Dalam bidang pendidikan, orang dengan buta aksara fungsional akan menemui banyak kesulitan. Mereka kurang mampu mengikuti pelajaran di sekolah karena buku teks dan bahan bacaan terlalu sulit dipahami.Â
Akses mereka terhadap pengetahuan dan informasi jadi terbatas. Hal ini berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan yang mereka dapatkan.Â
Di bidang kesehatan, mereka kesulitan memahami informasi kesehatan dari brosur, kemasan obat, atau petunjuk dokter. Akibatnya mereka berisiko mengambil keputusan kesehatan yang salah.
Dalam bidang keuangan dan politik, orang buta aksara fungsional juga dirugikan. Mereka kesulitan memahami perjanjian pinjaman uang, sewa-menyewa, asuransi, dan dokumen keuangan lain. Mereka juga sulit memahami program dan kebijakan pemerintah dari media massa.Â
Hal ini membuat mereka kurang berdaya dan rentan dieksploitasi. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa buta aksara fungsional sangat merugikan karena menghambat partisipasi penuh seseorang dalam berbagai bidang kehidupan.
Ironisnya, banyak yang menganggap orang dengan buta aksara fungsional sekadar buta huruf. Padahal, mereka sebenarnya sudah melek huruf dalam taraf dasar. Hanya saja, keterampilan literasi mereka tidak memadai untuk menghadapi tuntutan zaman yang semakin kompleks.
Di Indonesia, buta aksara fungsional masih menjadi masalah besar yang perlu ditangani. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, ada sekitar 3,8% atau sekitar 9 juta penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengalami buta aksara fungsional. Angka ini meningkat dibandingkan survei tahun 2019 yang mencatat 3,3% penduduk mengalami hal serupa.
Sayangnya, banyak pihak masih meremehkan persoalan buta aksara fungsional ini. Padahal dampaknya sangat merugikan kualitas hidup dan hak-hak warga negara. Minimnya kesadaran publik juga berkontribusi pada lambannya upaya pengentasan buta aksara di Indonesia.
Sejatinya, negara wajib memastikan warganya memiliki keterampilan literasi memadai untuk menjalani kehidupan modern. Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dasar saja tidak lagi cukup.
Masyarakat kini dihadapkan pada informasi digital yang berlimpah ruah dan cepat berubah. Tanpa literasi informasi dan digital yang memadai, warga negara bisa terpinggirkan.