Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Social Relationship: Penyelamat atau Korban di Era Bisnis Digital?

30 November 2024   11:09 Diperbarui: 30 November 2024   11:09 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perubahan besar dalam dunia bisnis yang dipicu oleh revolusi digital telah membawa paradigma baru dalam cara organisasi beroperasi. Transformasi ini tidak hanya mencakup pengadopsian teknologi mutakhir tetapi juga perubahan pola pikir dalam menjalankan bisnis. Di tengah hiruk-pikuk kemajuan teknologi, bisnis modern sering kali mengutamakan kecepatan, efisiensi, dan inovasi berbasis data. Namun, di balik gemuruh kemajuan ini, muncul pertanyaan mendasar tentang peran hubungan sosial dalam lanskap bisnis yang semakin terdigitalisasi.

Hubungan antarindividu, baik di dalam organisasi maupun dengan pelanggan, sering dianggap tidak sekrusial alat digital yang canggih. Namun, sejarah membuktikan bahwa keberhasilan bisnis tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kemampuan membangun dan memelihara hubungan manusiawi. Di tengah pergeseran ini, apakah hubungan sosial masih relevan? Atau justru, semakin penting untuk memastikan keberlanjutan dan daya saing di era digital?

Evolusi Digital: Fokus pada Teknologi, Lupa pada Relasi

Kemajuan teknologi telah membawa berbagai perubahan signifikan dalam dunia bisnis. Transformasi digital memungkinkan perusahaan untuk mengotomatisasi proses kerja, memanfaatkan analisis data besar (big data), hingga menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, hubungan antarindividu, baik antara pekerja maupun antara perusahaan dengan pelanggan, kerap tergeser oleh kecepatan dan efisiensi yang menjadi prioritas utama.

Namun, mengesampingkan pentingnya relasi sosial dalam bisnis digital memiliki risiko besar. Data dari Gartner (2021) menunjukkan bahwa meskipun 64% organisasi besar telah mengadopsi otomatisasi dalam proses bisnis inti mereka, hanya 25% yang secara aktif menjadikan hubungan manusia sebagai prioritas strategis dalam penerapan teknologi. Kesenjangan ini menyoroti potensi dehumanisasi yang dapat terjadi jika teknologi menjadi fokus utama tanpa mempertimbangkan aspek sosial.

Lebih jauh lagi, penelitian McKinsey (2020) mengungkapkan bahwa meskipun 80% perusahaan merasa telah memberikan layanan pelanggan yang personal melalui teknologi digital, hanya 18% pelanggan yang benar-benar merasakan perhatian tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi, meskipun efektif dalam skala besar, tidak cukup untuk menggantikan empati, kepercayaan, dan koneksi emosional yang menjadi fondasi hubungan manusia. Dalam laporan yang sama, PwC (2018) menyebutkan bahwa empati menjadi atribut utama yang diinginkan pelanggan dalam pengalaman layanan. Sebanyak 42% pelanggan menyatakan bahwa mereka akan berhenti menggunakan layanan perusahaan jika merasa interaksi yang diberikan tidak manusiawi, terlepas dari kualitas produk atau harga yang kompetitif.

Tidak hanya dalam konteks pelanggan, hubungan sosial juga memainkan peran penting dalam keberlanjutan hubungan internal organisasi. Sebuah survei oleh Buffer (2022) tentang kerja jarak jauh menunjukkan bahwa 24% pekerja merasa kesepian dan kurang terhubung dengan rekan kerja akibat minimnya interaksi tatap muka. Perasaan keterasingan ini tidak hanya berdampak negatif pada kesejahteraan karyawan, tetapi juga berkontribusi terhadap penurunan produktivitas dan peningkatan tingkat turnover karyawan.

Meskipun teknologi memberikan keunggulan efisiensi, hubungan manusia yang kuat justru mendorong inovasi. Penelitian Harvard Business Review (2021) menemukan bahwa perusahaan yang memadukan teknologi dengan elemen sosial seperti pelatihan interpersonal dan empati mengalami peningkatan produktivitas hingga 30%. Hubungan manusia menciptakan rasa saling percaya, yang memfasilitasi pertukaran ide secara bebas dan membuka peluang inovasi yang lebih besar.

Dalam praktiknya, beberapa perusahaan telah berhasil menemukan keseimbangan antara teknologi dan hubungan sosial. Misalnya, Zappos menggunakan teknologi untuk memperluas layanan pelanggan berbasis online, tetapi tetap fokus pada pendekatan personal dan empati dalam setiap interaksi. Strategi ini menjadikan Zappos sebagai salah satu perusahaan yang paling dikenal karena loyalitas pelanggannya. Di sisi lain, Microsoft tidak hanya mengandalkan alat kolaborasi digital seperti Teams untuk efisiensi kerja, tetapi juga aktif membangun budaya kerja yang inklusif untuk mendukung hubungan antarkaryawan yang lebih erat.

Sementara teknologi adalah penggerak utama dalam transformasi bisnis modern, hubungan sosial tetap menjadi elemen fundamental yang mendukung keberhasilan jangka panjang. Mengesampingkan aspek ini dapat menyebabkan risiko kehilangan koneksi manusia yang berdampak buruk pada loyalitas pelanggan, kesejahteraan karyawan, dan produktivitas organisasi. Oleh karena itu, keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai manusiawi bukan hanya penting, tetapi juga esensial untuk memastikan keberlanjutan bisnis di era digital.

Hubungan Sosial: Pilar Keberlanjutan Bisnis

Dalam era digital, hubungan sosial tetap menjadi fondasi penting yang mendukung keberlanjutan bisnis, baik dalam konteks internal organisasi maupun eksternal dengan pelanggan. Hubungan yang baik antara karyawan memiliki dampak signifikan pada berbagai aspek produktivitas dan keberlanjutan perusahaan. Sebuah studi dari Gallup (2020) menunjukkan bahwa tim dengan keterikatan sosial yang kuat memiliki produktivitas 21% lebih tinggi dibandingkan dengan tim yang kurang terhubung secara emosional. Hubungan yang harmonis di tempat kerja tidak hanya meningkatkan kinerja, tetapi juga menciptakan rasa memiliki dan loyalitas di antara karyawan. Penelitian yang sama mencatat bahwa 63% karyawan yang merasa dihargai oleh atasan mereka cenderung bertahan lebih lama di perusahaan.

Pentingnya hubungan sosial dalam meningkatkan produktivitas juga didukung oleh data dari McKinsey (2021), yang menyebutkan bahwa organisasi dengan budaya kolaboratif dan hubungan interpersonal yang kuat memiliki peluang 70% lebih besar untuk mencapai tujuan strategis mereka. Hubungan interpersonal yang baik tidak hanya memperkuat kerja sama tim tetapi juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi. Kepercayaan di antara anggota tim memungkinkan ide-ide kreatif untuk berkembang tanpa hambatan, yang pada akhirnya berkontribusi pada keberlanjutan bisnis jangka panjang.

Dalam konteks hubungan dengan pelanggan, pentingnya aspek sosial menjadi semakin menonjol di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Penelitian dari PwC (2018) menemukan bahwa 73% pelanggan menganggap pengalaman pelanggan sebagai faktor penting dalam keputusan pembelian mereka. Lebih jauh lagi, 59% pelanggan menyatakan bahwa mereka akan meninggalkan merek tertentu setelah beberapa pengalaman buruk, terlepas dari kualitas produk atau layanan. Data ini menunjukkan bahwa pelanggan tidak hanya mencari produk terbaik tetapi juga pengalaman emosional yang membangun rasa keterhubungan dengan perusahaan.

Personalisasi layanan menjadi salah satu kunci untuk memperkuat hubungan dengan pelanggan. Laporan dari Salesforce (2021) menunjukkan bahwa 76% pelanggan mengharapkan perusahaan memahami kebutuhan unik mereka dan memberikan pengalaman yang dipersonalisasi. Ketika pelanggan merasa bahwa kebutuhan mereka diperhatikan, mereka cenderung lebih loyal kepada merek tersebut. Loyalitas pelanggan ini memiliki dampak langsung pada profitabilitas bisnis, dengan studi dari Harvard Business Review (2016) menunjukkan bahwa pelanggan yang loyal menghasilkan pendapatan hingga 25% lebih tinggi dibandingkan pelanggan baru.

Selain itu, transparansi dalam komunikasi juga menjadi elemen penting dalam membangun hubungan sosial yang kokoh dengan pelanggan. Dalam survei global yang dilakukan oleh Edelman (2020), sebanyak 81% pelanggan menyatakan bahwa mereka harus dapat mempercayai sebuah merek sebelum melakukan pembelian. Kepercayaan ini hanya dapat dibangun melalui komunikasi yang jujur, terbuka, dan konsisten. Perusahaan yang mampu membangun hubungan sosial yang kuat dengan pelanggannya tidak hanya meningkatkan loyalitas tetapi juga menciptakan daya tahan terhadap persaingan pasar yang semakin kompetitif.

Dengan hubungan sosial yang kuat, perusahaan memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan persaingan dengan lebih tangguh. Dalam sebuah studi kasus yang dilakukan oleh MIT Sloan Management Review (2022), perusahaan yang berinvestasi dalam membangun hubungan sosial dengan pelanggan dan komunitas lokal berhasil mempertahankan pangsa pasar mereka bahkan di tengah krisis ekonomi global. Investasi dalam hubungan sosial ini mencakup pelatihan karyawan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, penggunaan teknologi untuk personalisasi layanan, dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat.

Secara keseluruhan, data dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial adalah elemen fundamental dalam keberlanjutan bisnis. Dalam era digital yang didominasi oleh teknologi, hubungan manusia tetap menjadi inti dari kesuksesan jangka panjang. Keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh seberapa canggih teknologinya tetapi juga oleh kemampuan mereka untuk membangun hubungan sosial yang autentik, baik dengan karyawan maupun pelanggan.

Tantangan Membangun Hubungan Sosial di Era Digital

Meski penting, membangun dan memelihara hubungan sosial dalam era digital bukanlah hal yang mudah. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan interaksi tatap muka yang menjadi bagian integral dari hubungan manusia. Ketergantungan pada komunikasi berbasis digital seperti email, pesan instan, atau rapat virtual sering kali mengurangi kehangatan dan kedalaman interaksi. Penelitian dari Buffer (2022) menunjukkan bahwa 24% pekerja jarak jauh merasa terisolasi secara sosial karena kurangnya interaksi langsung dengan rekan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi, meskipun memberikan kemudahan, dapat menciptakan hambatan dalam membangun rasa kebersamaan dan koneksi yang mendalam.

Budaya kerja jarak jauh (remote work) yang semakin umum juga menambah kompleksitas tantangan ini. Survei yang dilakukan oleh Microsoft Work Trend Index (2021) mencatat bahwa 37% pekerja merasa lebih sulit membangun hubungan kerja yang kuat saat bekerja secara remote. Tanpa interaksi langsung, upaya untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kolaborasi menjadi lebih sulit. Selain itu, keterbatasan komunikasi non-verbal dalam platform digital sering kali menyebabkan miskomunikasi atau kurangnya pemahaman antarindividu.

Perusahaan perlu mencari cara untuk menjembatani kesenjangan ini melalui pendekatan yang inovatif. Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi program pembangunan tim virtual yang dapat memperkuat hubungan interpersonal meskipun dilakukan secara jarak jauh. Penelitian dari Harvard Business Review (2021) menemukan bahwa tim yang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan tim virtual mengalami peningkatan kolaborasi sebesar 22% dan rasa keterhubungan yang lebih baik. Selain itu, pelatihan kepemimpinan yang inklusif dapat membantu manajer untuk memahami cara mengelola tim yang tersebar secara geografis dan membangun hubungan yang lebih personal dengan anggota tim.

Kolaborasi Antara Teknologi dan Hubungan Sosial

Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi perusahaan untuk tidak memandang teknologi dan hubungan sosial sebagai dua hal yang saling bertentangan. Sebaliknya, kedua elemen ini dapat digabungkan untuk menciptakan nilai tambah. Teknologi dapat digunakan sebagai alat untuk memperkuat hubungan sosial, bukan menggantikannya. Misalnya, platform seperti Slack dan Microsoft Teams dirancang untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih interaktif, memungkinkan karyawan tetap terhubung secara efektif meskipun bekerja dari lokasi yang berbeda.

Penelitian dari McKinsey (2021) menunjukkan bahwa penggunaan alat kolaborasi digital secara efektif dapat meningkatkan produktivitas tim hingga 20%. Namun, efektivitas ini hanya dapat dicapai jika perusahaan juga memberikan pelatihan tentang cara menggunakan platform ini untuk mendorong komunikasi yang lebih humanis dan inklusif. Alat seperti fitur video call dalam Zoom atau Google Meet memungkinkan karyawan untuk mempertahankan elemen komunikasi visual yang esensial dalam hubungan interpersonal.

Di sisi lain, media sosial telah menjadi alat penting bagi perusahaan untuk berinteraksi langsung dengan pelanggan dan membangun kedekatan emosional. Sebuah studi oleh Sprout Social (2021) menemukan bahwa 64% pelanggan lebih mungkin untuk membeli dari merek yang berkomunikasi dengan mereka secara personal melalui media sosial. Teknologi memungkinkan perusahaan untuk memahami kebutuhan pelanggan secara lebih mendalam dan memberikan layanan yang dipersonalisasi, sehingga menciptakan pengalaman yang lebih bermakna.

Salah satu contoh sukses integrasi teknologi dan hubungan sosial adalah Zappos, yang menggunakan chatbot berbasis AI untuk menjawab pertanyaan pelanggan, tetapi tetap memberikan opsi untuk berbicara dengan agen manusia. Pendekatan ini memungkinkan efisiensi tanpa mengorbankan elemen personal yang penting dalam membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan.

Kesimpulan

Dalam era bisnis digital, hubungan sosial tetap menjadi elemen fundamental yang tidak dapat diabaikan meskipun kemajuan teknologi terus mendominasi. Transformasi digital memang memungkinkan efisiensi, otomatisasi, dan inovasi berbasis data, namun mengesampingkan pentingnya relasi manusia berisiko melemahkan fondasi keberlanjutan bisnis. Teknologi mampu mempercepat proses dan memperluas jangkauan, tetapi tidak dapat menggantikan empati, kepercayaan, dan koneksi emosional yang hanya dapat dibangun melalui interaksi manusiawi.

Hubungan sosial, baik di dalam organisasi maupun dengan pelanggan, berperan penting dalam menciptakan loyalitas, meningkatkan produktivitas, dan memperkuat daya saing. Dalam konteks internal, hubungan yang harmonis antara karyawan tidak hanya meningkatkan kinerja tetapi juga membangun rasa memiliki yang mendalam, mendorong inovasi, dan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Sebaliknya, dalam hubungan eksternal, pelanggan tidak hanya mencari produk atau layanan terbaik tetapi juga pengalaman yang memperkuat rasa keterhubungan mereka dengan perusahaan. Kepercayaan, transparansi, dan perhatian personal menjadi kunci untuk memenangkan hati pelanggan di tengah persaingan yang semakin ketat.

Meski demikian, membangun dan memelihara hubungan sosial di era digital bukanlah tanpa tantangan. Kurangnya interaksi tatap muka akibat budaya kerja jarak jauh serta ketergantungan pada komunikasi berbasis teknologi sering kali mengurangi kehangatan dan kedalaman hubungan. Namun, tantangan ini dapat diatasi dengan pendekatan yang mengintegrasikan teknologi dan hubungan sosial secara strategis. Teknologi tidak harus menjadi penghalang, melainkan alat untuk memperkuat hubungan interpersonal. Alat kolaborasi digital, media sosial, dan platform komunikasi yang interaktif dapat digunakan untuk menciptakan koneksi yang lebih humanis baik dalam lingkungan kerja maupun dengan pelanggan.

Kesimpulannya, meskipun teknologi menjadi penggerak utama dalam transformasi bisnis, keberlanjutan bisnis tetap bertumpu pada hubungan sosial yang kokoh. Perusahaan yang berhasil mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai manusiawi akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan. Dalam dunia bisnis yang terus berkembang, menjaga keseimbangan antara efisiensi teknologi dan kehangatan hubungan sosial menjadi kunci untuk mencapai kesuksesan jangka panjang. Pada akhirnya, di tengah era digitalisasi yang masif, hubungan antarmanusia tetap menjadi inti dari keberhasilan sebuah organisasi.

Sumber Rujukan

Buffer. (2022). State of Remote Work Report. Retrieved from https://www.buffer.com

Edelman. (2020). Edelman Trust Barometer. Retrieved from https://www.edelman.com

Gallup. (2020). State of the Global Workplace Report. Retrieved from https://www.gallup.com

Harvard Business Review. (2016). Loyalty Matters in Customer Retention. Retrieved from https://hbr.org

Harvard Business Review. (2021). Building Team Connections in Remote Work. Retrieved from https://hbr.org

McKinsey & Company. (2020). Customer Personalization at Scale. Retrieved from https://www.mckinsey.com

McKinsey & Company. (2021). The Role of Digital Collaboration Tools. Retrieved from https://www.mckinsey.com

Microsoft. (2021). The Next Great Disruption is Hybrid Work. Retrieved from https://www.microsoft.com

PwC. (2018). Future of Customer Experience Report. Retrieved from https://www.pwc.com

Salesforce. (2021). Trends in Customer Personalization. Retrieved from https://www.salesforce.com

Sprout Social. (2021). How Social Media Builds Customer Trust. Retrieved from https://www.sproutsocial.com

MIT Sloan Management Review. (2022). Social Dynamics in Business Sustainability. Retrieved from https://mitsloan.mit.edu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun