Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Social Relationship: Penyelamat atau Korban di Era Bisnis Digital?

30 November 2024   11:09 Diperbarui: 30 November 2024   11:09 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam era digital, hubungan sosial tetap menjadi fondasi penting yang mendukung keberlanjutan bisnis, baik dalam konteks internal organisasi maupun eksternal dengan pelanggan. Hubungan yang baik antara karyawan memiliki dampak signifikan pada berbagai aspek produktivitas dan keberlanjutan perusahaan. Sebuah studi dari Gallup (2020) menunjukkan bahwa tim dengan keterikatan sosial yang kuat memiliki produktivitas 21% lebih tinggi dibandingkan dengan tim yang kurang terhubung secara emosional. Hubungan yang harmonis di tempat kerja tidak hanya meningkatkan kinerja, tetapi juga menciptakan rasa memiliki dan loyalitas di antara karyawan. Penelitian yang sama mencatat bahwa 63% karyawan yang merasa dihargai oleh atasan mereka cenderung bertahan lebih lama di perusahaan.

Pentingnya hubungan sosial dalam meningkatkan produktivitas juga didukung oleh data dari McKinsey (2021), yang menyebutkan bahwa organisasi dengan budaya kolaboratif dan hubungan interpersonal yang kuat memiliki peluang 70% lebih besar untuk mencapai tujuan strategis mereka. Hubungan interpersonal yang baik tidak hanya memperkuat kerja sama tim tetapi juga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi. Kepercayaan di antara anggota tim memungkinkan ide-ide kreatif untuk berkembang tanpa hambatan, yang pada akhirnya berkontribusi pada keberlanjutan bisnis jangka panjang.

Dalam konteks hubungan dengan pelanggan, pentingnya aspek sosial menjadi semakin menonjol di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Penelitian dari PwC (2018) menemukan bahwa 73% pelanggan menganggap pengalaman pelanggan sebagai faktor penting dalam keputusan pembelian mereka. Lebih jauh lagi, 59% pelanggan menyatakan bahwa mereka akan meninggalkan merek tertentu setelah beberapa pengalaman buruk, terlepas dari kualitas produk atau layanan. Data ini menunjukkan bahwa pelanggan tidak hanya mencari produk terbaik tetapi juga pengalaman emosional yang membangun rasa keterhubungan dengan perusahaan.

Personalisasi layanan menjadi salah satu kunci untuk memperkuat hubungan dengan pelanggan. Laporan dari Salesforce (2021) menunjukkan bahwa 76% pelanggan mengharapkan perusahaan memahami kebutuhan unik mereka dan memberikan pengalaman yang dipersonalisasi. Ketika pelanggan merasa bahwa kebutuhan mereka diperhatikan, mereka cenderung lebih loyal kepada merek tersebut. Loyalitas pelanggan ini memiliki dampak langsung pada profitabilitas bisnis, dengan studi dari Harvard Business Review (2016) menunjukkan bahwa pelanggan yang loyal menghasilkan pendapatan hingga 25% lebih tinggi dibandingkan pelanggan baru.

Selain itu, transparansi dalam komunikasi juga menjadi elemen penting dalam membangun hubungan sosial yang kokoh dengan pelanggan. Dalam survei global yang dilakukan oleh Edelman (2020), sebanyak 81% pelanggan menyatakan bahwa mereka harus dapat mempercayai sebuah merek sebelum melakukan pembelian. Kepercayaan ini hanya dapat dibangun melalui komunikasi yang jujur, terbuka, dan konsisten. Perusahaan yang mampu membangun hubungan sosial yang kuat dengan pelanggannya tidak hanya meningkatkan loyalitas tetapi juga menciptakan daya tahan terhadap persaingan pasar yang semakin kompetitif.

Dengan hubungan sosial yang kuat, perusahaan memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan persaingan dengan lebih tangguh. Dalam sebuah studi kasus yang dilakukan oleh MIT Sloan Management Review (2022), perusahaan yang berinvestasi dalam membangun hubungan sosial dengan pelanggan dan komunitas lokal berhasil mempertahankan pangsa pasar mereka bahkan di tengah krisis ekonomi global. Investasi dalam hubungan sosial ini mencakup pelatihan karyawan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, penggunaan teknologi untuk personalisasi layanan, dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat.

Secara keseluruhan, data dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan sosial adalah elemen fundamental dalam keberlanjutan bisnis. Dalam era digital yang didominasi oleh teknologi, hubungan manusia tetap menjadi inti dari kesuksesan jangka panjang. Keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh seberapa canggih teknologinya tetapi juga oleh kemampuan mereka untuk membangun hubungan sosial yang autentik, baik dengan karyawan maupun pelanggan.

Tantangan Membangun Hubungan Sosial di Era Digital

Meski penting, membangun dan memelihara hubungan sosial dalam era digital bukanlah hal yang mudah. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan interaksi tatap muka yang menjadi bagian integral dari hubungan manusia. Ketergantungan pada komunikasi berbasis digital seperti email, pesan instan, atau rapat virtual sering kali mengurangi kehangatan dan kedalaman interaksi. Penelitian dari Buffer (2022) menunjukkan bahwa 24% pekerja jarak jauh merasa terisolasi secara sosial karena kurangnya interaksi langsung dengan rekan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi, meskipun memberikan kemudahan, dapat menciptakan hambatan dalam membangun rasa kebersamaan dan koneksi yang mendalam.

Budaya kerja jarak jauh (remote work) yang semakin umum juga menambah kompleksitas tantangan ini. Survei yang dilakukan oleh Microsoft Work Trend Index (2021) mencatat bahwa 37% pekerja merasa lebih sulit membangun hubungan kerja yang kuat saat bekerja secara remote. Tanpa interaksi langsung, upaya untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kolaborasi menjadi lebih sulit. Selain itu, keterbatasan komunikasi non-verbal dalam platform digital sering kali menyebabkan miskomunikasi atau kurangnya pemahaman antarindividu.

Perusahaan perlu mencari cara untuk menjembatani kesenjangan ini melalui pendekatan yang inovatif. Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi program pembangunan tim virtual yang dapat memperkuat hubungan interpersonal meskipun dilakukan secara jarak jauh. Penelitian dari Harvard Business Review (2021) menemukan bahwa tim yang berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan tim virtual mengalami peningkatan kolaborasi sebesar 22% dan rasa keterhubungan yang lebih baik. Selain itu, pelatihan kepemimpinan yang inklusif dapat membantu manajer untuk memahami cara mengelola tim yang tersebar secara geografis dan membangun hubungan yang lebih personal dengan anggota tim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun