Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gen-Z Merangkai Keteraturan dan Mengejar Impian

2 Desember 2024   08:58 Diperbarui: 2 Desember 2024   09:55 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meskipun demikian, peluang tetap ada. Kebangkitan ekonomi digital di Indonesia, misalnya, menawarkan jalan bagi Gen Z untuk mengeksplorasi minat mereka melalui kewirausahaan digital dan pekerjaan berbasis teknologi. 

Data dari Google, Temasek, dan Bain & Company pada tahun 2023 menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia diperkirakan tumbuh hingga USD 130 miliar pada tahun 2025, membuka berbagai peluang di bidang e-commerce, teknologi keuangan, dan konten digital. Dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, seperti program pelatihan digital dan hibah kewirausahaan, dapat membantu Gen Z menjembatani kesenjangan keterampilan dan mewujudkan impian mereka.

Dengan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki sistem pendidikan, mempermudah akses ke pelatihan keterampilan, dan menghilangkan stigma terhadap jalur karier alternatif, Gen Z memiliki peluang besar untuk mengatasi rintangan ini. Realitas mungkin keras, tetapi dengan dukungan yang tepat, mereka dapat mengubah idealisme menjadi tindakan nyata yang berdampak.

Tantangan Kesehatan Mental

Tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial dan pribadi menjadi tantangan yang signifikan bagi Gen Z, dan dampaknya terhadap kesehatan mental semakin terlihat. Dalam survei oleh McKinsey Health Institute di Amerika Serikat, 18% Gen Z melaporkan memiliki kondisi mental yang buruk atau sangat buruk, angka yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini menggarisbawahi kerentanan unik yang dihadapi generasi ini dalam menghadapi tuntutan zaman yang serba cepat.

Meskipun data spesifik untuk Indonesia terbatas, tren serupa kemungkinan besar terjadi. Tekanan untuk tampil "sempurna" di era media sosial, di mana kehidupan sering kali dipamerkan melalui lensa estetika yang ideal, menciptakan standar yang sulit dicapai. 

Sebuah survei oleh We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2023 menemukan bahwa pengguna media sosial di Indonesia menghabiskan rata-rata 3 jam 18 menit per hari di platform digital, menjadikan mereka salah satu pengguna media sosial paling aktif di dunia. Aktivitas ini dapat memicu perbandingan sosial yang berlebihan, meningkatkan rasa cemas, dan menurunkan rasa percaya diri.

Selain itu, tantangan ekonomi juga turut berkontribusi pada kesehatan mental Gen Z. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka di kelompok usia 15-24 tahun mencapai 7,88%, jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Ketidakpastian ekonomi ini dapat memicu stres yang berkepanjangan, terutama di kalangan individu muda yang merasa tertekan untuk segera mencapai stabilitas finansial.

Dalam konteks pendidikan, tekanan untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi juga menjadi faktor penting. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2022, 45% remaja Indonesia melaporkan mengalami tekanan untuk berhasil di sekolah, yang dapat menyebabkan kecemasan dan kelelahan mental. 

Banyak dari mereka merasa bahwa nilai akademik adalah indikator utama kesuksesan mereka, sehingga mengabaikan aspek lain dari kehidupan yang sama pentingnya, seperti kesehatan emosional dan hubungan sosial.

Kendala akses terhadap layanan kesehatan mental juga menjadi masalah yang memperburuk situasi. Laporan dari WHO pada tahun 2021 menunjukkan bahwa Indonesia hanya memiliki 0,18 psikolog per 100.000 penduduk, jauh di bawah standar global. Akibatnya, banyak Gen Z yang tidak memiliki akses memadai untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan, baik karena stigma sosial maupun keterbatasan layanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun