Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Paradoks Gaya Hidup Konsumtif di Bulan Ramadhan

12 Maret 2024   09:43 Diperbarui: 12 Maret 2024   10:02 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah bulan suci Ramadhan, umat Muslim seharusnya menjadi lebih tenang dalam mengendalikan hawa nafsu. Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan fenomena yang bertolak belakang. Masyarakat Muslim cenderung menjadi lebih konsumtif dibandingkan hari-hari sebelum Ramadhan tiba. Ketika siang hari berpuasa dan menahan lapar serta dahaga, justru pada saat berbuka, mereka seakan melakukan pembalasan dengan memakan hidangan yang berlebihan.

Paradoks ini tampaknya menjadi peluang emas bagi kelompok kapitalis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Para pengusaha menjadikan Ramadhan sebagai wahana untuk panen keuntungan. Hal ini disebabkan oleh permintaan pasar yang meningkat selama bulan suci tersebut. Iklan digencarkan baik melalui platform digital maupun media cetak dengan dalih menyemarakan Ramadhan, padahal ada maksud terselubung di baliknya, yaitu membudayakan watak konsumtif di tengah masyarakat.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surah Al-Furqan ayat 67:

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."

Ayat ini dengan jelas memerintahkan umat Muslim untuk tidak bersikap berlebih-lebihan (israf) dalam mengonsumsi atau membelanjakan harta, tetapi juga tidak kikir. Namun, fenomena gaya hidup konsumtif di bulan Ramadhan justru bertentangan dengan perintah ini.

Pertanyaannya, apakah perilaku konsumtif seperti ini layak dilakukan oleh seorang Muslim yang seharusnya mengendalikan hawa nafsu selama Ramadhan? Bukankah ini justru bertentangan dengan esensi puasa itu sendiri? Puasa tidak hanya menahan makan dan minum, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu yang berlebihan, termasuk di dalamnya nafsu untuk berbelanja dan mengonsumsi secara berlebihan. Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan mengamalkan perbuatan itu, maka Allah tidak butuh kepada kekosongan (puasa) dan tidak makan-minumnya." (HR Bukhari)

Hadits ini mengingatkan bahwa puasa tidak hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu secara menyeluruh, termasuk nafsu untuk berbelanja dan mengonsumsi secara berlebihan.

Godaan untuk hidup konsumtif selama Ramadhan tampaknya semakin besar seiring dengan gencarnya promosi dan iklan dari para pengusaha. Mereka memanfaatkan momentum ini untuk menjual produk-produk mereka secara besar-besaran. Namun, sebagai umat Muslim yang beriman, kita harus mampu mengendalikan diri dan tidak tergoda dengan rayuan tersebut. Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS An-Nisa: 29)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun