Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Calon Legislatif: Lebih Pilih Pose daripada Prosa

24 Desember 2023   17:25 Diperbarui: 25 Desember 2023   08:01 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baliho kampanye yang memampang wajah calon anggota legislatif berjajar di Jalan Boulevard Piere Tendean, Manado, Sulawesi Utara, Kamis (7/12/2023). | KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI 

"Cahaya tulisan dapat memecahkan kegelapan ketidakpahaman, mari bangkitkan literasi dalam politik."

Indonesia tengah menghadapi tantangan signifikan terkait literasi. Menurut penelitian terkini, skor literasi di Indonesia cenderung rendah, dan hal ini dapat memiliki dampak yang mendalam, terutama dalam konteks pemilihan legislatif. Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah dominasi strategi 'perang poster' dibandingkan dengan 'perang tulisan' oleh calon legislatif. 

Artikel ini akan menjelaskan korelasi antara rendahnya skor literasi di Indonesia dengan sulitnya mencari calon legislatif yang memilih media tulisan untuk menarik perhatian pemilihnya.

Literasi di Indonesia: Tantangan dan Dampak

Indonesia telah menghadapi tantangan berkelanjutan terkait literasi sepanjang sejarahnya. Upaya pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk meningkatkan tingkat literasi telah berjalan, namun masih banyak daerah di Indonesia yang berjuang mengakses pendidikan berkualitas. 

Rendahnya akses terhadap pendidikan berkualitas di berbagai wilayah menciptakan ketimpangan dalam kemampuan membaca dan menulis, mengakibatkan dampak yang meresap ke dalam aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh, termasuk dalam ranah politik.

Kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas tidak hanya mempengaruhi kapasitas individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, tetapi juga menciptakan kesenjangan informasional di antara masyarakat. 

Hal ini menjadi tantangan besar dalam upaya menciptakan pemahaman yang merata mengenai isu-isu politik dan keterlibatan yang lebih aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam proses demokratisasi.

Media Tulisan vs. Perang Poster

Pemilihan legislatif bukan sekadar acara demokrasi, tetapi panggung pertarungan di mana calon legislatif berlomba-lomba untuk mencuri perhatian pemilih. 

Di Indonesia, dinamika ini menunjukkan kecenderungan yang menarik, di mana para calon cenderung lebih tertarik pada strategi 'perang poster' daripada 'perang tulisan'. 

Dokumen Harian Disway
Dokumen Harian Disway
Fenomena ini memperlihatkan bahwa dalam upaya menarik pemilih, terkesan lebih efektif menggunakan citra visual dalam bentuk poster dengan pesan singkat dan gambar yang mencolok, yang kadangkala dapat menimbulkan kesan yang lebih kuat ketimbang teks panjang atau argumen yang disampaikan secara tertulis.

Penting untuk dicatat bahwa pilihan strategi 'perang poster' mungkin juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kultural di Indonesia. 

Faktor-faktor seperti tingkat literasi yang cenderung rendah di beberapa daerah, preferensi terhadap komunikasi visual yang lebih cepat dipahami oleh sebagian besar masyarakat, serta keterbatasan akses terhadap informasi dan media tulisan turut berperan dalam dominasi strategi 'perang poster'. 

Hal ini menegaskan bahwa dalam panggung politik Indonesia, efektivitas komunikasi tidak selalu bergantung pada kedalaman tulisan, melainkan pada kemampuan untuk menarik perhatian dalam sekejap mata melalui media visual yang kuat.

Poster: Gambar Lebih dari Seribu Kata

Dalam budaya politik yang kental di Indonesia, poster sering dianggap sebagai senjata utama untuk mencuri perhatian. Calon legislatif secara umum cenderung lebih memilih taktik visual dengan menampilkan diri mereka melalui poster berisi foto diri yang disertai slogan-slogan singkat. 

Pendekatan ini bertujuan menciptakan impak visual yang kuat, memudahkan pemilih untuk mengingatnya, terutama dalam lingkungan masyarakat dengan tingkat literasi yang masih rendah. 

Penggunaan poster secara intensif juga tercermin dari upaya calon legislatif untuk mencapai jangkauan yang lebih luas dan menciptakan kesan yang instan bagi pemilih potensial.

Kurangnya Strategi 'Perang Tulisan'

Dalam kancah politik Indonesia, fenomena mengkhawatirkan terjadi saat strategi 'perang tulisan' semakin tenggelam. Calon legislatif tampaknya lebih nyaman mengandalkan media-media visual yang cepat diingat, seperti poster, video singkat, atau kampanye berbasis gambar. Sayangnya, penggunaan yang minim terhadap media tulisan seperti artikel, manifesto, atau riset sebagai alat komunikasi dengan pemilih terlihat menjadi kekurangan yang signifikan. 

Rendahnya tingkat literasi di beberapa lapisan masyarakat mungkin menjadi faktor utama yang menyebabkan tren ini. Masyarakat yang kesulitan dalam memahami teks cenderung lebih responsif terhadap pesan visual, yang pada gilirannya membuat strategi 'perang tulisan' terasa kurang efektif dan kurang diperhatikan oleh calon legislatif.

Implikasi terhadap Pemilihan Legislatif

Dominasi 'perang poster' dalam konteks pemilihan legislatif memunculkan dampak yang signifikan. Dalam atmosfer di mana informasi tertulis kurang ditekankan, pemilih cenderung bergantung pada impresi visual yang disampaikan melalui poster kampanye. 

Fenomena ini menciptakan risiko penilaian terhadap calon berdasarkan kesan visual semata, meminimalisir pertimbangan mendalam terhadap visi, misi, atau kompetensi seorang kandidat. Akibatnya, keputusan pemilih seringkali tidak terstruktur, lebih dipengaruhi oleh aspek penampilan dibanding substansi dan kualitas kepemimpinan yang sebenarnya.

Langkah untuk Meningkatkan Literasi dan Partisipasi Pemilih

Untuk mengatasi tantangan rendahnya literasi di Indonesia, diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah memiliki peran penting dalam memperkuat sistem pendidikan, meningkatkan kualitas guru, serta memperluas akses terhadap bahan bacaan yang relevan dan informatif. 

Lebih dari itu, lembaga pendidikan di semua tingkatan harus secara aktif melibatkan metode pengajaran yang menstimulasi minat baca dan memperkaya keterampilan menulis di antara generasi muda.

Selain langkah-langkah di bidang pendidikan, masyarakat juga memiliki peran yang tak kalah penting. Dorongan untuk membaca dan menulis harus dipupuk sejak dini, baik di rumah maupun di lingkungan sekitar. Dalam konteks politik, perlunya kampanye yang memanfaatkan media tulisan sebagai sarana komunikasi yang kuat perlu diperkuat. 

Dukungan terhadap calon legislatif yang memprioritaskan pendekatan informatif dan edukatif melalui tulisan dapat memberikan pengaruh besar terhadap pemilih, sehingga keputusan yang diambil lebih cermat dan berdasarkan informasi yang lebih luas.

Kesimpulan

Melalui pemahaman akan dampak rendahnya tingkat literasi terhadap proses pemilihan legislatif, kita memperoleh wawasan yang krusial terkait perluasan partisipasi informasional pemilih. Ketidakseimbangan yang tercipta antara dominasi poster dan minimnya strategi tulisan sebagai sarana kampanye politik memanggil kita untuk bertindak. 

Dengan upaya konkret dalam meningkatkan literasi serta memperjuangkan penggunaan media tulisan sebagai alat kampanye, Indonesia bisa memandu perjalanannya menuju panggung pemilihan yang lebih terang benderang, merangkul informasi dan demokrasi yang lebih inklusif bagi semua warga negaranya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun