Proses sertifikasi logo halal resmi diubah oleh Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggaran Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Secara langsung, sertifikasi logo halal sebelumnya versi Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya berlaku sampai 2026, kedepannya terganti oleh logo versi Kementerian Agama.
Pergantian logo halal versi lama ke logo baru akibat pemindahan otoritas sertifikasi halal yang sebelumnya ditangani oleh MUI, yang kini dipegang oleh Kementerian agama melalui BPJPH.
Beberapa pihak terlihat tidak menyambut baik kehadiran logo buatan kementerian agama, banyak netizen begitu vokal terhadap logo baik dari segi visibilitas, makna filosofis atau design logo.
Berikut rangkuman kontroversi yang beredar dalam menanggapi penerbitan sertifikasi logo halal;
Identitas logo halal internasional
Untuk memandu Umat Muslim memilih produk halal, tentunya perlu identitas dan logo yang mudah dinotice pada produk makanan. Kita tau identitas halal umumnya pada pasaran internasional berwarna hijau dengan  bertulisan halal dengan font arab. Sedangkan logo Versi Kementrian agama memiliki kaligrafi yang tidak umum dipahami masyarakat.
Maka darinya logo baru dikhawatirkan sulit dipahami pada masyarakat muslim yang awam dalam mencari produk halal yang beredar dipasaran.
Penggunaan WarnaÂ
Penggunaan warna pada logo baru berwarna ungu gelap berpotensi tidak mencolok apabila diterapkan pada produk dengan warna gelap yaitu hitam, cokelat, biru tua. Tentunya akan menganggu visibilitas konsumen dalam memilih produk dengan sertifikasi halal.
Font yang keliru
Penggunaan font perlu diterapkan lebih jelas, tegas, mudah terbaca untuk semua kalangan konsumen khususnya kaum muslim. Meski dibawah logo ada tulisan halal, tentu saja sebaik baiknya logo yaitu logo yang mudah terbaca dan familiar.
Representasi Budaya
Terlihat logo baru memiliki desain bentuk gunungan wayang, yang mana mewakili satu suku jawa. Karena Indonesia bukan hanya jawa saja, logo baru dikhawathirkan menciptakan kecemburuan sosial antar banyaknya suku di tanah air. Alih alih logo diterima seluruh masyarakat, malah memperkeruh suasana Indonesia dalam menghindari persepsi Jawa-sentris.
Terlepas dari kontroversi logo halal terbaru dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) melalui Kementerian Agama, saya sendiri kesulitan menyadari bahwa logo kaligrafi tersebut merupakan sertifikasi halal.
Apalagi kalau logo tersebut sudah diterapkan pada produk dengan kemasan mini atau kecil, sulit rasanya mengidentifikasi bahwa barang tersebut halal. Tentunya jadi kendala bagi masyarakat muslim, baik warga lokal atau asing.
Lalu bagaimana logo yang bagus? Simplenya yaitu logo yang mudah dipahami dan dibaca, baik itu  secara latin atau Bahasa Arab, serta pemilihan warna terang dan nyaman dilihat, sehingga memperjelas logo halal pada suatu produk.
Tentu saja Kementerian Agama melalui BPJPH perlu merubah desain agar mudah dicerna oleh masyarakat, karena hal tersebut berkaitan dengan aktivitas jual-beli umat muslim dalam memilih produk sesuai dengan kaidah agama islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H