"Ketelitian guru dalam merancang soal, hadir untuk mengukur nilai yang tak terukur dalam pembelajaran."
Saat matahari masih malu-malu menyapa pagi, seorang guru duduk di meja kerjanya dengan tumpukan kertas dan buku di sekitarnya. Hari itu, dia merenung, menyusun soal ulangan semester untuk siswanya. Meski tugasnya ini memakan waktu yang lama, guru tersebut sadar akan pentingnya ujian untuk mengukur pemahaman siswa. Namun, di balik upayanya yang besar, terdapat ketidakseimbangan waktu antara guru yang merancang soal dan siswa yang hanya membutuhkan sebentar untuk menjawabnya.
Sebagai seorang guru yang dituntut untuk berdedikasi tinggi. Setiap soal yang dia buat tidak hanya sekadar rangkaian kata, tetapi merupakan upaya untuk menggali pemahaman mendalam siswanya. Saat dia menyusun soal, bayangan wajah-wajah siswa muncul di benaknya. Ia berusaha menciptakan tantangan yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka, memberikan peluang untuk menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh selama semester.
Seiring waktu berlalu, guru tersebut melibatkan kreativitasnya dalam proses pembuatan soal. Ia menciptakan narasi menarik dalam soal-soalnya, mengajak siswa untuk meresapi konsep-konsep pelajaran melalui cerita yang mendorong pemikiran analitis dan reflektif. Meski demikian, dia menyadari bahwa usahanya ini memakan waktu yang lama dan terkadang membuatnya merasa seperti penyair yang menciptakan karya epik setiap kali menyusun soal.
Namun, ironisnya, waktu yang guru habiskan untuk merancang soal ulangan semester ini jauh lebih lama dibandingkan waktu yang siswa habiskan untuk mengerjakannya. Saat siswa menerima soal di tangan mereka, bagi mereka itu hanyalah selembar pertanyaan dan tantangan. Waktu yang dihabiskan untuk menjawabnya hanya sebentar, seringkali tidak sebanding dengan upaya panjang sang guru.
Di sudut kelas, siswa-siswa dengan serius menjawab setiap pertanyaan. Beberapa mengerutkan kening mencoba memahami nuansa pertanyaan, sementara yang lain dengan cepat menggerakkan jempol mereka. Begitu cepatnya, seolah-olah mereka sedang menyelesaikan ujian yang sederhana, tanpa memahami betapa rumitnya proses di balik pembuatan soal oleh gurunya.
Ironi ini mengundang pertanyaan. Apakah ada cara untuk mencapai keseimbangan antara upaya guru dalam merancang soal dan waktu siswa dalam mengerjakannya? Apakah ada solusi untuk memastikan bahwa kecermatan guru dalam menilai pemahaman siswa tidak terabaikan oleh keterbatasan waktu mengerjakan ujian?
Sang guru mulai merenung tentang solusi yang mungkin. Apakah ada alternatif dalam menyusun soal yang tetap mempertahankan tingkat kesulitan dan validitas, tetapi juga memperhitungkan efisiensi waktu? Ide-ide mulai muncul, seperti penggunaan teknologi untuk membuat soal yang interaktif atau pemanfaatan bank soal yang sudah ada sebagai referensi.
Namun, di tengah usahanya mencari solusi, Guru menyadari bahwa esensi pembuatan soal yang teliti dan bermakna tidak boleh terkompromi. Kendati demikian, dia sadar akan kebutuhan untuk mengevaluasi metodenya dan mencari cara untuk mengoptimalkan waktu tanpa mengorbankan kualitas.
Sementara itu, siswa-siswa terus mengerjakan soal-soal yang dihadirkan oleh Gurunya. Bagi mereka, itu hanyalah bagian dari rutinitas akademis, tanpa menyadari betapa rumitnya proses di balik layar yang dilakukan oleh guru mereka. Sebagai siswa, mungkin mereka belum sepenuhnya memahami betapa berharganya waktu dan upaya yang dikeluarkan oleh guru untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang bermakna.
Dalam kisah ini, terbentang suatu realitas yang mungkin ditemui di banyak ruang kelas. Guru yang tekun menciptakan soal dengan teliti, namun siswa yang mungkin kurang mengapresiasi upaya tersebut karena mereka hanya melihat hasil akhirnya. Sebagai pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, apakah kita bisa menemukan titik temu yang menghormati usaha guru dan menjaga keadilan dalam pemberian ujian kepada siswa?
Pertanyaan ini menggantung di udara, seperti cerita Guru tersebut yang terus berlanjut setiap semester. Mungkin, dengan refleksi yang mendalam dari semua pihak yang terlibat, kita dapat menemukan cara untuk menciptakan sistem evaluasi yang adil dan bermakna, di mana upaya guru dihargai sejalan dengan pemahaman siswa yang sebenarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H