Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menggugat Paradigma Sekolah Favorit: Memprioritaskan Proses Daripada Input

28 Juni 2024   00:01 Diperbarui: 28 Juni 2024   00:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, mengubah paradigma yang telah lama tertanam bukanlah perkara mudah. Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak untuk mewujudkan perubahan ini. Pemerintah, sebagai regulator, perlu meninjau ulang kebijakan PPDB yang selama ini cenderung memicu persaingan tidak sehat. Sistem zonasi yang diterapkan beberapa tahun terakhir sebenarnya sudah merupakan langkah positif, namun masih perlu penyempurnaan agar benar-benar efektif mengatasi kesenjangan kualitas antar sekolah.

Sekolah, di sisi lain, perlu didorong untuk mengembangkan program-program unggulan yang berfokus pada peningkatan kualitas proses pembelajaran. Ini bisa mencakup pengembangan metode pengajaran inovatif, peningkatan kompetensi guru, atau penerapan teknologi dalam pembelajaran. Sekolah juga perlu aktif melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan, sehingga tercipta ekosistem belajar yang holistik.

Orang tua dan masyarakat juga memiliki peran krusial dalam mengubah paradigma ini. Mereka perlu diedukasi bahwa kualitas sekolah tidak semata-mata ditentukan oleh input siswa, melainkan oleh kualitas proses pembelajaran yang berlangsung di dalamnya. Dengan pemahaman ini, diharapkan orang tua akan lebih bijak dalam memilih sekolah untuk anak mereka, tidak semata-mata berdasarkan label "favorit" yang selama ini disematkan.

Media massa dan akademisi juga perlu berperan aktif dalam menyebarluaskan paradigma baru ini. Liputan dan kajian yang lebih mendalam tentang praktik-praktik terbaik di sekolah-sekolah yang berhasil melakukan transformasi melalui perbaikan proses akan sangat bermanfaat sebagai inspirasi dan pembelajaran bagi sekolah lain.

Tentu saja, perubahan paradigma ini bukanlah proses yang instan. Diperlukan komitmen jangka panjang dan konsistensi dari semua pihak. Namun, jika kita berhasil menggeser fokus dari input ke proses, maka kita akan melihat dampak positif yang signifikan dalam jangka panjang. Kita akan melihat lebih banyak sekolah yang mampu menghasilkan lulusan berkualitas, terlepas dari label "favorit" yang disematkan oleh masyarakat.

Pada akhirnya, tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan potensi setiap peserta didik secara optimal. Dengan paradigma yang memprioritaskan proses di atas input, kita membuka jalan bagi terciptanya sistem pendidikan yang lebih adil, inklusif, dan berkualitas. Inilah esensi dari sekolah favorit yang sesungguhnya - sekolah yang mampu membawa setiap siswanya, terlepas dari kemampuan awalnya, menuju pencapaian terbaik mereka.

Melalui tulisannya, Waliyadin telah membuka diskusi penting tentang makna sekolah favorit. Kini, tantangan bagi kita semua adalah bagaimana menerjemahkan pemahaman baru ini ke dalam tindakan nyata. Mari kita mulai dengan mengubah cara pandang kita sendiri, kemudian secara aktif menyebarkan pemahaman ini ke lingkungan sekitar kita. Dengan demikian, kita bisa berharap bahwa suatu hari nanti, istilah "sekolah favorit" akan memiliki makna yang jauh lebih dalam dan bermakna - bukan sekadar label, melainkan cerminan dari komitmen terhadap kualitas proses pendidikan yang unggul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun