Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tragedi Bisa Baca, tetapi Tak Paham Apa yang Dibaca

1 Januari 2024   00:01 Diperbarui: 3 Februari 2024   17:00 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak tidak suka baca buku. (Sumber: thinkstock/Muralinath via kompas.com)

"Literasi bukan sekadar bisa baca-tulis, tapi juga kemampuan memahami dan menggunakan informasi secara fungsional."

Membaca dan menulis adalah keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam kehidupan modern saat ini. Namun faktanya, masih banyak orang dewasa yang mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis meskipun mereka pernah mengenyam pendidikan formal. Kondisi ini dikenal dengan buta aksara fungsional. 

Buta aksara fungsional sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Orang yang mengalami buta aksara fungsional umumnya mampu membaca dan menulis namun pada tingkat sangat rendah. 

Mereka biasanya hanya mampu membaca dan menulis kata atau kalimat sederhana, namun kesulitan memahami informasi rumit dalam teks panjang. 

Akibatnya, mereka mengalami keterbatasan dalam memanfaatkan keterampilan literasi dasar untuk keperluan sehari-hari. Buta aksara fungsional tentu saja sangat merugikan karena dapat menghambat akses seseorang terhadap informasi dan berbagai kesempatan dalam kehidupan.

Buta aksara fungsional merujuk pada kondisi di mana seseorang memiliki kemampuan dasar membaca dan menulis, namun tidak cukup untuk memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari. 

Orang dengan buta aksara fungsional biasanya hanya sanggup membaca dan memahami teks sederhana atau menulis kalimat pendek saja. 

Mereka kesulitan memahami informasi rumit atau instruksi kompleks yang tertulis. Misalnya, formulir administrasi yang berisi banyak istilah teknis dan prosedur yang rumit seperti form pendaftaran sekolah atau form pengajuan kredit bank. 

Atau, contoh yang lain, buku petunjuk teknis untuk mengoperasikan peralatan rumah tangga atau kendaraan. Mereka mungkin kesulitan memahami langkah-langkahnya.

Akibatnya, buta aksara fungsional membuat seseorang terhambat dalam berpartisipasi penuh di masyarakat modern. Ketidakmampuan memahami informasi tertulis yang lengkap berdampak luas pada aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, keuangan, hingga politik.

Dalam bidang pendidikan, orang dengan buta aksara fungsional akan menemui banyak kesulitan. Mereka kurang mampu mengikuti pelajaran di sekolah karena buku teks dan bahan bacaan terlalu sulit dipahami. 

Akses mereka terhadap pengetahuan dan informasi jadi terbatas. Hal ini berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan yang mereka dapatkan. 

Di bidang kesehatan, mereka kesulitan memahami informasi kesehatan dari brosur, kemasan obat, atau petunjuk dokter. Akibatnya mereka berisiko mengambil keputusan kesehatan yang salah.

Dalam bidang keuangan dan politik, orang buta aksara fungsional juga dirugikan. Mereka kesulitan memahami perjanjian pinjaman uang, sewa-menyewa, asuransi, dan dokumen keuangan lain. Mereka juga sulit memahami program dan kebijakan pemerintah dari media massa. 

Hal ini membuat mereka kurang berdaya dan rentan dieksploitasi. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa buta aksara fungsional sangat merugikan karena menghambat partisipasi penuh seseorang dalam berbagai bidang kehidupan.

Ironisnya, banyak yang menganggap orang dengan buta aksara fungsional sekadar buta huruf. Padahal, mereka sebenarnya sudah melek huruf dalam taraf dasar. Hanya saja, keterampilan literasi mereka tidak memadai untuk menghadapi tuntutan zaman yang semakin kompleks.

Ilustrasi membaca tapi tidak paham. Sumber foto: dokumen pribadi (image creator Canva)
Ilustrasi membaca tapi tidak paham. Sumber foto: dokumen pribadi (image creator Canva)

Di Indonesia, buta aksara fungsional masih menjadi masalah besar yang perlu ditangani. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, ada sekitar 3,8% atau sekitar 9 juta penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengalami buta aksara fungsional. Angka ini meningkat dibandingkan survei tahun 2019 yang mencatat 3,3% penduduk mengalami hal serupa.

Sayangnya, banyak pihak masih meremehkan persoalan buta aksara fungsional ini. Padahal dampaknya sangat merugikan kualitas hidup dan hak-hak warga negara. Minimnya kesadaran publik juga berkontribusi pada lambannya upaya pengentasan buta aksara di Indonesia.

Sejatinya, negara wajib memastikan warganya memiliki keterampilan literasi memadai untuk menjalani kehidupan modern. Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dasar saja tidak lagi cukup.

Masyarakat kini dihadapkan pada informasi digital yang berlimpah ruah dan cepat berubah. Tanpa literasi informasi dan digital yang memadai, warga negara bisa terpinggirkan.

Oleh karena itu, upaya meningkatkan literasi tidak boleh berhenti pada taraf mengajarkan membaca dan menulis dasar saja. Pemerintah perlu memastikan warganya juga memiliki keterampilan memahami dan menggunakan informasi secara fungsional agar bisa berperan aktif di masyarakat. 

Berbagai lembaga di Indonesia perlu bahu membahu meningkatkan kesadaran publik soal urgensi literasi fungsional ini. 

Selain itu, program pendidikan keaksaraan perlu terus ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Kemitraan dengan berbagai elemen masyarakat sipil juga krusial untuk memastikan upaya ini menyeluruh dan berkelanjutan.

Di level individu, kita juga perlu proaktif mengasah kemampuan literasi fungsional ini sepanjang hayat. Jangan enggan untuk terus belajar keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan melek digital agar tak tertinggal perkembangan zaman. Ini tanggung jawab bersama untuk memastikan tak satupun warga negara tertinggal karena buta aksara fungsional.

Buta aksara fungsional bukan sekadar masalah pendidikan, tapi persoalan hak asasi manusia. Negara berkewajiban memastikan seluruh warganya memiliki akses terhadap literasi fungsional agar bisa menikmati kehidupan yang layak secara finansial, sosial, dan politik. 

Dengan demikian, seluruh warga negara bisa berpartisipasi secara penuh membangun Indonesia menjadi bangsa yang maju, makmur, dan bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun