Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertumbuhan Ekonomi 8%: Peluang Emas atau Resiko Tersembunyi?

10 Januari 2025   11:27 Diperbarui: 10 Januari 2025   11:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pertumbuhan ekonomi sebesar 8% merupakan angka yang tidak dapat dianggap sepele, terutama di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Angka ini menggambarkan sebuah pencapaian yang signifikan, menandakan kemampuan suatu negara untuk mempercepat laju pembangunan, meningkatkan daya saing, dan mendorong kemajuan sosial. Dalam konteks ini, angka pertumbuhan ekonomi menjadi indikator utama kesehatan ekonomi suatu negara, yang sering kali dihubungkan dengan meningkatnya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan per kapita, serta kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan publik yang lebih baik.

Namun, di sisi lain, target pertumbuhan ekonomi sebesar ini juga menimbulkan sejumlah pertanyaan penting. Pertama, apakah pertumbuhan tersebut bersifat inklusif? Dalam banyak kasus, pertumbuhan tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi yang adil dari manfaat ekonomi. Ketimpangan sosial dan ekonomi bisa tetap melebar meskipun angka pertumbuhan terlihat impresif. Kedua, apakah pertumbuhan ini berkelanjutan? Dunia saat ini dihadapkan pada krisis lingkungan yang semakin serius, sehingga model pertumbuhan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan dapat berdampak negatif pada ekosistem dan generasi mendatang.

Dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian juga menambah kompleksitas situasi ini. Ketegangan geopolitik, fluktuasi harga energi dan komoditas, serta ketergantungan pada rantai pasok global yang rentan menjadi tantangan utama dalam menjaga kestabilan ekonomi domestik. Selain itu, faktor internal seperti reformasi struktural yang lambat, tingkat produktivitas yang belum optimal, dan potensi risiko inflasi juga dapat memengaruhi kemampuan sebuah negara untuk mencapai dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah angka ini murni memberikan optimisme atau justru menyimpan risiko yang memicu pesimisme? Dalam membahas ini, penting untuk mempertimbangkan berbagai perspektif, baik dari sisi peluang maupun tantangan, untuk memahami implikasi pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Analisis mendalam terhadap indikator-indikator makroekonomi, kondisi sosial, serta dampak lingkungan diperlukan untuk mengevaluasi sejauh mana angka ini dapat mencerminkan keberhasilan yang sebenarnya dan bukan hanya pencapaian statistik semata.

Optimisme: Peluang untuk Bangkit dan Berkembang

Pertumbuhan ekonomi sebesar 8% merupakan pencapaian luar biasa yang tidak hanya mencerminkan keberhasilan kebijakan ekonomi pemerintah, tetapi juga potensi besar sebuah negara untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Angka ini menjadi simbol optimisme bagi banyak pihak, terutama di tengah tantangan global seperti ketidakpastian ekonomi, dampak perubahan iklim, dan gejolak geopolitik. Namun, dibalik angka yang menggembirakan ini, terdapat peluang besar sekaligus tantangan yang harus dihadapi agar manfaat dari pertumbuhan ini benar-benar terasa di seluruh lapisan masyarakat.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara langsung berhubungan dengan peningkatan kapasitas penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), setiap kenaikan 1% dalam pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan hingga 400.000 lapangan kerja baru. Dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 8%, lebih dari 3 juta lapangan kerja dapat terbuka, yang sebagian besar terserap di sektor-sektor seperti manufaktur, jasa, dan konstruksi. Sektor manufaktur, misalnya, memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian dengan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan nilai tambah pada produk domestik bruto (PDB). Selain itu, sektor jasa yang terus berkembang, termasuk pariwisata dan teknologi informasi, juga membuka peluang besar untuk menciptakan pekerjaan dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Lebih jauh, pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat mempercepat upaya pengurangan kemiskinan. Pada tahun 2023, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun menjadi 9,36%, dibandingkan 10,19% pada tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi telah memberikan dampak positif, meskipun masih terdapat tantangan untuk memastikan distribusi yang merata. Pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, terutama yang diarahkan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan sosial, dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan. Dengan memperbaiki infrastruktur sosial dan memperluas jangkauan program perlindungan sosial, manfaat ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan.

Tidak hanya memberikan dampak domestik, pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga mencerminkan iklim investasi yang kondusif. Pada kuartal kedua 2023, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa investasi asing langsung (FDI) di Indonesia mencapai USD 17,9 miliar, meningkat 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lonjakan investasi ini didorong oleh kepercayaan investor terhadap stabilitas makroekonomi, reformasi regulasi, dan potensi pasar domestik yang besar. Sektor-sektor seperti energi terbarukan, teknologi, dan jasa keuangan menjadi magnet utama bagi investor asing, seiring dengan dorongan pemerintah untuk mempercepat transformasi digital dan mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah.

Salah satu contoh keberhasilan adalah pengembangan infrastruktur yang telah memperkuat konektivitas nasional. Proyek-proyek strategis seperti Jalan Tol Trans-Sumatera tidak hanya mempercepat waktu tempuh logistik hingga 30%, tetapi juga membuka akses ke wilayah yang sebelumnya terisolasi, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini sejalan dengan data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa investasi pada infrastruktur dapat memberikan pengembalian ekonomi hingga 2,7 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan, melalui peningkatan efisiensi transportasi dan pengurangan biaya produksi.

Namun, pencapaian ini tidak lepas dari tantangan yang harus diantisipasi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus berkelanjutan dan inklusif. Ketergantungan pada sektor tertentu, seperti komoditas mentah, dapat menimbulkan risiko ketika harga pasar global mengalami fluktuasi. Selain itu, pertumbuhan yang hanya terkonsentrasi di wilayah tertentu dapat memperburuk ketimpangan antar daerah, menciptakan kesenjangan ekonomi yang lebih luas. Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi menjadi langkah penting untuk memastikan stabilitas jangka panjang. Pemerintah perlu mendorong pengembangan sektor-sektor baru, seperti ekonomi hijau dan teknologi berbasis inovasi, untuk menciptakan model pertumbuhan yang lebih resilien.

Isu lingkungan juga menjadi perhatian utama. Dengan dorongan besar pada pembangunan, risiko kerusakan lingkungan menjadi lebih tinggi. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan harus menjadi prioritas, mengingat dampak negatif pembangunan yang tidak terkendali dapat merusak fondasi ekonomi jangka panjang. Penerapan kebijakan ekonomi hijau, seperti pengurangan emisi karbon, investasi pada energi terbarukan, dan praktik pertanian berkelanjutan, menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya tinggi tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi sebesar 8% membawa harapan besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di panggung global dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Namun, manfaat dari angka ini hanya dapat dirasakan secara optimal jika dikelola dengan baik melalui kebijakan yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada pemerataan. Dengan langkah yang tepat, angka ini tidak hanya menjadi simbol statistik, tetapi juga pendorong transformasi nyata menuju masa depan yang lebih cerah, adil, dan stabil bagi seluruh masyarakat.

Pesimisme: Apakah Angka Ini Berkelanjutan?

Angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8% memang terdengar sangat mengesankan, tetapi bagi sebagian pihak, pencapaian ini justru memunculkan kekhawatiran. Salah satu pertanyaan utama adalah apakah angka ini benar-benar mencerminkan kondisi ekonomi yang sehat dan berkelanjutan, ataukah hanya menjadi pencapaian sementara tanpa fondasi yang kokoh. Kekhawatiran ini berakar pada sejumlah isu mendasar, termasuk validitas data, ketergantungan ekonomi pada sektor tertentu, distribusi manfaat pertumbuhan, hingga dampak lingkungan yang sering kali diabaikan.

Skeptisisme terhadap angka pertumbuhan yang tinggi sering kali berpusat pada akurasi dan transparansi data yang disajikan. Dalam beberapa kasus, negara-negara berkembang dituding memanipulasi data makroekonomi untuk menciptakan citra positif di mata investor internasional. Ketika data seperti inflasi, pendapatan nasional bruto (PNB), atau angka kemiskinan tidak sesuai dengan realitas di lapangan, kredibilitas pemerintah dalam menyampaikan kinerja ekonomi menjadi dipertanyakan. Hal ini juga berdampak pada kepercayaan investor, yang dapat menahan modalnya jika mencium adanya ketidaksesuaian dalam angka-angka ekonomi tersebut. Validitas angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8% hanya dapat dipastikan jika didukung oleh data transparan yang mencerminkan kondisi riil.

Ketergantungan yang berlebihan pada sektor tertentu, seperti ekspor komoditas dan investasi asing langsung (FDI), juga menjadi salah satu kelemahan utama yang perlu dicermati. Perekonomian Indonesia, misalnya, masih sangat bergantung pada ekspor komoditas seperti minyak sawit, batu bara, dan gas alam. Sektor ini rentan terhadap fluktuasi harga global, seperti yang terjadi selama krisis komoditas global 2014–2015, ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 4,8%. Selain itu, investasi asing, meskipun memberikan dorongan besar bagi pertumbuhan ekonomi, memiliki risiko tersendiri. Ketika perekonomian global mengalami perlambatan atau terjadi ketegangan geopolitik, investor asing dapat menarik modalnya, yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi domestik.

Ketimpangan sosial juga menjadi isu yang tidak dapat diabaikan dalam diskusi mengenai pertumbuhan ekonomi. Tingginya angka pertumbuhan sering kali tidak diiringi dengan pemerataan manfaat. Berdasarkan data dari Bank Dunia, koefisien Gini Indonesia pada tahun 2022 berada di angka 0,38, yang menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan masih cukup signifikan. Dalam banyak kasus, pertumbuhan hanya dinikmati oleh kelompok elit ekonomi dan masyarakat kelas menengah ke atas, sementara kelompok rentan tetap tertinggal. Ketimpangan ini tidak hanya menghambat pemerataan kesejahteraan, tetapi juga berpotensi memicu ketidakstabilan sosial dan politik, terutama jika masyarakat merasa tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan yang tinggi.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi sebesar 8% juga membawa dampak serius terhadap lingkungan. Pembangunan yang berorientasi pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan keberlanjutan sering kali menimbulkan kerusakan ekologis yang besar. Deforestasi untuk ekspansi lahan sawit, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, dan meningkatnya emisi karbon adalah beberapa contoh nyata dari dampak negatif pertumbuhan ekonomi yang tidak terkendali. Menurut data Global Forest Watch, Indonesia kehilangan sekitar 9,75 juta hektar hutan primer antara tahun 2002 dan 2021, sebagian besar disebabkan oleh ekspansi industri. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga mengganggu keberlanjutan jangka panjang perekonomian itu sendiri.

Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu identik dengan keberhasilan. Fondasi ekonomi yang rapuh, ketergantungan pada sektor tertentu, ketimpangan sosial, dan kerusakan lingkungan adalah ancaman nyata yang harus diatasi. Reformasi struktural menjadi sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah perlu mendorong diversifikasi ekonomi, meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan berinvestasi dalam pendidikan serta kesehatan untuk membangun sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Selain itu, adopsi kebijakan pembangunan berkelanjutan, termasuk transisi menuju ekonomi hijau, harus menjadi prioritas untuk memitigasi dampak lingkungan.

Angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8% memang membawa harapan besar, tetapi manfaat dari angka ini hanya dapat dirasakan secara nyata jika dikelola dengan baik. Tanpa upaya untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, pertumbuhan ini berisiko menjadi sekadar angka statistik yang tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat luas. Keberlanjutan, inklusivitas, dan pemerataan harus menjadi prinsip utama dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Jalan Tengah: Pertumbuhan Berkelanjutan dan Inklusif

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif menjadi salah satu fokus utama pemerintah Indonesia dalam menghadapi tantangan pembangunan di masa depan. Pendekatan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan perlindungan lingkungan dan pemerataan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif tidak hanya menjadi tujuan jangka pendek, tetapi juga landasan untuk menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi jangka panjang.

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip inklusivitas dan keberlanjutan melalui berbagai kebijakan strategis. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3–5,6 persen, dengan prioritas pada pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Angka ini tetap berada di atas rata-rata global yang diperkirakan sebesar 3,4 persen. Stabilitas ekonomi Indonesia ini merupakan hasil dari kebijakan yang berorientasi pada penguatan daya saing, transformasi struktural, dan peningkatan investasi di sektor-sektor strategis.

Di bidang sosial, pemerintah menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai pilar utama dalam mewujudkan pertumbuhan yang inklusif. Melalui program pendidikan yang lebih terjangkau dan layanan kesehatan yang diperbaiki, pemerintah berupaya menciptakan SDM yang produktif, inovatif, dan berdaya saing. Salah satu langkah konkret adalah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, yang pada tahun 2022 berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 9,36 persen, lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, pemerintah juga berfokus pada penurunan prevalensi stunting, yang saat ini menjadi salah satu indikator utama kesejahteraan masyarakat. Target penurunan stunting menjadi prioritas nasional, sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup generasi masa depan.

Di sisi lingkungan, pemerintah memprioritaskan penerapan prinsip-prinsip ekonomi hijau sebagai bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan. Kebijakan ini mencakup pengurangan emisi karbon, pengelolaan sumber daya alam yang lebih bijaksana, dan pengembangan energi terbarukan. Salah satu langkah signifikan adalah pengurangan deforestasi yang telah menjadi perhatian global. Berdasarkan data Global Forest Watch, Indonesia berhasil mengurangi laju kehilangan hutan primer sebesar 25 persen antara 2020 dan 2022, menunjukkan komitmen kuat terhadap perlindungan lingkungan. Selain itu, proyek-proyek energi terbarukan seperti pengembangan pembangkit listrik tenaga surya dan angin terus digenjot untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Pendekatan pembangunan yang inklusif juga mencakup upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi di daerah-daerah tertinggal dan mendorong pembangunan infrastruktur yang dapat menjangkau seluruh wilayah. Proyek-proyek besar seperti Jalan Tol Trans-Sumatera dan Trans-Jawa tidak hanya mempercepat waktu tempuh logistik tetapi juga membuka peluang ekonomi baru di wilayah-wilayah yang sebelumnya terisolasi. Dengan konektivitas yang lebih baik, daerah-daerah terpencil kini memiliki akses yang lebih besar terhadap pasar, sumber daya, dan peluang kerja, sehingga mendorong pemerataan ekonomi.

Namun, tantangan besar tetap ada dalam mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif. Ketimpangan sosial masih menjadi salah satu isu utama. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa koefisien Gini Indonesia pada tahun 2022 berada di angka 0,38, yang mengindikasikan ketimpangan pendapatan yang cukup signifikan. Ketimpangan ini memerlukan pendekatan yang lebih holistik, termasuk reformasi sistem perpajakan untuk memastikan distribusi kekayaan yang lebih merata, serta penguatan program jaminan sosial untuk melindungi kelompok masyarakat rentan.

Selain itu, keberlanjutan lingkungan tetap menjadi perhatian kritis. Meskipun ada kemajuan dalam pengurangan deforestasi, tantangan besar seperti eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan polusi industri masih memerlukan perhatian lebih. Pemerintah harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan ekosistem yang menjadi penopang kehidupan masyarakat dalam jangka panjang. Pendekatan berbasis data dan penerapan teknologi ramah lingkungan dapat menjadi solusi untuk mengelola sumber daya alam secara lebih efektif dan efisien.

Kesimpulannya, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif adalah jalan tengah yang paling realistis untuk menghadapi tantangan pembangunan di era modern. Dengan mengintegrasikan pembangunan sosial, perlindungan lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia berupaya menciptakan landasan yang kokoh untuk masa depan yang lebih cerah. Namun, keberhasilan dari upaya ini sangat bergantung pada keberlanjutan komitmen politik, penguatan koordinasi antar-lembaga, dan partisipasi aktif dari masyarakat dan sektor swasta. Dengan pendekatan yang tepat, pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif tidak hanya akan menjadi visi, tetapi juga kenyataan yang membawa manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesimpulan

Pertumbuhan ekonomi sebesar 8% adalah pencapaian yang pantas diapresiasi, tetapi harus dilihat dengan perspektif yang seimbang dan mendalam. Angka ini bukan sekadar hasil statistik, melainkan sebuah peluang besar untuk mendorong pembangunan yang lebih merata dan berkelanjutan. Namun, pertumbuhan semacam ini hanya akan bermakna jika manfaatnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya oleh segelintir kelompok elit. Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi harus didasarkan pada fondasi yang kuat, seperti reformasi struktural, pengelolaan sumber daya yang bijak, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tanpa itu, optimisme dapat menjadi euforia semata yang tidak memberikan dampak nyata.

Sebaliknya, pesimisme yang berlebihan juga perlu dihindari. Tantangan seperti ketimpangan sosial, ketergantungan pada komoditas, atau risiko lingkungan memang nyata, tetapi dapat diatasi melalui kebijakan yang tepat dan keberlanjutan komitmen pemerintah serta sektor swasta. Mengadopsi pendekatan yang fokus pada diversifikasi ekonomi, perlindungan lingkungan, dan penguatan infrastruktur sosial seperti pendidikan dan kesehatan adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi ini memiliki dampak jangka panjang yang positif.

Kesuksesan dalam mencapai keseimbangan ini tidak hanya akan mencerminkan stabilitas ekonomi, tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bukan hanya tentang angka, melainkan tentang bagaimana angka tersebut diterjemahkan menjadi kesejahteraan nyata yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat. Dengan pendekatan yang tepat, pencapaian ini dapat menjadi katalisator transformasi ekonomi yang lebih adil, stabil, dan ramah lingkungan, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan berdaya saing di panggung global.

Sumber Rujukan

Bank Dunia. (2022). World Development Indicators. Retrieved from https://data.worldbank.org

Global Forest Watch. (2021). Indonesia Primary Forest Loss Data 2002–2021. Retrieved from https://globalforestwatch.org

Indonesia.go.id. (2025). RAPBN 2025: Prioritas kesejahteraan rakyat lewat pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Retrieved from https://indonesia.go.id/kategori/editorial/8506/rapbn-2025-prioritas-kesejahteraan-rakyat-lewat-pembangunan-inklusif-dan-berkelanjutan

Kementerian Perdagangan. (2023). Laporan Ekspor dan Ketergantungan Ekonomi Indonesia pada Komoditas. Retrieved from https://kemendag.go.id

Kompasiana. (2023). Efek ketergantungan ekspor terhadap perekonomian Indonesia dalam konteks perekonomian global. Retrieved from https://www.kompasiana.com

Kumparan. (2023). Manipulasi data ekonomi di Indonesia: Dampak terhadap iklim investasi asing. Retrieved from https://kumparan.com

Presiden RI. (2023). Strategi pemerintah untuk transformasi ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Retrieved from https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/strategi-pemerintah-untuk-transformasi-ekonomi-inklusif-dan-berkelanjutan

World Bank. (2023). Indonesia Economic Prospects: Achieving Inclusive Growth. Retrieved from https://www.worldbank.org/en/country/indonesia/publication/indonesia-economic-prospects

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun