaat bagi mereka.

Realitanya, kemampuan belajar manusia jauh lebih kompleks dan dinamis. Setiap individu memiliki potensi untuk belajar melalui berbagai cara, tergantung pada konteks, materi, dan situasi. 

Dengan mengunci peserta didik dalam satu gaya belajar, kita justru menghambat fleksibilitas dan adaptabilitas mereka - keterampilan yang sangat penting di era yang terus berubah ini.

Pengelompokan yang Kontraproduktif

Miskonsepsi lain yang sering terjadi adalah kecenderungan untuk membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan gaya belajar. 

Pendidik mungkin berpikir bahwa dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan gaya belajar mereka dan menyajikan materi yang "cocok" dengan gaya tersebut, pembelajaran akan menjadi lebih efektif. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pendekatan ini sebenarnya kontraproduktif.

"Pencocokan" gaya belajar dengan materi belajar terbukti bukan praktik yang efektif. Selain merepotkan pendidik yang harus menyiapkan berbagai versi materi untuk setiap kelompok, pendekatan ini juga bisa merugikan peserta didik. 

Mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan belajar yang lebih luas dan beragam.

Lebih jauh lagi, pengelompokan berdasarkan gaya belajar bisa menciptakan segregasi yang tidak perlu di dalam kelas. Ini dapat menghambat interaksi dan pertukaran ide antar peserta didik dengan preferensi belajar yang berbeda, padahal keragaman perspektif justru bisa memperkaya pengalaman belajar.

Pendekatan yang Lebih Efektif

Alih-alih fokus pada gaya belajar, pembelajaran terdiferensiasi yang efektif sebaiknya berpusat pada tingkat kesiapan dan kemampuan awal peserta didik. 

Pengelompokan, jika diperlukan, sebaiknya dilakukan berdasarkan faktor-faktor ini, bukan berdasarkan preferensi belajar yang diasumsikan.

Yang bisa dan perlu dilakukan pendidik terkait gaya belajar adalah mengombinasikan bahan ajar dan metode yang bervariasi untuk mengajarkan sebuah topik. 

Ini berarti menyajikan materi melalui berbagai cara: penjelasan tertulis dan lisan, materi visual seperti gambar dan video, serta praktik atau penerapan untuk menyelesaikan masalah nyata.

Dengan pendekatan yang kaya dan beragam ini, pendidik dapat memastikan bahwa semua peserta didik, terlepas dari preferensi belajar mereka, memiliki kesempatan untuk terlibat dengan materi secara mendalam. 

Hal ini juga membantu peserta didik mengembangkan fleksibilitas dalam cara mereka belajar, mempersiapkan mereka untuk menghadapi berbagai situasi belajar di masa depan.

Mengembangkan Keterampilan Belajar yang Menyeluruh

Alih-alih membatasi peserta didik pada satu gaya belajar, kita perlu mendorong mereka untuk mengembangkan keterampilan belajar yang menyeluruh. Ini melibatkan pengajaran strategi metakognitif - kemampuan untuk memahami dan mengelola proses belajar mereka sendiri.

Peserta didik perlu diajari bagaimana memilih dan menggunakan strategi belajar yang tepat untuk tugas dan situasi yang berbeda. 

Mereka perlu memahami bahwa tidak ada satu cara belajar yang selalu efektif untuk semua situasi. Dengan mengembangkan repertoar strategi belajar yang luas, peserta didik akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan belajar.

Peran Pendidik dalam Pembelajaran yang Inklusif

Dalam konteks ini, peran pendidik bergeser dari "pencocok" gaya belajar menjadi fasilitator pembelajaran yang inklusif. Pendidik perlu merancang pengalaman belajar yang kaya dan beragam, yang melibatkan berbagai indera dan keterampilan kognitif.

Ini bisa melibatkan penggunaan teknologi untuk menyajikan materi dalam format yang beragam, merancang aktivitas pembelajaran yang melibatkan diskusi, refleksi, dan praktik langsung, serta memberikan umpan balik yang konstruktif dan personal kepada setiap peserta didik.

Pendidik juga perlu fleksibel dalam pendekatan mereka, siap untuk menyesuaikan strategi pengajaran berdasarkan respons dan kebutuhan peserta didik. Ini membutuhkan keterampilan observasi yang tajam dan kesediaan untuk terus belajar dan beradaptasi.

Menuju Pembelajaran yang Lebih Inklusif dan Efektif

Dengan meninggalkan miskonsepsi tentang gaya belajar dan mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan memuaskan bagi semua peserta didik. 

Kita tidak lagi membatasi potensi peserta didik dengan label yang kaku, tetapi memberdayakan mereka untuk mengembangkan keterampilan belajar yang komprehensif.

Pembelajaran terdiferensiasi yang efektif bukan tentang mencocokkan gaya belajar, tetapi tentang menciptakan pengalaman belajar yang kaya dan beragam yang dapat diakses oleh semua peserta didik. 

Ini adalah tentang mengenali keunikan setiap peserta didik sambil juga mendorong mereka untuk keluar dari zona nyaman mereka dan mengembangkan keterampilan baru.

Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk sukses dalam lingkungan akademis, tetapi juga memberi mereka keterampilan yang mereka butuhkan untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang adaptif dan fleksibel. 

Inilah esensi sejati dari pembelajaran terdiferensiasi - bukan tentang mengkategorikan peserta didik, tetapi tentang memberdayakan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun