Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengendalikan Harga Beras: Perpaduan Kebijakan Jangka Pendek dan Jangka Panjang

1 Maret 2024   17:36 Diperbarui: 1 Maret 2024   17:41 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi via image creator Canva 

"Sebuah masalah tidak dapat diselesaikan dengan pemikiran yang sama ketika masalah itu muncul."

Nasi menjadi primadona di meja makan masyarakat Indonesia. Namun beberapa waktu belakangan, harga beras terus merangkak naik dan menyulitkan masyarakat. Masih segar dalam ingatan kita lonjakan harga beras beberapa bulan lalu akibat banjir di sejumlah lumbung padi nasional. Kini, bayang-bayang kenaikan harga kembali menghantui dengan harga beras premium di sejumlah pasar yang menembus angka Rp17.000 per kg. 

Melihat tren yang terus menanjak ini, kekhawatiran akan semakin sulitnya akses beras dengan harga terjangkau kian nyata. Apalagi daya beli masyarakat juga tergerus inflasi yang terus menggerogoti kantong keluarga Indonesia. Tidak heran jika isu kenaikan harga beras kembali menjadi perhatian utama pemerintah. Sejumlah opsi kebijakan pun dipertimbangkan, di antaranya operasi pasar beras yang rutin digelar pemerintah beberapa waktu belakangan ini.

Beras sebagai komoditas pangan pokok masyarakat Indonesia senantiasa menjadi perhatian pemerintah. Ketersediaan beras dalam jumlah yang cukup dengan harga yang terjangkau selalu menjadi target kebijakan pemerintah. Salah satu instrumen yang kerap digunakan adalah operasi pasar beras oleh pemerintah. 

Operasi pasar beras dilakukan dengan menjual beras dari cadangan pemerintah (Cadangan Beras Pemerintah/CBP) kepada masyarakat dengan harga di bawah harga pasar. Tujuannya adalah untuk menekan harga beras di pasaran agar tetap terjangkau daya beli masyarakat. Namun beberapa catatan perlu diperhatikan agar kebijakan ini efektif.

Pertama, ketersediaan CBP yang terbatas membuat cakupan operasi pasar juga terbatas. Artinya, operasi pasar hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan beras nasional. Penjualan CBP yang terbatas tentu takkan mampu menekan harga beras secara signifikan dalam jangka panjang.

Kedua, harga jual beras operasi pasar memang lebih rendah dari harga pasar, misalnya Rp 8.000 per kg versus harga pasar Rp 9.000 per kg. Selisih harga Rp 1.000 ini tentu menarik minat masyarakat untuk membeli beras operasi pasar. Namun pengaruh penurunan harga ini hanya bersifat sementara.

Ketiga, begitu stok CBP habis terjual dalam operasi pasar, harga beras kembali normal mengikuti mekanisme pasar. Artinya, operasi pasar hanya menekan harga beras dalam jangka pendek selama CBP masih tersedia. Begitu CBP habis, efek penurunan harganya hilang.

Keempat, agar lebih efektif, operasi pasar sebaiknya dilakukan menjelang atau saat harga beras sedang tinggi, misalnya akibat gangguan pasokan akibat banjir atau gagal panen. Saat itulah dampak penurunan harga operasi pasar akan lebih dirasakan masyarakat.

Kelima, operasi pasar juga perlu dibarengi kebijakan lain yang mendukung stabilisasi harga beras. Misalnya dengan impor beras untuk menambah pasokan ketika harga mulai meningkat. Atau kebijakan moneter untuk menjaga inflasi agar daya beli masyarakat tidak melemah.

Keenam, keterbatasan utama operasi pasar adalah membutuhkan anggaran besar untuk subsidi sementara efek penurunan harganya hanya bersifat sementara. Begitu operasi pasar berakhir, harga kembali normal. Operasi pasar pun perlu diulang beberapa kali dalam setahun.

Ketujuh, oleh sebab itu operasi pasar tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu-satunya kebijakan pengendalian harga beras. Diperlukan kebijakan jangka panjang yang mendukung swasembada beras nasional. 

Kebijakan jangka panjang ini antara lain percepatan infrastruktur irigasi pertanian, pengembangan teknologi dan inovasi pertanian, perbaikan sistem distribusi dan logistik beras hingga ke pelosok nusantara, serta efisiensi rantai pasok beras secara keseluruhan.

Dengan demikian, operasi pasar beras oleh pemerintah hanya efektif dalam mengendalikan harga beras dalam jangka pendek. Efektivitasnya pun terbatas oleh ketersediaan CBP. Agar berkelanjutan, operasi pasar perlu didukung oleh berbagai kebijakan makroekonomi dan kebijakan sektor pertanian yang saling melengkapi. Operasi pasar tidak dapat menjadi satu-satunya andalan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan harga beras. Diperlukan dukungan kebijakan jangka panjang dan terpadu di sektor hulu dan hilir agar swasembada beras tetap terjaga dengan harga yang terjangkau masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun