Dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia, akreditasi telah lama menjadi instrumen utama untuk memastikan mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Proses akreditasi yang diatur oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) atau Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) berfungsi untuk menilai berbagai aspek pendidikan, seperti kurikulum, kualitas dosen, fasilitas, dan pencapaian penelitian. Dengan standar yang jelas dan terukur, akreditasi dirancang untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perguruan tinggi yang terakreditasi telah memenuhi kriteria mutu yang ditetapkan.
Akreditasi juga memiliki dampak besar pada reputasi institusional. Status akreditasi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi persepsi publik terhadap sebuah perguruan tinggi. Perguruan tinggi dengan akreditasi unggul (A) atau baik sekali (Unggul) cenderung lebih diminati oleh calon mahasiswa, orang tua, bahkan mitra industri. Menurut laporan BAN-PT, sebanyak 81% calon mahasiswa di Indonesia mempertimbangkan status akreditasi sebagai salah satu indikator utama dalam memilih perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa akreditasi tidak hanya menjadi alat evaluasi mutu, tetapi juga memiliki nilai strategis dalam meningkatkan daya tarik institusi.
Namun, meskipun memiliki tujuan yang mulia sebagai alat penjamin mutu, akreditasi juga kerap kali dipandang sebagai alat untuk meningkatkan prestise institusional. Tidak jarang perguruan tinggi lebih fokus mengejar status akreditasi tertinggi untuk kepentingan citra, tanpa benar-benar membenahi esensi pendidikan. Misalnya, penelitian oleh Sulastri et al. (2021) mengungkapkan bahwa sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia masih lebih berorientasi pada pemenuhan syarat administratif dalam proses akreditasi, alih-alih menjadikannya sebagai alat perbaikan berkelanjutan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah akreditasi benar-benar mencerminkan prestasi akademik perguruan tinggi, atau hanya menjadi simbol prestise yang mengutamakan gengsi?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, artikel ini akan mengupas dua sisi akreditasi: sebagai cerminan prestasi akademik dan sebagai simbol prestise institusional. Dengan menggali lebih dalam kedua sisi ini, diharapkan pembaca dapat memahami peran akreditasi yang ideal dalam mendorong mutu pendidikan tinggi di Indonesia, serta tantangan dan peluang yang menyertainya. Artikel ini juga akan memperkuat argumentasi dengan data dan referensi terkini untuk memberikan perspektif yang komprehensif.
Akreditasi sebagai Cerminan Prestasi
Akreditasi adalah proses evaluasi formal yang dilakukan untuk menilai mutu dan kelayakan suatu perguruan tinggi atau program studi berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Di Indonesia, akreditasi menjadi tanggung jawab Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Tujuan utama akreditasi adalah memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perguruan tinggi telah memenuhi standar mutu yang mencakup aspek akademik, administratif, dan manajerial.
Standar ini dirancang untuk mengukur keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu:
- Pendidikan dan Pengajaran: Menjamin bahwa institusi memberikan pengajaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan perkembangan ilmu pengetahuan.
- Penelitian: Menilai kontribusi perguruan tinggi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang relevan dan inovatif.
- Pengabdian kepada Masyarakat: Mengevaluasi dampak perguruan tinggi dalam memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat melalui program pengabdian berbasis ilmu pengetahuan.
Proses akreditasi dirancang untuk memastikan bahwa perguruan tinggi tidak hanya memenuhi syarat administratif, tetapi juga berkomitmen terhadap perbaikan mutu secara berkelanjutan. Menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, akreditasi menjadi salah satu instrumen wajib untuk menjamin mutu perguruan tinggi, yang secara langsung berdampak pada daya saing lulusan di tingkat nasional maupun internasional.
Indikator Prestasi
Akreditasi mengukur berbagai indikator prestasi perguruan tinggi yang dirancang untuk mencerminkan kualitas akademik dan institusional. BAN-PT, dalam peraturan terbarunya (Instrumen Suplemen Konversi 2020), menetapkan beberapa komponen utama yang menjadi dasar evaluasi:
- Kualitas Kurikulum
Kurikulum yang diakreditasi harus relevan dengan kebutuhan industri dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, kurikulum yang berbasis kompetensi (outcome-based education) diakui lebih efektif dalam membekali mahasiswa dengan kemampuan yang sesuai untuk dunia kerja.
- Kualitas Tenaga Pengajar