Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Pemikiran Kritis Mahasiswa Doktoral: Apakah Pendidikan Tertinggi Kehilanggan Esensinya?

23 Desember 2024   17:42 Diperbarui: 23 Desember 2024   17:44 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebagai dosen pembimbing, salah satu tantangan terbesar adalah mengubah orientasi mahasiswa dari sekadar menyelesaikan penelitian menjadi sebuah proses eksplorasi intelektual yang mendalam. Pendekatan ini membutuhkan metode pengajaran yang tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga mendorong dialog intelektual yang kritis. Penelitian oleh McAlpine dan Amundsen (2019) menunjukkan bahwa pembimbing yang secara aktif mendorong dialog kritis dengan mahasiswa mereka melihat peningkatan signifikan dalam kemampuan mahasiswa untuk menganalisis dan mempertanyakan isu-isu kompleks. Dosen dapat memfasilitasi proses ini dengan menciptakan budaya tanya-jawab yang mendalam, di mana mahasiswa diajak untuk merefleksikan relevansi teori dan metode yang mereka gunakan. Diskusi kelompok dan seminar juga dapat menjadi alat yang efektif untuk memperkenalkan perspektif baru dan mendorong mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai sudut pandang.

Integrasi filsafat ilmu ke dalam kurikulum doktoral juga merupakan langkah penting untuk membantu mahasiswa memahami konteks epistemologis dan metodologis penelitian mereka. Pemahaman ini memungkinkan mahasiswa untuk tidak hanya bekerja dalam batasan disiplin mereka tetapi juga berpikir lintas disiplin, yang merupakan ciri khas dari inovasi intelektual yang mendalam.

Krisis pemikiran kritis di kalangan mahasiswa doktoral adalah tantangan yang harus diatasi melalui kolaborasi antara mahasiswa, dosen, dan institusi. Dengan memberikan perhatian lebih pada proses refleksi dan eksplorasi intelektual, pendidikan doktoral dapat kembali pada tujuan utamanya, yaitu menghasilkan intelektual yang mampu berpikir kritis, mandiri, dan inovatif. Dengan langkah ini, mahasiswa doktoral tidak hanya akan mampu menyelesaikan penelitian mereka tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Penyebab Krisis Pemikiran Kritis

Krisis pemikiran kritis di kalangan mahasiswa doktoral tidak muncul tanpa sebab, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Salah satu penyebab utama adalah tekanan akademik yang berlebihan dan fokus pada produktivitas. Mahasiswa doktoral sering kali dihadapkan pada tuntutan untuk menghasilkan publikasi dalam waktu singkat, dengan jumlah publikasi sering kali menjadi indikator keberhasilan akademik mereka. Tekanan ini menciptakan orientasi yang lebih berpusat pada "hasil akhir" dibandingkan proses berpikir mendalam yang membutuhkan waktu dan refleksi. Survei global yang dilakukan oleh Nature Career (2019) mengungkapkan bahwa 70% mahasiswa doktoral merasa stres akibat tekanan produktivitas, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan mereka untuk terlibat dalam eksplorasi intelektual yang lebih mendalam.

Selain itu, desain kurikulum yang terlalu struktural juga menjadi hambatan bagi pengembangan pemikiran kritis mahasiswa doktoral. Di banyak institusi, program doktoral dirancang dengan jadwal yang sangat padat dan terstruktur, sehingga membatasi ruang bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi ide-ide mereka secara mandiri. Penelitian oleh McAlpine dan Amundsen (2019) menunjukkan bahwa struktur kurikulum yang kaku cenderung mendorong mahasiswa untuk lebih fokus pada penyelesaian persyaratan administratif daripada pada proses intelektual yang inovatif.

Budaya akademik yang kurang mendukung diskusi kritis juga menjadi faktor yang signifikan. Dalam banyak kasus, diskusi di lingkungan akademik lebih berpusat pada validasi ide atau metode yang sudah ada daripada penciptaan dialog intelektual yang produktif. Hal ini mengakibatkan mahasiswa doktoral kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka melalui debat intelektual. Penelitian oleh Sudirman et al. (2021) di Indonesia mencatat bahwa banyak mahasiswa doktoral merasa tidak percaya diri dalam diskusi akademik yang mendalam, karena budaya diskusi yang sering kali hanya menekankan pada jawaban yang dianggap "benar" daripada eksplorasi isu yang lebih kompleks.

Dominasi teknologi dan informasi cepat juga turut berkontribusi terhadap krisis ini. Di era digital, kemudahan akses informasi sering kali menggantikan proses refleksi dan analisis yang mendalam. Mahasiswa cenderung mengandalkan jawaban instan dari mesin pencari atau sumber online tanpa menguji validitas informasi tersebut secara kritis. Menurut survei oleh Journal of Higher Education (2020), lebih dari 60% mahasiswa doktoral mengakui bahwa mereka lebih sering mencari solusi teknis yang cepat daripada terlibat dalam proses refleksi mendalam untuk memahami konteks penelitian mereka.

Dengan faktor-faktor ini, krisis pemikiran kritis di kalangan mahasiswa doktoral menjadi tantangan yang tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada kualitas keseluruhan dari hasil penelitian dan kontribusi intelektual yang dihasilkan. Lingkungan akademik yang terlalu berorientasi pada hasil, dikombinasikan dengan kurangnya ruang untuk eksplorasi intelektual dan refleksi, telah menciptakan hambatan sistemik bagi pengembangan pemikiran kritis yang seharusnya menjadi inti dari pendidikan doktoral. Upaya kolektif untuk mengatasi tantangan ini sangat penting untuk memastikan bahwa mahasiswa doktoral tidak hanya memenuhi persyaratan administratif tetapi juga mampu memberikan kontribusi intelektual yang transformatif.

Tanggung Jawab Dosen dalam Menghidupkan Pemikiran Kritis

Dosen memiliki peran penting dalam menghidupkan pemikiran kritis di kalangan mahasiswa doktoral. Sebagai pendamping akademik, dosen tidak hanya bertugas untuk membimbing mahasiswa dalam penyelesaian disertasi mereka, tetapi juga bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan pola pikir kritis. Namun, tanggung jawab ini memerlukan refleksi diri dari para dosen untuk memastikan bahwa metode pengajaran dan bimbingan yang digunakan benar-benar memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berkembang. Pertanyaan penting yang perlu diajukan adalah: apakah dosen terlalu fokus pada pencapaian kuantitatif, seperti jumlah publikasi, sehingga mengabaikan proses pembelajaran yang lebih bermakna? Atau apakah dosen telah berhasil mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam proses refleksi mendalam yang esensial bagi pendidikan doktoral?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun